Rubia adalah putri seorang baron. Karena wajahnya yang cantik dia dipersunting oleh seorang Count. Ia pikir kehidupan pernikahannya akan indah layaknya novel rofan yang ia sering baca. Namun cerita hanyalah fiksi belaka yang tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
Rubia yang menjalani pernikahan yang indah hanya diawal. Menginjak dua tahun pernikahannya suaminya kerap membawa wanita lain ke rumah yang ternyata adalah sahabatnya sendiri.
Pada puncaknya yakni ketika 3 tahun pernikahan, secara mengejutkan suami dan selingkuhannya membunuhnya.
" Matilah, itu memang tugasmu untuk mati. Bukankah kau mencintaiku?" Perion
" Fufufufu, akhirnya aku bisa menjadi countess. Dadah Rubi, sahabatku yang baik." Daphne
Sraaak
Hosh hosh hosh
" A-aku, aku masih hidup?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reyarui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan 18
" Maaf Yang Mulia, ada keperluan apa Anda datang ke wilayah kami malam-malam begini? Apakah kami melakukan kesalahan?"
Meskipun dalam hati Perion memaki Theodore, namum dia tetap harus menampilkan wajah sopan dan ramahnya. Kedudukan Perion jauh dibawah Theodore, bagi dari segi status bangsawan maupun status pekerjaan. Dalam artian khusus, Perion bukan lah tandingan Theodore. Dari segi apapun pria itu kalah telak.
" Aku tidak ada urusan dengan mu Count Gordone, aku ke sini untuk menemui Lady Rubia."
" Maaf?"
Perion mengernyitkan keningnya. Theodore menyebut nama Rubia, sebuah pertanyaan muncul yakni dari nama Theodore mengenal Rubia. Perion tahu bawa Rubia selama setahun ini memang mengerjakan pekerjaan wilayah, namum seingatnya tidak pernah ada hubungan pekerjaan antara Gordo dan Adentine.
Tk tak tak
" Selamat malam Yang Mulia Duke, maafkan saya karena telat menyambut Yang Mulia."
" Tidak masalah Lady, aku yang seharusnya minta maaf karena datang tanpa memberi kabar."
Theodore bangkit dari duduknya, ia lalu menyambut tangan Rubia kemudian menciumnya. Ini adalah etiket yang sangat biasa dilakukan ketika seorang gentleman bertemu dengan seorang lady, tapi entah mengapa Perion merasa tidak senang. Padahal selama ini dia tidak pernah peduli dengan keberadaan istrinya itu. Terlebih sedari tadi Theodore menyebut Rubia dengan lady dan bukannya nyonya.
" Bolehkah saya mengundang Anda di ruang kerja saya Yang Mulia?"
" Dengan senang hati Lady Rubia, karena saya datang kemari memang untuk bertemu dengan Anda."
Perion tercengang ketika melihat Rubia membawa pergi Theodore. Ia pun segera bangkit untuk mengikuti mereka, namun Oliver seketika itu jug langsung menghadang Perion.
" Dia istriku," ucap Perion menunjukkan rasa tidak terimanya.
" Saya tahu, tapi maaf Tuan Count, Anda tetap tidak bisa ikut karena ini adalah pembicaraan penting antara Yang Mulia Duke dan Lady Rubia."
" Huh dasar sialan, ada urusan apa memang mereka. Dan satu hal lagi, tidak tuanmu dan juga tidak kau, sedari tadi kalian memanggil seorang countess dengan sebutan Lady."
Oliver sendiri merasa aneh akan hal itu. akan tetapi perintah dari tuannya memang demikian, jadi dia hanya sekedar mengikuti perintah saja.
" Ah iya, lagi pula Anda kan tidak pernah tahu menahu terkait urusan wilayah jadi seandainya Anda ikut pun Anda pasti tidak mengerti Tuan. Jadi lebih baik Anda menunggu saja sampai Beliau berdua selesai."
Cih!
Perion berdecak kesal, memang benar dia tidak pernah mengurusi masalah wilayah, dan memang benar dia tidak pernah mau tahu apa yang dikerjakan oleh Rubia. Hanya saja kali ini dia sungguh penasaran, padahal biasanya Rubia mau bertemu oleh siapa saja itu bukanlah urusannya.
Kekesalan Perion masih berlanjut hingga beberapa waktu dikarenakan Rubia tak kunjung selesai berbincang dengan Theodore. Dan pada akhirnya Perion memilih meninggalkan rumah. Ia bisa melepaskan rasa kesalnya dengan mengunjungi seseorang. Orang itu adalah Daphne, siapa lagi yang bisa menghilangkan rasa kesal Perion selain wanita itu. Dia juga acuh dengan acara makan malam yang sedang disiapkan di mansion.
Kabar perginya Perion meninggalkan mansion pun sampai di telinga Rubia. Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya, dia tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh suami brengseknya itu.
" Jadi apakah benar ini adalah racun yang mematikan Yang Mulia?"
Rubia memberikan botol racun yang diberikan Perion kepada Mery ke Theodore. Di sana ada Regulus, dan penyihir itu lah yang memastikannya. Regulus sedikit terkejut saat menerima botol itu, hanya dengan melihat warna dan mencium baunya saja ia sudah tahu.
" Ini adalah racun yang bisa membunuh seratus kuda hanya dengan waktu singkat Nyonya. Bagaimana Anda bisa mendapatkan ini?" tanya Regulus dengan penuh kekhawatiran.
Rubia terdiam, ia hanya menunduk dalam. Theodore yang paham pun menyuruh semua orang selain dia dan Rubia untuk keluar dari ruangan tersebut. Agaknya ada pembicaraan yang tidak ingin Rubia perdengarkan ke orang lain selain Theodore. Meksipun nanti pada akhirnya Rubia harus melibatkan beberapa orang demi keberlangsungan rencananya.
" Semua sudah pergi, dan aku juga sudah meminta Regulus untuk menggunakan perisai sihir sehingga tidak akan ada yang mendengar pembicaraan kita."
" Terimakasih Yang Mulia, Anda pasti tidak mudah percaya dengan apa yang saya sampaikan di surat. Tapi saya berani menjamin kebenarannya. Tapi terlebih dulu saya butuh bantuan Anda untuk bercerai dengan Perion. Racun mematikan yang dikatakan oleh Tuan Penyihir tadi adalah racun yang Perion gunakan untuk saya. Dia mencoba membunuh saya secara perlahan dengan racun tersebut. Dia meminta Mery, pelayan saya agar memberikannya sedikit demi sedikit di dalam teh yang saya minum."
" Bajingan gila!"
Wajah Theodore memperlihatkan keterkejutannya. Dia tidak habis pikir bagaimana seorang suami bisa melakukan itu pada istrinya sendiri. Meskipun pernikahan para bangsawan biasanya berdasarkan politik, namun mereka tidak akan berbuat hal keji seperti ini."
" Apa perlu ku bunuh juga Perion di sini?"
" Tidak, jangan Yang Mulia. Saya hanya ingin berpisah, dan saya ingin Anda menjadi pelindung saya. Saya akan mengajukan pernikahan kontrak dengan Anda. Saya ingin Perion lah yang melepaskan saya dengan sendirinya. Dan Anda pasti mengerti maksud saya."
" Apa yang akan kau berikan untuk menjadi istriku?"
" Saya akan memberi tahu hal yang tidak Anda ketahui. Anggaplah saya mengerti masa depan untuk 2 tahun yang akan datang."
Meskipun Theodore belum sepenuhnya percaya dengan ucapan Rubia yang mengatakan bahwa dia memiliki penglihatan masa depan, namun entah mengapa ada keinginan besar dalam dirinya untuk membantu wanita yang ada di depannya itu.
Tatapan mata nan tajam namun kosong. Seolah wanita itu tidak memiliki banyak keinginan dalam hidupnya. Tatapan wanita itu seperti orang mati, itulah yang Theodore rasakan saat ini.
" Baiklah, katakan aku setuju dengan semuanya. Lalu apa yang harus aku lakukan untuk membantumu berpisah. Saksi seperti bagaimana yang kamu inginkan."
Rubia tersenyum tipis, ia merasa lega karena Theodore menyetujui usulannya. Ini merupakan satu langkah baginya untuk bisa benar-benar lepas dari Perion. Dengan menjadi istri Duke Theodore Adentine, maka suami brengseknya itu tidak akan berani berbuat apapun.
" Saya akan meminta dia yang mengajukan cerai kepada saya. Namun Yang Mulia nanti harus ikut bersama saya ketika saya membicarakan ini dengan Perion. Saya juga membutuhkan Tuan Regulus sebagai saksi bahwa botol itu adalah racun. Jika wanita akan sulit mengajukan cerai maka tidak dengan laki-laki. Dia akan melepaskan saya tanpa syarat saat Yang Mulia dan Tuan Regulus menjadi saksi kua bahwa dia akan membunuh saya. Jika dia tidak mau menceraikan saya, maka Yang Mulia lah yang akan melaporkan kejahatannya dalam meracuni istrinya kepada Kaisar."
Kini giliran Theodore yang tersenyum, rupanya wanita yang ada di depannya itu sungguh memiliki pemikiran yang cerdas dan berani. Bagaimana seorang putri baron berani memanfaatkan seroang Duke kekaisaran.
" Baiklah Lady Rubia Rocalion, aku setuju."
TBC