Kedatangannya di kota lain dengan niat ingin memberi kejutan pada suaminya yang berulang tahun, namun justru dialah yang mendapat kejutan.
Semuanya berubah setelah ia melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri, suami yang sangat di cintainya menggendong anak kecil dan dan merangkul seorang wanita di sampingnya.
"Siapa wanita itu Mas!" Bentak Anastasya.
"Dia juga istriku." Jawab Damian.
Deg!
Anastasya tersentak kaget, tubuhnya lunglai tak bertenaga hampir saja jatuh di lantai.
"Istri?" Anastasya mengernyitkan keningnya tak percaya.
Hatinya hancur seketika tak bersisa, rasanya sakit dan perih bagai di sayat pisau tajam. Suami yang selama ini dia cintai ternyata memiliki istri di kota lain.
Bagaimana nasib rumah tangganya yang akan datang? Apakah ia mampu mempertahankannya ataukah ia harus melepaskan semuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herazhafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah Obat
3 Bulan kemudian.
Selama tiga bulan sikap Kanaya pada Anastasya selalu lembut, ia sering membawakan makanan untuk Anastasya dan membantunya minum obat. Kadang Kanaya mengajak Radit bermain di kamar Anastasya.
"Tasya.. kamu sudah minum obat?" Tanya Kanaya.
"Belum." Singkat Anastasya.
"Kenapa? kamu harus minum obat agar cepat sembuh." Nasihat Kanaya.
Kanaya mengambil obat di dalam laci nakas kemudian memberinya untuk Anastasya setelah itu memberinya minum.
"Makasih, sebenarnya kamu nggak perlu melakukan ini, aku bisa melakukannya sendiri dan ada Mbok Siti juga." Ujar Anastasya tidak ingin merepotkan.
"Tidak apa-apa. Aku mau kok merawat kamu." Kanaya meletakkan air minum diatas nakas.
Setelah meminum obat, Anastasya kembali tertidur. Kanaya keluar dari kamar dengan seringai licik di wajahnya. 'Sebentar lagi kamu akan merasakan pembalasan ku, karena kamu Mas Damian tidak pernah mencintaiku.' Batin Kanaya.
Setelah 1 jam istirahat, Anastasya bangun lalu menuju balkon, ia berdiri menikmati rintik hujan yang jatuh, ia menadahkan tangannya ke atas sambil menikmati air hujan membasahi kulitnya.
"Kamu ngapain di sini? kamu bisa masuk angin sayang.. ! apalagi di sini dingin dan hujan." Tanya Damian mencari keberadaan Anastasya di kamar namun tidak menemukannya.
"Menikmati air hujan mas!" Jawab Anastasya.
"Mas! kenapa aku merasa obat yang di berikan dokter nggak ada efeknya ya? aku malah merasa tubuhku semakin hari semakin lemas." Ujar Anastasya.
"Masa sih? kalo begitu kita ke dokter sekarang." Ajak Damian.
"Nggak Mas! aku ingin di periksa di sini aja." Tolak Anastasya.
"Baiklah." Damian mengambil ponselnya lalu menghubungi dokter yang selama ini menangani Anastasya di Jakarta.
Setelah beberapa menit, dokter datang dan langsung memeriksa keadaan Anastasya.
"Dok, kenapa akhir-akhir ini kepala saya sering kesakitan? bahkan lebih sering dari sebelumnya." Tanya Anastasya.
Dokter heran mengernyitkan dahinya, "Apa kamu mengingat kejadian 3 bulan yang lalu?" Tanya dokter.
Anastasya sedang berpikir kemudian melirik Damian. "Mas, yang aku ingat, aku meminta mas belikan martabak manis, itu kapan ya?" Tanya Anastasya.
"Itu satu bulan yang lalu sayang...!" Jawab Damian.
"Ini aneh Tuan, Seharusnya sudah ada kemajuan, apa obat yang saya berikan rutin di minum?" Tanya Dokter.
"Ia Dok, saya rutin meminumnya dan selalu tepat waktu." Jawab Anastasya.
"Maaf Tuan, boleh saya liat obatnya?" Tanya Dokter.
Damian mengambil obat yang ada di dalam laci nakas lalu memberinya ke dokter.
"Ini dok." Damian menyerahkan bungkusan obat di tangannya.
Dokter memeriksanya dan mendapatkan keganjalan, nama obat yang ia pegang berbanding terbalik dengan nama obat yang ia tulis di resep, "Tuan membelinya dimana?" Tanya Dokter.
"Di Apotik dok." Jawab Damian.
"Tapi obat yang saya resepkan bukan yang ini. Jika Nyonya Tasya terus meminum obat ini, ini malah akan memperburuk keadaannya." Jelas Dokter.
"Yang benar Dok? aku yakin, aku memberikan resep yang benar di apotik. Apa obatnya ketukar dengan obat milik orang lain ya dok?" Tanya Damian.
"Obat ini bisa memengaruhi amnesianya makin parah Tuan! saya akan meresepkan ulang obatnya, dan pastikan obatnya tidak salah lagi." Ujar Dokter.
"Baik dokter." Ujar Damian.
"Baiklah kalo begitu saya permisi, jika sudah membeli obatnya tolong kirim ke saya fotonya, saya ingin memastikan tidak ada lagi kesalahan." Pamit dokter.
"Iya dokter, Terima kasih." Damian mengantar dokter ke depan pintu kamar, kemudian kembali masuk ke dalam.
"Sayang...! Apa kamu bisa menungguku sebentar? aku akan ke apotik untuk membelikan obat untukmu." Ujar Damian.
Anastasya mengangguk kemudian memainkan game di ponselnya.
Damian keluar kamar menuju kamar Kanaya. Ia mengetuk pintu kemudian segera masuk karena pintu tidak di kunci.
"Jelaskan apa ini?" Tanya Damian menyodorkan tempat obat di tangannya.
"Apa? aku nggak ngerti Mas!" Tanya Kanaya kembali melihat tempat obat Anastasya.
"Kamu yang mengganti obat Tasya bukan?" Bentak Damian.
Kanaya mendelik tajam, "Mas! aku nggak sejahat itu, mana mungkin aku menyakiti Tasya yang sudah aku anggap seperti saudara!" Kanaya berpura-pura.
"Hehe, jangan pura-pura, Jika bukan kamu siapa lagi? Tidak mungkin kan Tasya mengganti obatnya sendiri." Bentak Damian.
"Mana aku tau." Kanaya segera duduk di sisi ranjangnya.
"Jangan memancing kemarahan ku Naya, Aku peringatkan sekali lagi jangan mendekati Tasya." Bentak damian dengan sorot mata tajam.
"Mas..! aku tidak pernah mendekatinya, dia yang selalu memintaku membawa Radit ke kamarnya. Kenapa kamu nggak larang dia saja? selama ini aku sudah sabar menghadapi sikap manja Istri mu itu, aku membantu mu merawatnya tapi ini balasan kamu ke aku?" Kesal Kanaya.
"Siapa yang menyuruhmu merawatnya? aku nggak pernah memintanya, biarkan mbok Jum yang menjaganya." Kesal Damian.
"Oke! mulai sekarang aku akan menjaga jarak dengannya, jangan salahkan aku jika nanti Tasya merasa tidak ada yang perduli dengannya di rumah ini." Tegas Kanaya.
Damian melangkahkan kakinya keluar kamar.
"Mas..! mau kemana? temenin aku malam ini, aku juga Istrimu kan? kamu harus adil pada kami." Melas Kanaya dengan lembut menarik tangan Damian.
"Jangan mengharapkan lebih Kanaya, karena aku tidak akan memberikannya." Ujar Damian.
"Aku tau kamu butuh pelampiasan, kamu tidak pernah menyentuh Tasya selama dia sakit bukan? jika kamu mau, aku bisa memberimu kepuasan. Tidurlah malam ini denganku Mas! aku juga merindukan belaian mu." Bujuk Kanaya tangannya sudah mulai melingkar penuh di leher Damian.
"Lepaskan Naya!" Damian mencoba melepaskan tangan Kanaya.
"Mas, aku mohon kali ini aja. Aku menginginkan mu." Bisik Kanaya dengan menggoda, tangannya sudah mulai membuka kancing baju Damian.
Damian tiba-tiba sadar Anastasya sedang menunggunya, ia menepis tangan Kanaya kemudian keluar dari kamar.
"Braakk!!
Damian membanting pintu dengan kasar.
Damian keluar rumah dengan gusar memasuki mobilnya. Dirinya pria normal, ia hampir saja tergoda dengan rayuan Kanaya, "Brengsek!" Ia segera melajukan mobilnya menuju apotik terdekat karena tidak mau Anastasya menunggu terlalu lama.
Setelah beberapa menit, ia tiba di apotik kemudian menyerahkan resep obat dari dokter ke pegawai apotik.
"Ini Pak, obatnya." pegawai apotik menyerahkan kantongan berisi obat yang sudah diresepkan dokter. Damian mengambilnya lalu mengambil ponselnya, ia mengambil gambar obat itu kemudian mengirimnya pada dokter.
[Dok, apa sudah benar yang ini obatnya?] Tanya Damian lewat aplikasi pesan singkat.
[Iya sudah, diminumnya 3x sehari.] Jawab Dokter.
[Makasih Dok.] Pesan terakhir Damian.
Damian keluar dari Apotik kemudian kembali ke rumah. Saat sampai di rumah, ia memarkirkan mobilnya kemudian segera masuk ke dalam kamarnya. Ia menghampiri Anastasya lalu memberinya obat yang baru saja dibelinya.
"Makasih mas." Ujar Anastasya setelah meminum air.
"Sama-sama sayang, istirahatlah." Damian mengusap kepala Anastasya kemudian memperbaiki selimut hingga dada.
"Jika butuh sesuatu aku ada di sofa, aku akan mengerjakan beberapa pekerjaanku di sini." Ujar Damian kemudian mengecup puncak kepala Anastasya.
Tiga jam berlalu, pekerjaan Damian sudah selesai. Ia menutup laptopnya kemudian ikut berbaring di samping Anastasya.
Keesokan harinya mereka menikmati sarapan bersama, tidak ada obrolan selama beberapa menit hingga mereka menghabiskan makan masing-masing.
"Sayang..! aku berangkat kerja dulu ya? Ingat kata dokter, jangan terlalu memaksakan otak kamu berpikir." Ujar Damian kemudian mengambil tasnya.
"Ia sayang..! Aku antar ke pintu ya Mas!" Ujar Anastasya kemudian ikut berdiri bersama Damian.
"Mah, aku pergi dulu." Pamit Damian kemudian keluar bersama Tasya.
.
.
.
Bersambung....
Sahabat Author yang baik ❤️
Jika kalian suka dengan cerita ini, Jangan lupa, Like, Komen, Hadiah, Dukungan dan Votenya ya! 🙏🙏🙏
tendang aja burungnya biar ga BS terbang sekalian . gedeegggggg bgt.
ga mgkn hamil juga lah. kayaknya si Damian mandul. tp ditipu SM Mak Lampir.
gunakan hp, minta tolong Austin kek, atau minta tolong Tirta kek. gedeghhggg