seorang wanita tangguh, yang dikenal sebagai "Quenn," pemimpin sebuah organisasi mafia besar. Setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai akibat pengkhianatan dalam kelompoknya, Quenn bersumpah untuk membalas dendam. Dia meluncurkan serangan tanpa ampun terhadap mereka yang bertanggung jawab, berhadapan dengan dunia kejahatan yang penuh dengan pengkhianatan, konflik antar-geng, dan pertempuran sengit.
Dengan kecerdikan, kekuatan, dan keterampilan tempur yang tak tertandingi, Quenn berusaha menggulingkan musuh-musuhnya satu per satu, sambil mempertanyakan batasan moral dan loyalitas dalam hidupnya. Setiap langkahnya dipenuhi dengan intrik dan ketegangan, tetapi ia bertekad untuk membawa kehormatan dan keadilan bagi orang yang telah ia hilangkan. Namun, dalam perjalanan tersebut, Quenn harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal bisa berubah, dan balas dendam terkadang memiliki harga yang lebih mahal dari yang ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24: Titik Balik
Saat peluru berdesing di udara, Quenn merasakan hatinya berdegup lebih cepat. Keringat dingin mulai mengalir di tubuhnya, meskipun udara malam itu terasa semakin panas. Mereka berada di persimpangan jalan, dan setiap detik yang berlalu menambah tekanan yang semakin berat. Pasukan Dmitri, baik di darat maupun udara, mengepung mereka dengan sempurna. Tidak ada jalan keluar.
Namun, dalam keterjepitan itu, sesuatu dalam diri Quenn menyala—sebuah kilasan pemikiran yang tak terduga. Mereka sudah terpojok, dan tidak ada yang lebih berbahaya daripada seseorang yang merasa bahwa tidak ada lagi yang bisa hilang.
"Rina, Vincent," kata Quenn, suaranya dipenuhi dengan semangat yang baru, "Kita harus bertindak cepat. Ini saatnya untuk mengguncang semuanya. Tidak ada lagi yang bisa kita pertahankan selain nyawa kita sendiri."
Vincent menatapnya, sedikit kebingungan. "Apa maksudmu? Kita terjebak, Quenn! Apa yang bisa kita lakukan?"
Rina yang berada di samping mereka, masih mengetuk tablet dengan cepat, melirik ke arah Quenn dengan wajah serius. "Aku tahu ada sistem yang bisa kita manfaatkan. Tapi aku membutuhkan lebih banyak waktu untuk meretasnya—"
"Tak ada waktu!" potong Quenn dengan tegas. "Kita tidak akan selamat jika kita terus bertahan di sini. Kita harus mengguncang mereka—memainkan permainan mereka."
Pikiran Quenn cepat berpindah dari satu ide ke ide lain. Sekitar mereka, helikopter semakin dekat, dan pasukan elite Dmitri sudah mulai menyebar untuk mengepung mereka. Mereka tidak hanya melawan tentara, tapi juga melawan waktu yang semakin menipis.
"Dmitri tahu kita akan mencoba melarikan diri," lanjut Quenn, sambil memandang ke sekeliling dengan penuh perhitungan. "Tapi kita bisa mengecoh mereka. Kita perlu menciptakan kebingungan—sesuatu yang cukup besar untuk memecah fokus mereka."
Vincent mengangguk, meskipun ekspresinya tetap tegang. "Kita bisa menggunakan ledakan, atau lebih tepatnya—menciptakan ilusi bahwa kita masih berada di tempat yang sama."
Rina, meskipun ragu, mengikuti perkataan Quenn. "Tapi bagaimana kita melakukannya? Sistem komunikasi mereka sudah tertutup, dan kita tidak punya banyak waktu."
Quenn mengeluarkan sebuah benda kecil dari dalam saku bajunya. Sebuah perangkat pemicu. "Kita akan memanfaatkan teknologi mereka untuk keuntungan kita. Jika kita bisa memanfaatkan sinyal dari perangkat ini, kita bisa menciptakan beberapa ledakan terkoordinasi. Mereka akan berpikir kita terjebak di tempat lain, memberi kita cukup waktu untuk melarikan diri."
Rina menatap perangkat itu, matanya terbuka lebar. "Kau membawa itu sejak awal?" tanyanya dengan suara lirih.
"Ya, dan ini akan menjadi kunci kita untuk keluar dari sini." Quenn memandang mereka berdua dengan tatapan penuh tekad. "Tapi kita harus bergerak sekarang. Tidak ada pilihan lain."
Quenn menekan tombol pada perangkat kecil itu, dan beberapa detik kemudian, seluruh area sekitar mereka berguncang. Ledakan besar memecah kesunyian malam, menyebar ke berbagai arah. Kilatan api menyambar dari beberapa titik di sekitar gedung, menciptakan ilusi seolah-olah mereka masih berada di dalam gedung tersebut, dikelilingi oleh api dan asap.
Pasukan Dmitri terkejut. Mereka segera berbalik arah, berlarian menuju tempat yang tampaknya menjadi pusat ledakan. Itu adalah kesempatan mereka.
"Bergerak!" seru Quenn, memimpin jalan. Mereka berlari cepat, meninggalkan area yang penuh dengan reruntuhan dan kebingungan pasukan Dmitri.
Namun, meskipun mereka berhasil mengguncang pasukan Dmitri untuk sementara, Quenn tahu bahwa ini bukan kemenangan akhir. Mereka hanya menciptakan gangguan sementara. Mereka harus mencapai tempat yang lebih aman, dan itu tidak akan mudah.
Rina yang memegang tablet kembali berbicara dengan suara yang tegang. "Aku menemukan lokasi yang aman di luar kota. Itu tempat yang belum diketahui oleh Dmitri. Kita bisa pergi ke sana."
Vincent yang berada di depan mengangguk. "Ayo, kita tidak punya banyak waktu. Ledakan itu hanya akan menahan mereka sejenak. Kita harus keluar sebelum mereka menyadari tipu daya kita."
Mereka berlari lebih cepat, melalui jalan-jalan yang kosong, berusaha memanfaatkan malam yang gelap untuk menyembunyikan jejak mereka. Namun, meskipun mereka menghindari pasukan Dmitri untuk sementara, mereka tahu bahwa perang ini belum selesai.
Dmitri pasti sudah mengetahui bahwa mereka tidak berada di tempat yang dilanda ledakan. Mereka harus menemukan tempat persembunyian yang lebih aman, lebih tersembunyi. Tempat yang bisa memberi mereka keuntungan dalam menghadapi permainan maut yang Dmitri buat.
Setelah berlari beberapa kilometer, mereka mencapai pinggiran kota. Tempat yang tampaknya jauh dari pusat kerusuhan, namun Quenn tahu bahwa ini hanya sementara. Mereka tidak bisa tenang begitu saja. Waktu terus berjalan, dan langkah mereka semakin terhimpit oleh bahaya yang semakin nyata.
Tiba-tiba, mereka berhenti di sebuah bangunan tua yang tampaknya sudah lama terbengkalai. Rina membuka pintu yang sudah berkarat dan membawa mereka masuk. Di dalam, suasana gelap dan penuh debu. Namun, Quenn merasa ini adalah tempat yang tepat untuk bersembunyi sementara waktu.
"Kita tunggu di sini sebentar, dan pikirkan langkah selanjutnya," kata Quenn, berusaha menenangkan diri meskipun ketegangan masih membara dalam dirinya.
Vincent merunduk, beristirahat sejenak di sudut ruangan. "Mereka pasti akan mengejar kita. Apa yang kita lakukan setelah ini?"
Quenn menarik napas panjang, matanya terbuka lebar dengan rencana yang baru saja terbentuk. "Kita tidak hanya bertahan. Kita akan menyerang balik. Tapi kali ini, kita akan memanfaatkan semua informasi yang kita miliki. Kita akan melawan mereka dengan cara yang mereka tidak harapkan."
Rina yang sedang menatap tablet, mengangguk dengan penuh semangat. "Jika kita bisa membongkar pusat komando mereka, kita bisa menghentikan seluruh operasi ini."
Quenn mengangguk dengan penuh keyakinan. "Kita akan menuju ke sana. Kita akan menghancurkan rencana mereka—dan kali ini, kita tidak akan kalah."
Mereka mungkin terpojok, tapi satu hal yang pasti—Quenn dan timnya tidak akan menyerah. Perang ini belum selesai.