Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 12
"Andre kakakku sayang.. kapan kau datang? Kenapa tak memberi tahuku sebelumnya?"
Tiara senang bukan main karena abangnya yang tinggal di Paris tiba-tiba datang menjemputnya di kantor.
"Kejutan.. Apa kau senang?", tanya Andre tersenyum seraya menangkup wajah adiknya.
"Tentu saja. Kau lihat bahkan mataku berair karena terharu", Tiara menyeka air matanya.
"Oh.. maafkan aku. Sudah, jangan menangis. Mana Intan?"
"Dia masih ada urusan di luar kantor. Apa kita tunggu?"
"Tidak usah, aku akan mengirim pesan padanya. Baiklah, kau ingin jalan-jalan denganku?"
Tiara mengangguk lalu masuk ke dalam mobil yang beberapa saat kemudian melaju meninggalkan tempat itu.
Sementara di ruang kantor lantai dua, Zaki tengah berkemas hendak pulang. Gerakannya sengaja dibuat pelan, seolah-olah kalau dia berisik akan ada barang yang pecah di ruangan itu. Matanya sesekali melirik ke arah barang yang dimaksud. Arya yang sedari tadi hanya diam dan fokus pada tablet gambarnya.
"Gue duluan ya Ar. Assalamualaikum", ucapnya pelan kemudian melangkah, juga dengan pelan keluar ruangan.
Setelah Zaki meninggalkannya sendirian, barulah Arya menghembuskan nafasnya dengan kasar. Dia lepaskan draw pen dari tangannya kemudian menyandarkan tubuhnya.
Sesaat kemudian, dia berdiri dan melihat keluar lewat jendela kaca. Yang dicarinya sudah tak nampak, dia pun kembali ke kursinya dan lagi-lagi menghembuskan nafas panjang.
Siapa pria tadi? Kenapa begitu akrab dengan Tiara. Dan Tiara, mengapa begitu mudahnya dia menerima perlakuan seperti itu dari seorang lelaki. Tunggu, apakah dia sedang cemburu? Ho..ho.. tak mungkin. Dia tak punya perasaan apapun pada Tiara. Atau mungkin karena sebentar lagi mereka akan menikah? Karena itulah seperti ada rasa memiliki dan tak rela miliknya diganggu orang lain.
Arya tak bisa konsentrasi lagi. Akhirnya dia pun segera berkemas untuk pulang.
**********
"Bagaimana caranya supaya prasangka buruk di hati kita bisa hilang? Rasanya sungguh tidak nyaman dan mengganggu", tanya Arya pada Ustadz Farhan setelah selesai mengulang hafalannya.
Hari minggu adalah hari wajib dia datang ke Ustadz Farhan untuk mengecek hafalannya dengan intensif. Karena hanya hari libur dia punya banyak waktu tanpa harus diganggu urusan pekerjaan.
"Pantas saja hafalanmu hari ini agak kurang lancar"
Ustadz Farhan kemudian tersenyum.
"Prasangka itu datang karena ketidaktahuan kita secara pasti akan sesuatu. Prasangka itu bisa baik atau buruk, tergantung kita yang memilihnya. Prasangka buruk akan memakanmu, sedangkan yang baik akan mencukupimu"
"Maka ketika kita mengalami kesulitan untuk berprasangka baik, cari tahu kebenarannya. Andaipun kebenarannya ternyata memang buruk, maka pastikan bahwa kita tetap berprasangka baik atas ketentuan Allah"
Arya mengangguk pelan tanda paham.
Arya sudah di atas motornya hendak kembali ke rumah saat terdengar notifikasi pesan dari ponselnya.
Tiara: Maaf Mas, bisa gak malam ini Mas Arya ke Restoran di hotel MS.
Arya mengerutkan keningnya.
Arya: Jam berapa?
Tiara: Habis isya gimana?
Arya: Oke. Aku sama Zaki ya?
Tiara: Jangan Mas, sendiri aja.
Arya makin bingung.
Arya: Oke.
Arya bertanya-tanya dalam hati mengapa Tiara mengajak bertemu berdua saja di restoran itu. Apa dia mau mengajak Arya kencan makanya Zaki dilarang ikut? Tapi.. Arya merasa itu tak pantas walau sebentar lagi mereka akan menikah. Apalagi untuk wanita seperti Tiara yang terlihat menjaga kehormatannya.
Arya teringat lagi momen kemarin sore di depan kantor antara Tiara dan lelaki dengan mobil mewah itu. Ada apa sebenarnya dengan Tiara?
**********
"Wah... Gantengnya anak bunda. Mau kemana? Ke rumah Tiara ya? Mau ngedate?", cecar Aisyah.
"Mau tau aja atau mau tau banget bun?"
"Mau tau banget dong..", sahut sang ibu dengan senyuman usil.
"Rahasia"
Arya mencium pipi ibunya kemudian berlalu sambil mengucap salam.
Aisyah cemberut, tak puas dengan jawaban Arya.
Sepanjang perjalanan Arya masih memikirkan pertemuannya dengan Tiara di restoran nanti. Dia memutuskan akan menemui Tiara sebentar saja, menanyakan keperluannya lalu langsung pulang. Ya, begitu saja.
Tapi lihatlah, bahkan sekedar untuk pertemuan singkat saja ia berdandan maksimal. Ya... wajar kan, secara di restoran hotel bintang lima.. Atau karena dia akan bertemu Tiara? Ah, terserah.
Arya sudah tiba di depan restoran. Dengan langkah ragu dia menuju ke meja resepsionis. Setelah melihat-lihat sekilas dari jauh ke arah ruang makan mencari sosok Tiara yang ternyata tak nampak, akhirnya dia pun memutuskan bicara ke petugas resepsionis.
"Permisi, atas nama de Bourbon", kata Arya, sesuai dengan pesan Tiara.
"Ah, tentu saja. Silahkan ikuti saya"
Resepsionis wanita tersebut tersenyum ramah kemudian melangkah mendahului Arya.
Mereka berjalan beriringan menuju sebuah ruang VIP restoran.
Mengapa Tiara malah memilih tempat tertutup untuk pertemuan mereka? Arya menjadi semakin bingung dan gundah dibuatnya. Apa ini tidak salah?
"Silahkan pak", ucap resepsionis mempersilahkan Arya memasuki ruangan itu kemudian meninggalkannya.
Perlahan Arya membuka pintu ruangan itu. Saat sudah terbuka, nampak di dalamnya ada dua orang lelaki asing tengah duduk bersebelahan seperti sedang terhenti di tengah obrolan mereka karena kedatangannya.
Arya kaget, menyangka ia salah masuk ruangan.
"M..maaf, saya salah ruangan", ucapnya dalam bahasa inggris kemudian berbalik hendak keluar.
"Arya? Aryaka Atmadja?", salah seorang dari mereka tiba-tiba menyebut namanya.
Arya semakin kaget dan sontak berpaling. Sepertinya dia tidak salah ruangan, tetapi salah sangka tentang siapa yang akan ditemuinya di restoran ini.
"Iya, betul. Saya Arya. Maaf kalau saya boleh tahu, anda berdua siapa? Bagaimana bisa tahu nama saya?", Arya sedikit gugup.
"Silahkan duduk. Ada yang perlu kami bicarakan denganmu", ucap lelaki yang terlihat lebih tua.
Dengan langkah ragu dan sikap waspada, Arya menuju salah satu kursi di hadapan kedua orang itu.
"Perkenalkan. Aku Pierre de Bourbon dan ini adikku Andre"
Bicaranya santai namun tatapannya mengintimidasi.
Apa? Bourbon yang lain? Bahkan dua sekaligus? Arya menatap salah satu dari lelaki itu. Seperti tak asing. Tentu saja, karena itu adalah lelaki dengan mobil sport mewah yang menjemput Tiara.
"Kudengar kau ingin menikahi adik perempuan kami. Apa benar?", tanya Pierre dalam bahasa inggris dengan aksen Perancis.
Ya Allah.. ternyata. Bagaimana dia sampai tidak tahu kalau Tiara juga punya dua orang kakak laki-laki? Dan mengapa Tiara dan Intan tak pernah memberitahunya?
"Ehm.. ya, memang begitu. Rencananya pernikahan kami akan dilaksanakan sekitar seminggu lagi", Arya mencoba menenangkan dirinya.
"Batalkan", sahut Pierre singkat.
"Apa?!", Arya kaget dengan apa yang didengarnya.
"Aku yakin kau mendengar ucapanku dengan jelas"
"I.. iya. Maksud saya, mengapa?"
Ada apa ini? Mengapa jadi runyam begini urusannya. Lalu, apakah Tiara tahu tentang ini sehingga dia menyuruh Arya untuk bertemu dengan kedua kakaknya?
"Karena kami sudah punya calon suami untuknya. Dia tak bisa bebas memilih suami untuk dirinya sendiri. Bukan, bukan begitu cara di keluarga kami", Pierre berlagak sombong.
Andre yang mendengar ucapan Pierre sontak mendelik ke arah Pierre seolah berkata, yang benar saja, bagaimana denganmu sendiri?
"Dengarkan aku Arya, ayah kami sudah lama memilihkan calon suami untuknya. Kau tahu, pernikahan di keluarga besar kami bukan sekedar ikatan dua orang atau dua keluarga. Tapi juga berarti urusan bisnis, politik dan tentu saja dinasti"
Arya menghela nafas panjang. Otaknya terasa buntu. Dia sungguh tak mengerti dengan apa yang tengah dihadapinya sekarang. Bagaimana mungkin niat awalnya untuk sekedar membantu Irwan dan Intan agar bisa segera menikah, membuatnya harus berhadapan dengan situasi yang benar-benar jauh lebih besar dan rumit.
Arya sudah membuka mulutnya hendak berbicara saat tiba-tiba pintu dibuka dengan kasar oleh seorang wanita. Intan masuk dengan tergesa. Melihat sekilas ke arah Arya kemudian melangkah mendekati Pierre dan Andre.
Selanjutnya yang didengar Arya adalah ketiga orang itu seperti sedang berdebat dalam bahasa Perancis. Arya tak mengerti sedikitpun apa yang tengah mereka debatkan. Bahkan terkadang Intan terdengar menaikkan nada suaranya, seperti sangat kesal dengan lawan bicaranya. Berbeda dengan kedua lelaki itu yang menanggapinya dengan lebih tenang, seperti tak ingin berkata kasar pada Intan.
"Arya, ayo ikut Mbak", perintah Intan tegas.
Arya berdiri ragu-ragu, apakah harus menuruti Intan atau tetap di situ karena melihat Andre mengisyaratkan agar dia tetap duduk.
"Mbak, sebenarnya ada apa ini?"
Intan menarik tangan Arya kemudian menyeretnya keluar. Andre mengangkat kedua tangannya, terkesan menyerah dengan situasi yang tengah dihadapinya. Tapi Pierre tidak, dia menyuruh Andre ikut dengannya untuk menyusul Intan.
Akhirnya empat orang itu berjalan berurutan menuju keluar restoran. Semua mata yang mereka lewati otomatis menatap mereka. Ada yang penasaran dengan apa yang terjadi di antara mereka, namun ada pula yang sekedar tertarik dengan penampilan mereka.
"Ya, inilah yang disebut dengan parade cuci mata", ucap si wanita resepsionis pada rekan di sampingnya yang kemudian tersenyum.
Saat di parkiran, Intan menyuruh Arya segera pulang. Arya benar-benar bingung karena harus terjepit di antara konflik keluarga mereka.
"Arya, nanti kami menghubungimu lagi. Kita benar-benar harus bicara"
Pierre belum mau menyerah.
"Lupakan, pikirkan urusan pernikahanmu saja. Ingat, Tiara hanya ingin menikah denganmu, bukan yang lain"
"Sekarang pulanglah. Dan jangan menemui atau bahkan sekedar menjawab panggilan dari mereka", pesan Intan.
Arya hanya mengangguk samar. Sesekali matanya melihat ke arah Pierre dan Andre dengan tatapan ragu. Kemudian dia melajukan motornya untuk kembali ke rumah.
"Ya Tuhan.. Intan. Apa yang kau lakukan? Kau tidak membuat keadaan menjadi lebih baik"
Pierre tak habis pikir dengan apa yang dilakukan adiknya.
"Lalu, apa yang kau lakukan membuat keadaan jadi lebih baik? Begitu menurutmu?"
"Sudahlah, lebih baik kalian pulang dan bicara dengan Pére. Minta dia untuk membatalkan apapun rencananya terhadap Tiara, karena aku tak akan membiarkannya"
Intan kini menampakkan sorot mata mengancam.
Akhirnya kedua lelaki itu memilih diam dan hanya melihat saat Intan pergi melajukan mobilnya.
Bagus...