Kirana tak pernah menyangka, bujukan sang suami pulang ke kampung halaman orang tuanya ternyata adalah misi terselubung untuk bisa menikahi wanita lain.
Sepuluh tahun Kirana menjadi istri, menemani dan menjadi pelengkap kekurangan suaminya.
Kirana tersakiti tetapi tidak lemah. Kirana dikhianati tetapi tetap bertahan.
Namun semuanya berubah saat dia dipertemukan dengan seorang pria yang menjadi tetangga sekaligus bosnya.
Aska Kendrick Rusady, pria yang diam-diam menyukai Kirana semenjak pertemuan pertama.
Dia pikir Kirana adalah wanita lajang, ternyata kenyataan buruknya adalah wanita itu adalah istri orang dengan dua anak.
Keadaan yang membuat mereka terus berdekatan membuat benih-benih itu timbul. Membakar jiwa mereka, melebur dalam sebuah hubungan terlarang yang begitu nikmat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria misterius
“Mama Radit,” gumamnya pelan sambil menatap langit-langit kamar.
Setelah mengacaukan pesta pernikahan sang suami, dia tak pernah ingin mencari tahu siapa wanita yang menjadi istri kedua suaminya. Namun mendengar ucapan sang anak yang sepertinya mengenal wanita itu, mau tak mau membuatnya penasaran.
“Ibu bilang, dia janda di depan rumah. Tapi tiap aku datang ke rumah ibu kok nggak pernah ketemu ya.”
“Tapi wajahnya memang nggak asing. Seperti aku pernah melihatnya.”
Kirana sedang berperang dengan rasa penasaran dengan istri kedua suaminya. Niat awal yang mau tidur jadi gagal karena jiwa detektifnya muncul.
Tangannya memainkan ponsel bermain Facebook dan Instagram. Sudah lama dia tak pernah membuka akun sosial media yang dimiliki.
“Loh kok nggak ada?” tanyanya sedikit bingung karena mencari nama suaminya tidak ada. “Jangan-jangan aku diblokir,” sambungnya menduga-duga.
Makin membuncah rasa penasaran di hatinya ketika melihat akun sosial media sang suami tidak bisa diakses.
Segera dia membuat akun baru, tak lupa mengambil foto wanita dengan pakaian seksi dan terbuka untuk dijadikan foto profil.
Setelah akun dibuat, dia segera melakukan pencarian akun sang suami.
Z Pranadipa.
Ini bukan akun yang biasa dipakai, sepertinya ini akun baru.
Bukan nama yang membuatnya terkejut, melainkan foto profil yang terpasang di sana.
Foto keluarga kecil dengan dua anak laki-laki usia sekitar lima tahun dan satunya masih balita, mungkin enam atau tujuh bulan.
Segera dikirimkan permintaan pertemanan ke akun sang suami beserta istri keduanya.
“Mama Radit, siapa sih!” ucapnya kesal sendiri.
Dipandang foto profil keluarga kecil tersebut. Wajah kedua orang dewasa tersebut teramat bahagia.
Ini yang tak diinginkan. Jika dia memaksa mencari tahu maka sakit hati yang diterima akan semakin dalam.
Bukan dia tidak ingin tahu, dia hanya sedang menjaga hati, pikiran bahkan mentalnya untuk tetap baik-baik saja.
“Tega sekali kamu, Mas Zidan. Aku yang menemanimu mulai dari nol hingga kita bisa memiliki semua ini. Tapi kenapa saat materi telah didapat justru hatimu mulai bercabang?”
Lama menunggu tidak ada notifikasi yang masuk, membuatnya melempar asal ponsel ke ranjang sebelah.
“Enak sekali kamu bahagia sementara aku kau tinggalkan dengan luka sedemikian rupa.”
Kirana memilih tidur untuk menenangkan pikiran.
...✿✿✿...
Setengah tujuh kurang sepuluh menit, mobil yang dikendarai sudah tiba di sekolah.
Kirana ikut turun dan mengantarkan anak-anaknya sampai di halaman.
Pandangan ibu-ibu di sana menyorot penuh ingin tahu melihat penampilannya yang rapi dan cantik.
“Eh, Bu Kirana, sini deh. Cantik banget hari ini,” sapa Irma dengan senyum ramah.
Kirana segera menghampiri kumpulan ibu-ibu tersebut.
“Ah, Bu Irma bisa aja.”
Penampilannya pagi ini benar-benar cantik dengan riasan tipis dan rambut yang tergerai indah. Sangat berbeda jauh dari biasanya yang hanya mengenakan daster dan wajah polos tanpa riasan.
“Mau ke mana, Bu?”
“Kerja, Bu Irma.”
Senyum di bibir Diana terlihat sinis. Apalagi mendengar pengakuannya yang bekerja membuat senyumnya semakin terlihat meremehkan.
“Lho kok kerja. Emang udah diceraikan Pak Zidan ya? Kasian banget, Bu Kirana,” ucapnya pedas tanpa perasaan.
Namun Kirana tetap memamerkan senyum di wajah.
“Bu Diana sembarangan kalau bicara. Jangan gitu, Bu! Kamu ini kok ngomong nggak dipikir dulu,” sentak Bu Irma menatap Diana geram.
“Enggak apa-apa, Bu Irma. Saya pergi dulu ya, takut telat nanti.”
“Silakan, Bu Kirana. Hati-hati di jalan,” sahut Irma pelan, ada rasa iba yang tergambar dari raut wajahnya.
Segera Kirana bergegas pergi karena tak ingin mendengar ucapan menyakitkan lagi yang akan dilontarkan Diana.
Wanita itu benar-benar tidak punya perasaan. Selalu mencari kesalahan orang lain dan menghinanya sesuka hati.
...✿✿✿...
“Selamat pagi.”
Sepanjang memasuki kantor, sapaan hangat dari karyawan membuat Kirana tersenyum.
Semangat.
Hari ini semuanya dimulai.
Awal baru.
Pekerjaan baru.
Menuju lantai dua puluh, dibutuhkan kartu akses yang kemarin didapat dari Riyanto.
Setelah sampai di atas kebetulan ada OB yang sedang bersih-bersih. Dari name tag yang terpasang tertulis namanya Sumini.
“Selamat pagi Bu Sumini.”
“Selamat pagi, Bu Kirana. Saya tadi dapat pesan dari Pak Riyanto, ini meja ibu. Pantry ada di ujung lorong belok kanan, bisa buat kopi buat Pak Ken di sana,” jelas wanita paruh baya itu sesuai yang diinstruksikan.
Kirana mengangguk dan melemparkan senyum tipis. “Makasih, Bu.”
Segera kakinya melangkah menuju ke Pantry membuat kopi seperti yang telah diberitahu sebelumnya.
Secangkir kopi hitam tanpa gula. Setelah selesai dia segera bergegas kembali dan tubuhnya terlonjak kaget karena melihat di dalam ruangan sudah ada orang.
Dia menunduk sungkan.
“Maaf, Pak Ken. Saya pikir Anda belum datang,” ucapnya segan karena tak mengetuk pintu.
“Letakkan saja di meja,” sahutnya dengan suara berat. “Ini kamu pelajari dulu. Dan tolong juga ini arsipkan sesuai waktunya.” Mengulurkan beberapa dokumen tebal.
“Baik, Pak.” Tangannya segera mengambil dokumen tersebut. “Saya permisi, Pak.”
Kirana segera duduk di meja kerjanya dan mulai mempelajari pekerjaan sesuai jobdesk.
Dia harus memeriksa seluruh pekerjaan dari setiap divisi sebelum diserahkan, mengatur jadwal pertemuan, pembuatan surat kontrak, negoisasi dan mengerjakan tugas yang berkaitan dengan kerjasama.
Belum apa-apa sudah terdengar suara helaan napas yang terlihat berat. Ternyata pekerjaan sekretaris tidak mudah dan sedikit berat dibandingkan menjadi staf biasa.
Gaji dan tunjangan yang diterima besar, tetapi tanggung jawab yang diemban juga besar. Diam-diam dia meringis menyadari kebodohannya.
Tentu semua itu adalah timbal balik yang sepadan.
Dia menyemangati diri sendiri. Matanya kembali fokus membaca setiap penjelasan yang tertulis.
Satu dokumen selesai, kini dia harus mengarsipkan dokumen sesuai perintah. Ternyata tak membutuhkan waktu lama, sekitar satu jam kemudian semuanya sudah siap.
Matanya melirik jam di pergelangan tangan. Setengah sebelas, masih ada sekitar dua jam waktu istirahat.
Tangannya mengetuk pintu ruangan CEO dan masuk setelah mendapat persetujuan.
“Semuanya sudah selesai, Pak.”
Pria itu segera mengambil dokumen-dokumen tersebut. Mendongak sekilas untuk menatap sekretaris barunya. Wajah cantik dengan bibir yang selalu menyunggingkan senyum.
“Kenapa Pak?” tanya Kirana saat pria itu menatapnya.
“Oh, maaf. Hanya terkejut, kok cepet banget,” sahutnya datar.
Kirana tersenyum tipis. “Apalagi yang bisa saya kerjakan, Pak?”
Pria itu kembali meyerahkan dokumen yang lain. “Itu pekerjaan dari divisi pemasaran, coba kamu cek dan berikan noted kertas kecil jika ada yang kurang menarik.”
Kirana mengangguk. “Baik Pak.”
“Pak Ken makan siang mau dipesankan makanan atau makan di luar?” Kirana melontarkan tanya sebelum keluar ruangan.
“Makan siang di luar.”
Setelah kepergian Kirana, pria itu tersenyum samar seperti menyembunyikan sesuatu.
Aska Kendrick Rusady, siapa sebenarnya dirimu?
To Be Continue ....