Bagaimana perasaanmu jika kamu di madu di saat pernikahanmu baru berumur sepekan? Itu yang aku alami, aku di madu, suamiku menikahi kekasihnya yang teramat di cinta olehnya.
Aku tak pernah dianggap istri olehnya, meski aku istri pertamanya. Namun cintanya hanya untuk istri keduanya
Aku menjalani pernikahan ini dengan begitu berat. mungkin ini cara ku untuk membalas kebaikan pada Ayah Mas Alan, beliau begitu baik membiayai kuliahku selalu menjaga dan melindungiku setelah Ayah dan Ibuku meninggal saat diriku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
Aku tak habis pikir jika kisah hidupku akan serumit ini, di tinggal orang tua, menikah pun di madu. Sungguh tragis kisah hidupku.
Hingga akhirnya Ayah sangat membenci Mas Alan setelah tahu kelakuan anaknya, dan Ayah membawaku pergi jauh dari kehidupan Mas Alan dan Maduku setelah aku dan Mas Alan bercerai.
Cerita ini karena terinspirasi tapi bukan plagiat! Bacalah, dan temukan perbedaannya🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon winda W.N, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 9. Berbohong atau jujur
Ku suapi Ayah mertuaku dengan penuh kasih dan kelembutan, ku pandangi tubuh yang kurus dan sudah tidak segagah dulu.
"pagi Yah," aku dan Ayah menoleh ke arah sumber suara itu.
"gimana keadaan Ayah, apa sudah baikan?" tanya Mas Alan.
"Ayah sudah lebih baik," jawab Beliau lirih.
"Ayah harus selalu sehat, Alan sedih jika Ayah sakit lagi," lagi lagi ucapan itu menyentuh hatiku.
"Ayah janji, Ayah akan selalu baik baik saja. Ayah masih ingin terlihat gagah saat menggendong cucu Ayah nanti," ucap Ayah dengan wajah bersinar binar.
"cucu...," ucapku bersamaan dengan Mas Alan. Mata kami saling pandang, dalam hatiku berbicara 'cucu dari siapa'.
"Ayah jangan memikirkan itu dulu, sebaiknya Ayah fokus pada kesehatan Ayah dulu," ucap Mas Alan mencoba untuk mengalihkan pertanyaan Ayah.
"Ayah akan semakin sehat dan gagah, jika kalian segera memberi Ayah cucu,"
Aku hanya menunduk, tak tahu harus menjawab apa. Cucu dari aku dan Mas Alan, itu mustahil. Mas Alan saja enggan menyentuhku.
"Ayah tenang saja, doakan saja agar kami cepat di karuniai Anak ya Yah," ucapan Mas Alan yang mengejutkanku. Entah apa yang akan di rencanakan Mas Alan, apa mungkin dia sudah mulai mencintaiku? Atau hanya sekedar ucapan agar Ayah merasa senang.
"Nia, sebaiknya kamu berhenti kerja nak. Agar tidak kecapekan dan bisa cepat hamil," ucap Ayah.
"nanti Nia pikirkan dulu ya Yah," jawabku dan sedikit melirik wajah Mas Alan. Dia tersenyum padaku, senyum yang sulit untuk ku artikan.
Pukul 12.30.WIB, sehabis sholat dzuhur. Aku duduk di kursi balkon kamar. Ku pandangi langit yang cerah, banyak burung burung berterbangan. Lalu ku tatap ponsel di tanganku, yang sedari pagi belum ku sentuh. Ada pesan dari Lena.
"Nia, kamu balik jakarta kapan?" isi pesan Lena
"hari minggu aku udah balik Len, soalnya aku cuma ijin seminggu aja, ada apa?" tanyaku
"lama amat, aku udah kangen nih ma kamu,"
"kangen curhatanku apa kangen tangisanku," godaku padanya.
"dua duanya, hhh..," balasnya.
"apa kamu gak bosen denger curhatan dan tangisanku Len,"
"buat apa bosen, itu salah satu hiburanku tau..," balasnya membuatku tersenyum.
"kalau gitu aku gak akan curhat padamu lagi," jawabku pura pura kesal.
"gitu aja marah, ya jelas aku kangen tertawa bareng sama kamu, jalan jalan bareng seneng seneng bareng lah,"
Setelah chatku dan Lena berakhir, ku letakkan ponselku di meja. Aku berdiri menikmati pemandangan di atas. Ku lentangkan kedua tanganku, ku tarik napas panjang lalu ku hembuskan pelan.
"Ya Allah, terima kasih sudah di beri umur panjang sampai detik ini. Terima kasih Engkau sudah menghadirkan Ayah mertua yang baik dan sahabat terbaik seperti Lena di hidupku. Tanpa mereka hidupku terasa sendiri setelah kepergian Ayah dan Ibuku," ku pandangi langit langit biru.
"andaikan aku bisa terbang, aku ingin bermain dengan burung burung itu. Mereka terlihat saling menyayangi satu sama lain, mereka selalu bersama sama tak ada yang sendirian," ucapku lirih namun masih bisa di dengar oleh makhluk Allah yang ada di belakangku.
"apa kau rindu Ayah dan Ibumu?" tanya Mas Alan.
"kamu," ucapku terkejut.
"ya jelas aku merindukan Ayah dan Ibuku," jawabku ketus.
"kau di dunia ini tidak sendiri Nia, ada Ayah ada aku dan juga Lala," ucapnya.
"kamu dan Lala?" tanyaku yang di jawab anggukan oleh Mas Alan.
Aku tersenyum getir, dia dan Lala hanya akan membuat hatiku terluka dan merasa sendiri. Apa Mas Alan lupa, jika dirinya kalau sudah berduaan dengan Lala maka dia bisa melupakan segalanya.
"aku kembali ke jakarta besok, Lala ternyata hanya tiga hari di Surabaya. Dia pasti kesepian di rumah sendirian," ucapnya.
"hm...," jawabku singkat. Mas Alan benar benar egois.
"hari sabtu aku ke sini lagi untuk menjemputmu,"
"aku bisa berangkat sendiri, tidak usah di jemput. Kasihan Lala sendirian di rumah," cetusku.
"aku akan menjemputmu, jadi baik baik di sini," ucapnya.
Tumben banget Mas Alan perhatian, mungkin hanya ingin aku terlihat tenang di rumah Ayah. Mustahil bagiku jika Mas Alan bisa perhatian denganku.
"terserah kamu," jawabku lalu ku masuk meninggalkannya di balkon.
Aku keluar menuju kamar Ayah, untuk melihat keadaan Ayah.
"Ayah...," panggilku lembut.
"Nia, sini nak masuk," pinta Ayah.
"gimana Ayah sudah semakin baikan kan?" tanyaku memastikan.
"Ayah udah baikan, apa lagi pas lihat senyum gadis sholeha di depan Ayah, membuat Ayah semakin sehat," goda Ayah padaku.
"ah...Ayah, jangan muji muji Nia seperti itu. Nanti Nia bisa GeEr Yah,"
"Ayah bicara kenyataan nak, apa kau bahagia bersama Alan nak?" tanya Ayah, aku terdiam apa aku harus berkata jujur atau harus berbohong. Ayah baru saja terlihat sehat, apa aku tega berkata jujur padanya yang bisa membuat beliau sakit kembali.
krn lala wujud iblis berbentuk manusia.
lala sudah menghancurkan pernikahan nia dan alan.