Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 20
"Mbak Intan?!", Arya kaget melihat Intan berada di ruang kunjungan bersama Zaki.
Intan dan Zaki segera berdiri menyambut Arya dengan senyuman yang sebenarnya dipaksakan untuk menutupi kesedihan atas kondisi Arya.
"Bagaimana Mbak Intan bisa ke sini?"
"Itulah enaknya kalau lo punya sodara anak sultan Ar. Tinggal telpon, semua langsung beres"
Malah Zaki yang bangga entah kenapa.
Arya terlihat kurang senang dengan ucapan Zaki dan itu membuat Intan jadi tak enak.
"Maafkan Mbak Ar. Mbak gak punya cara lain lagi buat ketemu kamu. Ada yang perlu Mbak sampaikan sama kamu tentang Tiara"
Mendengar nama Tiara, Arya langsung fokus.
"Ada apa dengan Tiara Mbak?"
Arya jadi khawatir, kalau-kalau ada hal buruk yang dialami isterinya.
Tapi bukannya menjawab, Intan malah terisak. Arya jadi panik melihat hal itu.
"Mbak, ada apa Mbak? Apa yang terjadi pada Tiara?"
"Mereka membawa paksa Tiara ke Paris Ar, Mbak gagal mencegahnya", tangisan Intan bertambah.
Mendengar itu Arya kaget dan pikirannya langsung kalut. Dia terkurung di tempat ini dan tak bisa berbuat apa-apa untuk isterinya. Zaki yang mendengarkan pembicaraan kedua orang itu hanya menunjukkan ekspresi bingung, tak paham dengan apa yang sedang mereka bahas. Tapi ia tak berani pula bertanya.
"Siang ini Mbak akan berangkat ke sana. Bagaimanapun caranya, Mbak akan membawa Tiara pulang"
"Juga ada hal lain lagi yang harus kamu tahu Ar. Dan Zaki, Mbak sebenarnya gak mau ikut melibatkan kamu, tapi hanya kamu teman dekat Arya yang bisa membantunya"
Kemudian Intan menceritakan tentang video CCTV ruangan Hanif, penangkapan Arya yang didalangi Pierre dan Andre, janji ayah tirinya untuk menikahkan Tiara dengan Louis, , serta siapa dan apa yang bisa dilakukan oleh Phillippe de Bourbon dan Gerard Vermont.
Arya dan Zaki kaget bukan main. Ada sedikit rasa kecewa di hati mereka karena Intan tak memberitahu hal itu lebih awal. Bukan Arya menyesali pernikahannya dengan Tiara. Andaipun dia tahu lebih awal, dia akan tetap menikahinya. Tapi paling tidak dia bisa melakukan antisipasi agar hal seperti ini tak perlu terjadi.
"Sekali lagi maafkan Mbak Ar. Mbak terlalu egois sampai menyeret kamu ke masalah keluarga kami"
"Sudahlah Mbak, semua sudah terlanjur terjadi. Yang penting apa yang harus kita lakukan sekarang. Saya hanya berharap masalah ini cepat selesai dan segera bisa bertemu dengan Tiara"
Walau ingin, Arya sadar kalau dia tak mampu berbuat apapun untuk menolong Tiara. Dan itu membuatnya sangat sedih.
********
Mita masih setia menunggu di ruang tunggu bersama Alin. Dia tak ikut masuk menemui Arya, sungkan bila ternyata yang ingin dibicarakan Intan adalah masalah pribadi. Sedangkan dirinya bisa dibilang orang yang masih asing, yang baru datang di kehidupan Arya.
Sementara di meja kerjanya, Rizal tak bisa menyembunyikan wajah kesalnya. Ingin rasanya ia mengusir wanita itu. Tapi apalah daya, pangkatnya masih kalah tinggi dengan koneksi wanita itu.
Mita melihat ke arahnya masih dengan pandangan angkuhnya. Rizal menatapnya dengan tatapan sinis. Tak disangka Mita malah membalasnya dengan menjulurkan lidah mengejek Rizal. Rizal tersentak dan melotot mendapat perlakuan seperti itu.
Tak senang, ia berdiri bermaksud membentak Mita. Tapi kedatangan Zaki dan Intan membuatnya membatalkan niatnya.
"Maaf bang, kami tak akan melakukan cara seperti ini andai tidak terdesak", ucap Zaki masih tak enak dengan Rizal.
Rizal hanya diam dan menghela nafasnya. Diliriknya Intan yang berada di samping Zaki. Zaki seperti tersadar akan sesuatu, kemudian mendekati Rizal dan berbisik di dekat telinganya.
"Sudah ada yang punya bang, bentar lagi nikah"
Rizal terperangah mendengar ucapan itu kemudian berdehem untuk menetralkan rasa malunya. Dalam hatinya dia mengumpat kepada Zaki.
"Bang, besok Minggu makan siang di rumah ya? Mama Chika mau masak masakan spesial. Lagian udah lumayan lama mereka gak ketemu abang, pasti mereka rindu"
Rizal hanya mengangguk.
"Kalau begitu kami permisi dulu. Assalamualaikum"
Diikuti oleh Intan yang kini senyumannya entah mengapa terasa perih di hati Rizal.
Di ruang tunggu, Zaki dan Intan disambut oleh Mita. Zaki mengatakan sesuatu kepada Mita yang membuat wanita itu mengerutkan dahinya, kemudian ia mengangguk-angguk sebelum akhirnya mereka semua meninggalkan kantor polisi.
**********
"Bagaimana perkembangan kondisi Hanif pak?", tanya Irwan saat makan siang bersama Hermawan.
"Masih belum terlalu banyak perkembangan Wan. Aku khawatir, ia tidak bisa sembuh total seperti semula"
"Wan, mengenai apa yang terjadi dengan perusahaan kita, sepertinya aku tahu dalang di balik ini semua. Aku baru menyadarinya kemarin saat bertemu dengan saudaraku dan membahas tentang ini"
"Maksud bapak?", Irwan mengerutkan dahinya.
"Hanif memutuskan sepihak rencana pernikahan dengan calon isterinya. Dan kau tahu siapa orang tua dari calon isterinya itu?"
Irwan masih memasang ekspresi yang sama.
"Ibrahim Hasan", Hermawan menjawab pertanyaannya sendiri.
Barulah ekspresi Irwan berubah.
"Almarhum ayah Hanif merupakan sahabat Ibrahim sejak mereka kuliah dulu. Itulah mengapa Ibrahim ingin memperkuat hubungan baik keluarga mereka dengan menikahkan puteri tunggalnya dengan Hanif. Tentu saja ibu dan saudara Hanif setuju, dan sepertinya saat itu Hanif sendiri tak keberatan mengingat dia sendiri memang tak punya kekasih. Entah apa yang kemudian hari membuatnya nekad membatalkan pernikahan itu"
"Tapi sebaik apapun hubungan mereka, siapapun tak akan terima mendapat penghinaan seperti yang telah Hanif perbuat pada keluarga Ibrahim. Apalagi saat waktu pernikahan mereka tinggal dua hari lagi", Hermawan menghela nafas mengingat kelakuan keponakannya yang memang sungguh keterlaluan.
"Lalu, apa rencana bapak selanjutnya?"
Hermawan mengusap kasar wajahnya.
"Sepertinya aku harus menemuinya. Mengesampingkan harga diriku dan meminta atau kalau perlu memohon agar dia segera menghentikan pencekalan terhadap proyek-proyek di perusahaan kita. Terlalu besar yang harus dikorbankan bila aku tak berbuat apa-apa. Perusahaan itu aku rintis bersama ayah Hanif dengan susah payah hingga bisa besar seperti sekarang. Aku tak akan membiarkannya hancur tanpa melakukan apapun"
Hermawan bicara dengan tekad yang terlihat jelas di wajahnya.
"Saya senang mendengarnya Pak. Dan bapak bisa mengandalkan saya kapanpun diperlukan"
Irwan pun sepertinya sudah tertular tekad Hermawan.
Hermawan mengangguk seraya tersenyum senang. Paling tidak dia tak akan berjuang sendirian.
********
Di hari Minggu..
"Kita ke alamat itu", ucap Mita kepada Alin di belakang kemudi setelah dia mengirimkan alamat yang ia maksud ke ponsel Alin.
Alin melihat ke ponselnya kemudian mengaktifkan fitur GPS, lalu segera melajukan mobil ke tempat tujuan mereka.
Beberapa waktu kemudian, mobil tersebut sudah memasuki sebuah kawasan komplek perumahan di pinggiran kota Jakarta. Rumah-rumah disitu memang tidak terlalu besar, tapi halaman dan lingkungannya terlihat rapi dan asri. Melihatnya saja membuat Mita berkhayal suatu saat dia juga ingin tinggal di tempat seperti ini bila sudah menikah nanti. Hah.. menikah.. sebuah perkara yang baru saja gagal dia jalani, bahkan berbuntut kejadian naas yang menimpa mantan calon suaminya.
Mobil kemudian berhenti di depan salah satu rumah. Di halamannya terlihat seorang laki-laki tengah menggendong bayi perempuan. Bayi itu tergelak senang bukan main dengan candaannya. Mita mengenali lelaki itu. Ya, itu Rizal. Musuh bebuyutannya dari kepolisian. Tapi tanpa seragam dan dengan tampilan yang lebih santai.
Kemudian Mita baru tersadar, kenapa pula lelaki itu ada di rumah Zaki? Dan bayi perempuan itu, apakah anaknya? Mengapa dia membawa keluarganya ke rumah Zaki? Apakah mereka dekat, atau jangan-jangan saudara?
Mita merasa jengah melihat adanya Rizal di situ. Tapi demi Arya, terpaksa dia harus mengesampingkan perasaan itu. Urusan saudaranya jauh lebih penting.
Mita turun dari mobilnya, sedangkan Alin dia suruh tetap menunggu di mobil untuk berjaga kalau-kalau ada yang mencoba memata-matai mereka.
Saat Mita melangkah memasuki halaman rumah Zaki, Rizal terlihat seperti terkejut dengan kedatangannya. Kemudian muncul ekspresi yang sudah akrab di mata Mita. Ekspresi yang jauh berbeda dibanding saat dia bercanda dengan bayi perempuan di gendongannya.
"Ada perlu apa?! Apa masih kurang berbuat semaunya di kantor polisi? Mau macam-macam lagi di sini?!", sambut Rizal sengit.
Mendengar nada suara dan ekspresi Rizal yang terlihat galak, membuat Chika yang ada di gendongannya tiba-tiba menangis takut. Menyangka kalau pamannya sedang marah padanya.
Sontak Rizal menjadi panik kemudian menimang-nimangnya demi membuatnya kembali tenang. Mita yang melihat itu malah tertawa mengejek. Tapi dalam hatinya dia merasa lucu, melihat bagaimana ekspresi dan gaya Rizal berubah-ubah secara drastis.
"Kenapa Bang? Chika, kenapa nangis nak? Sini sama Mama", Mama Chika tergesa-gesa keluar rumah karena mendengar suara tangisan Chika. Ketika melihat ada Mita, dia kemudian tersenyum ramah.
Mita menatap lekat Mama Chika yang sedang berusaha menenangkan anaknya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Itu rupanya isterinya. Lumayan cantik sih, apalagi kalau dia berdandan seperti dirinya. Kalau seperti itu, kira-kira siapa yang bakal lebih cantik?
Hah, pertanyaan macam apa itu?! Tentu saja dirinya lebih cantik. Setiap orang yang pernah ditemuinya pasti mengatakan kalau dirinya cantik. Eng.. Ya.. Tidak semuanya sih. Polisi galak itu sepertinya tak pernah terlihat terpesona dengan kecantikannya. Atau.. apa karena dia sangat mencintai isterinya, hingga matanya tertutup akan pesona wanita lain? Seperti yang sering dikatakan Papanya saat membicarakan Ibunya.
"Chika sayang.. kenapa nangis.. sini Papa gendong. Cup.. cup.. anak cantik jangan nangis..", tiba-tiba Zaki muncul dari dalam rumah langsung mengambil bayi itu dari gendongan isteri Rizal, begitu yang Mita sangka.
Walaupun sedetik kemudian dia malah jadi bingung sendiri akan hubungan keempat manusia di hadapannya.
Bagus...