TELUH GASIANG TANGKORAK

Wati membuka warungnya. Meskipun masih sepi, ia tetap meyakini jika ada yang datang membeli dagangannya.

Ia menatap nanar pada dagangannya, berharap para tetangga iba dengan kondisinya yang sekarang, dan membantunya dengan membeli kebutuhan diwarungnya.

Sesaat terdengar suara erangan dari sang suami. Jika disebut ia bosan, maka siapapun yang pernah merawat orang sakit dengan kondisi hamil dan ekonomi yang tidak baik-baik saja, maka akan lemah imannya, ditambah lagi tidak pernah mengingat tentang Rabb-Nya, maka semua akan semakin begitu rentan.

Ia menghela nafasnya dengan begitu berat. Rintihan-rintihan memilukan yang didengungkan oleh Adjie seolah sudah menjadi makanannya sehari-hari.

Rasa sakit yang diderita oleh pria tersebut, membuatnya semakin begitu memprihatinkan. Namun saat mengenang jika rumah yang saat ini ia tempati atas namanya, itu cukup membuktikan, jika pria memiliki cinta untuknya.

"Mbak, beli sabun cuci creamnya satu," seorang tetangga datang membeli barang dagangannya. Secercah senyum harapan menghiasi bibirnya dan ia bergegas mengambil barang yang diminta.

Wuuuuussh....

Desiran angin menyapu tengkuknya. Seketika bulu kuduknya meremang, dan ia segera mengambil sabun yang diminta dan memberikannya pada sang pembeli.

Sementara itu, Adjie masih mengerang kesakitan. Tubuhnya sangat begitu sakit, dan ia seolah tak sanggup lagi untuk terus hidup. Namun harapannya ingin melihat sang buah hatinya lahir kedunia dengan selamat, membuat ia terus bertahan dalam penderitaannya.

Matanya terpejam dengan giginya yang merapat saat rasa perih dan juga panas menjalar dibagian anunya, dan kini perutnya terasa bagaikan diaduk-aduk dengan rasa sakit yang tak dapat ia bantahkan.

Sesaat ia merasakan sapuan telapak tangan yang berukuran sangat besar dan melebihi wajahnya dengan jemari sebesar pisang tanduk.

Perlahan sapuannya turun hingga kebagian anunya, dan berhenti sangat lama disana, lalu menghilang dengan tiba-tiba setelah batang perkutut itu mulai mengendur dan rasa sakitnya sedikit mereda.

Pria itu sedikit lega, meskipun masih ada rasa nyeri yang tertinggal, akhirnya ia bisa tidur pulas.

Setelah menyelesaikan jual belinya, Wati merasa sedikit curiga dengan kondisi suaminya yang senyap tanpa erangan. Ia khawatir terjadi sesuatu tanpa ia sadari.

Ia membuka lemari pendingin, lalu mengambil air dingin yang ia simpan dalam botol bekas dan membawanya ke kamar. Ia berniat untuk mengompres anu suaminya.

Wanita itu berjalan memasuki ruang kamar. Terlihat Adjie mendengkur dengan halus.

Wati mengerutkan keningnya, sebab ini tak biasa, karena sang suami biasanya tidak berhenti dengan rintihan kesakitannya.

Ia berjalan perlahan menghampiri sang suami. Bahkan ia menempelkan jemari telunjuknya untuk memastikan apakah suaminya masih bernafas, meskipun jelas terdengar suara dengkurannya.

"Ternyata masih hidup," ucapnya dengan begitu lega.

Ia menyingkap sarung yang dikenakan oleh sang suami. Burung perkutut itu tak lagi mengeras. Warna kemerahan mulai memudar, dan benjolan kecil dalam jumpah yang cukup banyak mulai pecah dan mengering.

Kini ia menyadari, ternyata itu adalah penyebab sang suami tertidur pulas.

Ia mengambil kain kompres, lalu membasahinya kembali dengan air dingin dan menempelkannya dibatang yang mulai mengkerut tersebut.

Wanita itu memandang wajah sang suami. Dalam kondisi tertidur, ia menyadari jika pria itu memiliki wajah yang manis. Hidung bangir dengan rahang tegas, namun otot tubuhnya mulai menghilang.

Tubuhnya tampak kurus setelah beberapa waktu mengalami sakit yang tidak dapat diprediksi oleh dokter.

Sesaat ia terkenang masa silam, dimana ia pernah menolak cinta sang pria dengan kasar, hingga akhirnya ia tiba-tiba jatuh cinta dan mengejarnya, lalu kini mengandung anak pria yang pernah ia benci setengah mati.

Jika membayangkan hal tersebut, maka ingin rasanya ia berlari ke masa lalu, tanpa ada pria itu dikehidupannya.

Namun, pria ini juga yang sudah menyelamatkan rasa dihina oleh mantan suaminya yang mengatakan ia mandul, dan ternyata berkat Adjie, ia membuktikan jika dirinya bukan wanita yang dihinakan.

Wati mengusap perutnya yang membuncit. Ia berharap jika anaknya kelak lahir dengan selamat dan sang suami sembuh dari segala sakit dan penyakitnya.

Lamunannya buyar, saat tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara teriakan burung gagak yang melintas dari atap rumahnya. Jantungnya berdegub kencang sisa dari keterkejutannya.

Wanita itu kembali menutup kain sarung milik sang suami, dan kembali ke warungnya.

*****

Malam yang dingin. Angin berhembus dengan begitu kencang. Dedaunan dan ranting bergoyang seolah penari yang mengikuti alunan musik.

Suara-suara binatang terdengar bersahutan. Seorang wanita muda sedang memasak air untuk menyeduh teh dengan menggunakan tungku api dari kayu bakar.

Panci yang menghitam, dan kobaran api yang membumbung, menjadi pusat perhatiannya. Ia mengenang masa lalu, dimana dirimah ini, ia pernah melihat seseorang tanpa sengaja yang menggunakan jubah dan penutup kepala sedang memainkan gasing tengkorak tersebut.

Ia tidak tahu itu siapa, namun setelahnya, esok pagi ada tetangga yang meninggal dunia dengan muntah darah.

Dahulunya sekitar mereka banyak rumah tetangga. Mereka hidup dengan bertani dan juga damai. Namun karena banyak warga yang meninggal secara mendadak dan berpenyakit aneh, maka perlahan mereka meninggalkan perbukitan dan menjauh.

Sesat air mendidih, uapnya terasa panas. Ia menyeduh teh dalam sebuah teko, dan membawanya ke ruang depan.

Sementara itu, Anton masih didalam kamarnya. Ia tampaknya sedang melakukan sesuatu bersama sang istri.

Rasa yang sudah lama ia tahan, tak lagi dapat ia bendung dan terpaksa mengikat kedua tangan istrinya untuk demi menyalurkan hasratnya.

Terdengar suara Mawar yang tertawa menahan gejolak didalam dadanya, meskipun terkadang memberontak, namun ia tak dapat memungkiri dengan sensasi yang diciptakan oleh sang suami.

Janny menggelengkan kepalanya. Ia tak habis fikir jika sang abang sanggup berbuat mesra saat ia menginap dirumahnya, tak dapatkah menunggunya hingga esok ia kembali.

Tak berselang lama, pria itu keluar dari kamar, lalu nyelonong ke kamar mandi dan terdengar ia sedang bersiul karena berhasil menganu sang istri.

Sedangkan Mawar-kakak iparnya ikut keluar dari kamar dan berjalan celingukan tanpa busana.

Janny berjalan menghampirinya, lalu menggedor pintu kamar mandi dan meminta sang kakak untuk memandikan wanita itu bersama.

Saat keduanya berada didalam kamar mandi, Janny merasakan sesuatu yang berhembus dibagian tengkuknya. Seketima bulu kuduknya meremang. Ia mengusap dengan perlahan.

Sssssshhhhss.....

Wanita itu menoleh kearah suara yang terdengar berbisik dan membuat ia kembali meremang.

Sesaat ia melihat sosok berbulu memasuki sebuah ruang yang tampak sangat gelap karena tidak ada penerangan disana.

Janny mengingat ada satu pelita didapur, dan ia berencana untuk mengambilnya, dan akan memeriksa sesuatu yang mencurigakan dan membuatnya sangat penasaran.

Ia mendapatkan apa yang dicarinya. Lalu bergegas menuju ruang yang pernah menjadi saksi jika ia melihat seseorang sedang bermain gasing tengkorak.