Lulu, seorang yatim piatu yang rela menerima pernikahan kontrak yang diajukan Atthara, demi tanah panti asuhan yang selama ini ia tinggali.
Lulu yang memerlukan perlindungan serta finasial dan Atthara yang memerlukan tameng, merasa pernikahan kontrak mereka saling menguntungkan, sampai kejadian yang tidak terduga terjadi. “Kamu harus bertanggung jawab!”
Kebencian, penyesalan, suka, saling ketertarikan mewarnai kesepakatan mereka. Bagaimana hubungan keduanya selanjutnya? Apakah keduanya bisa keluar dari zona saling menguntungkan?
Note: Hallo semuanya.. ini adalah novel author yang kesenian kalinya. Semoga para pembaca suka..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Ayam Katsu
Lulu pulang kembali ke panti asuhan dengan menggunakan angkot karena ia tidak ingin membuat sang ibu curiga. Sampai di panti, adik-adik menyambutnya mengira kakak mereka membawakan hadiah karena kedua tangan Lulu penuh dengan paperbag.
Selain butik, Atthara juga membawa Lulu ke toko sepatu dan tas untuk melengkapi penampilannya. Jadilah Lulu pulang dengan beberapa paperbag di tangannya.
“Maaf, ini belanjaan Kakak. Sebagai gantinya, ini ada uang untuk membeli eskrim.” Lulu megeluarkan uang dari tasnya dan memberikannya kepada anak yang paling besar agar bisa bertanggung jawab membelikan adik-adik eskrim.
Segera saja adik-adik tersenyum gembira. Jarang-jarang mereka bisa menikmati eskrim, sehingga anak yang paling besar meminta mereka untuk duduk menunggunya membeli eskrim. Adik-adik menurut karena mereka sudah terbiasa dengan pengaturan Lulu.
“Kamu dari mana saja?” tanya Ibu Asih.
“Cari kerja, Bu dan Alhamdulillah diterima. Tapi Lulu harus tinggal disana karena jaraknya yang lumayan jauh, tidak memungkinkan untuk pulang pergi.”
“Pekerjaan apa?”
“Admin di sebuah kantor finance, Bu.”
“Itu apa?”
“Ini pakaian yang akan Lulu kenakan saat bekerja karena mereka menuntut Lulu untuk berpakaian rapi dan tidak kumal.”
“Belum bekerja saja sudah banyak yang dibeli, gajinya bagaimana, Mbak?” tanya Ningsih.
“Aman. Nanti setiap bulan aku akan mengirimkannya di rekening Ibu. Kamu yang akan bertanggung jawab mengambilnya.”
“Kamu tidak bisa pulang?”
“Kalau ada waktu ya, Bu. Kalau hanya libur sehari, sepertinya sulit untuk pulang.”
“Maafkan Lulu, Bu.” Batin Lulu.
Ia tahu, apa yang diawali dengan kebohongan akan menimbulkan kebohongan lain untuk menutupinya seperti yang ia lakukan saat ini. Tetapi ia sudah membulatkan tekad, jadi ia akan menerima semua konsekuensinya sendiri nanti.
“Ya sudah. Berarti tidak bisa jualan kue lagi. Kamu kabari Lila, nanti dia menunggumu.”
“Sudah, Bu. Tetapi kalau Ibu mau buat, Mbak Lila tetap akan menjualkannya nanti.” Ibu Asih mengangguk.
Walaupun kata-kata Lulu terdengar meyakinkan, entah mengapa beliau masih merasa ada yang janggal. Lulu memang bukan anak kandungnya, tetapi beliau sudah membesarkannya sejak bayi yang menumbuhkan ikatan mereka. Beliau berharap Lulu akan baik-baik saja.
Lulu membawa belanjaan ke dalam kamar dan menyusunnya ke dalam tas yang akan ia bawa besok. Sebelum itu, ia memilih satu untuk ia kenakan. Ia memilih model yang paling simple yaitu tunik set rok yang tidak banyak hiasannya hanya bordir bunga kecil dibagian kerah, lengan dan ujung tunik. Ia hanya membawa kebutuhan lain yang mau terlihat bagus. Ia tidak mau Atthara mengatakan pakaiannya tidak layak lagi.
Sorenya, Lulu berkutat di dapur dengan ditemani Ningsih. Kali ini ia tidak membuat kue, melainkan memasak untuk makan malam. Biasanya Bu Murni yang akan memasak makanan untuk mereka. Lulu hanya sesekali saja saat dirinya tidak berjualan atau sedang senggang.
“Apa nama makanan ini, Mbak?” tanya Ningsih yang baru pertama kali melihat makanan yang dibuat Lulu.
Selama ini makanan yang mereka konsumsi adalah sayur sop, sayur asam, sayur bening, sayur lodeh dan oseng-oseng. Soto, opor dan rawon hanya mereka nikmati saat lebaran.
“Ini Namanya ayam katsu.”
“Apa enak?”
“Nanti coba kamu rasakan!”
Gara-gara makanan yang dinikmatinya di restoran siang tadi, Lulu jadi mengubah gaya memasaknya menyesuaikan Atthara. Dan ayam katsunya saat ini ia padukan dengan kari ala jepang yang kaya akan rempah. Semua orang yang ada dimeja makan menatap aneh makanan yang ada dihadapan mereka.
“Ayo dimakan!”
“Ini makanan apa?” tanya Bu Murni.
“Ini ayam katsu dan kari, Bu.”
Bu Murni yang pertama kali merasakan masakan Lulu. Setelah merasakan perpaduan krispi ayam dan rempah kari, Bu Murni menganggukkan kepalanya. Segera semua orang mengikuti untuk menikmati makanan.
“Enak! Kalau setiap hari Mbak Lulu masak seperti ini, aku akan makan wortelnya sampai habis!” kata Dio yang tidak menyukai wortel.
Pujian juga dilontarkan oleh adik-adik yang lain, membuat Lulu tersenyum. Ibu Asih tersenyum. Lulu memang mudah beradaptasi. Tidak hanya makanan, Lulu juga mengubah variasi kue yang dijualnya mengikuti tren yang ada. Dulu saat Ibu Asih yang membuat kue, hanya sebatas kue bolu, lemper, cara bikang, serabi dan lumpia. Tetapi setelah Lulu yang mengambil alih, kue yang mereka jual menjadi bervariasi dan berubah setiap harinya.
Makan malam selesai, adik-adik bersiap belajar Bersama. Anak-anak yang paling besar membantu adik-adik mereka, sedangkan mereka akan belajar dengan Lulu setelah adik-adik selesai. Beruntung ada program sekolah gratis, sehingga adik-adik bisa mengenyam Pendidikan. Hanya SMP dan SMA yang membutuhkan banyak biaya nantinya. Saat ini hanya 2 yang duduk di bangkku SMP dan yang lainnya masih di bangku SD. Kebanyakan dari mereka adalah anak yatim piatu dan beberapa diantaranya adalah anak-anak yang memang dititipkan ke panti asuhan karena orang tua mereka tidak mampu.
“Kamu akan tinggal dimana di kota nanti?” tanya Ibu Asih saat Lulu mengantarkan beliau ke kamar.
“Disana disediakan tempat tinggal untuk karyawan, Bu. Walaupun harus berbagi kamar dengan teman yang lain, setidaknya Lulu tidak mengeluarkan uang untuk sewa.”
“Kamu hati-hati. Dikota tidak sama dengan disini. Tingkat kejahatan dikota lebih tinggi dibandingkan di desa yang hanya ada maling. Di sana ada copet, begal, bahkan orang yang iri dengan kita saja bisa memiliki niat membunuh.”
“Tenang saja, Bu. Lulu bisa jaga diri. Ibu lupa kalau Lulu ini sabuk hijau?”
“Iya, Ibu bisa tenang. Tapi jangan lupakan kewajibanmu, Nak. Dan tetaplah bersedekah.”
“Bukankah uang Lulu sudah dinikmati oleh adik-adik, Bu?”
“Itu berbeda, Nak. Kepada adik-adik itu adalah bentuk tanggung jawab. Tetapi kalau kamu bersedekah, tidak harus berupa uang.”
“Baik, Bu. Lulu akan ingat pesan ibu.”
Lulu kembali ke kamarnya setelah memastikan Ibu Asih tidur dengan nyaman. Ia melihat tas yang sudah ia siapkan dan pakaian yang ia gantung. Perbedaan gaya hidupnya dengan Atthara terpaut sangat jauh. Tidak hanya pakaian, makanan dan bahkan mungkin Lulu harus belajar banyak untuk bisa memenuhi standar Atthara yang menuntutnya menjadi istri yang bisa menemaninya disetiap acara.
Akhirnya ia membuka laptopnya dan menelusuri gaya hidup kalangan atas. Tetapi setelah menemukannya, Lulu menjadi semakin tidak percaya diri dibuatnya.
“Aku tidak mengira akan seperti ini.” Gumam Lulu.
Semua pakaian, sepatu dan tas yang dibelikan Atthara adalah barang bermerek yang hanya bisa dibeli oleh kalangan atas. Ia yang membeli barang mengandalkan diskon di e-commerce, merasa sayang dengan uang yang telah Atthara keluarkan untuknya.
“Biarkan saja! Dia yang memilihku, dia pasti sudah memperhitungkan semuanya. Dia juga mengatakan aku bisa menikmati semuanya, jadi aku akan menerimanya sampai batas waktu yang ditentukan nanti.” Gumam Lulu yang kemudian menutup laptopnya dan berangkat tidur.