"Kau masih gadis?"
"I-iya, Tuan."
"Bagus. Kita akan membuktikannya. Kalau kau berbohong, kau akan tahu apa akibatnya."
Bab 7
Carlton memasuki kasino nomor satu di Vegas, sebuah tempat megah dengan lampu-lampu kristal bergelantungan di langit-langit dan banyaknya orang-orang kalang atas yang hadir.
Dia mengenakan setelan jas hitam yang mahal, rapi tanpa cela, dilengkapi dasi satin berwarna merah gelap yang serasi dengan aura penuh percaya diri yang memancar darinya.
Carlton bukan hanya tamu di tempat itu, ia adalah sosok yang dihormati dan dianggap berbahaya.
Di tengah kerumunan orang kelas atas yang tertawa dan berbincang, Carlton melangkah menuju meja permainan eksklusif.
Di sana, sahabatnya sudah menunggu dan dia menyambut dengan senyuman lebar.
"Akhirnya kau datang juga," katanya sambil menjabat tangan Carlton.
Mereka duduk bersama, ditemani beberapa pemain lain yang juga adalah tokoh-tokoh berpengaruh.
Permainan dimulai dengan tenang, tetapi semangat semua orang segera tergugah begitu Carlton mulai melakukan taruhan besar.
Saat kartu-kartu dibagikan dan taruhannya semakin tinggi, segerombolan orang memasuki kasino.
Semua orang menoleh.
Di sana, sekelompok pria dengan setelan serba hitam muncul, dipimpin oleh seorang pria yang auranya tak kalah mengintimidasi dari Carlton.
Tora Baron.
Pria itu tersenyum tipis saat matanya bertemu dengan Carlton dari kejauhan. Sorot matanya yang gelap dan tajam mengingatkan Carlton pada tatapan dingin seorang pengkhianat yang menghancurkan ayahnya.
"Apa kabar, Carlton?"
Carlton membalas tatapan Tora dengan mata hijaunya yang tajam, tidak menyembunyikan sedikit pun kebenciannya.
"Lumayan," jawab Carlton singkat, sangat terkontrol.
Tora tertawa mengejek.
"Jawaban macam apa itu?"
Ia melirik asistennya, seorang pria besar dengan wajah tanpa ekspresi yang segera membuka kantong kulit berisi tumpukan chip permainan.
"Pasti akan menyenangkan bisa bermain dengan Carlton Rutherford malam ini," katanya sambil meletakkan semua chip itu di atas meja.
Hubungan Carlton dengan Tora telah lama menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar persaingan antar mafia.
Mereka bukan sekadar dua penguasa wilayah yang berebut kekuasaan; mereka adalah musuh bebuyutan yang bermain dalam permainan penuh tipu muslihat sejak mereka terjun ke dunia bawah.
"Jadi, kita main apa malam ini?" tanya Tora dengan nada santai, seolah-olah ketegangan di antara mereka hanyalah ilusi.
"Kurasa permainan apa pun akan tetap membuatmu bergabung kan?"
"Tentu saja."
Permainan pun dimulai.
Carlton, Tora, sahabat Carlton, dan beberapa orang lainnya duduk mengelilingi meja. Selama permainan berlangsung, Tora tidak pernah sekalipun mengalihkan pandangannya dari Carlton. Mereka saling menatap dari seberang meja, tatapan Carlton penuh kebencian yang dingin,sementara Tora bersikap seolah-olah tidak terpengaruh.
Setelah beberapa putaran, Tora mulai membuka percakapan.
"Bagaimana dengan gadis itu?"
Nada suaranya penuh dengan maksud terselubung.
Carlton mengerutkan kening.
"Apa maksudmu?"
"Yang kemarin kau temukan di pesta," jawab Tora santai sambil memeriksa kartunya. "Dia putri salah satu pejabat. Tak perlu khawatir, dia memang murahan. Aku tahu."
Rahang Carlton mengeras, katanya, "Aku tahu kau meletakkan salah satu caturmu di wilayahku."
Tora menyeringai.
"Hanya saja kau tidak tahu di mana catur itu diletakkan, bukan begitu?"
Mata hijau Carlton menyipit.
"Aku akan menemukannya."
Tora menyeringai semakin lebar.
"Oh, tentu saja. Dia sangat dekat denganmu.
Begitu dekat sampai-sampai kau tidak menyadarinya."
"Akan kubunuh pria itu jika aku berhasil menemukannya."
Tora mengerucutkan bibir.
"Siapa yang mengatakan kalau caturku itu laki-laki, Carlton?"
Saat mendengar itu, pikiran Carlton langsung tertuju pada Ariella Rosewood. Benar, sepertinya ia tidak salah. Ariella memang mata-mata yang dikirim Tora untuk misi tertentu.
Sialan.
Jadi, begitu Carlton keluar dari kasino. Ia segera menghubungi anak buahnya.
"Jangan izinkan gadis itu pergi. Aku harus menginterogasinya dengan benar kali ini."