Kamu pernah bilang, kenapa aku ngga mau sama kamu. Kamu aja yang ngga tau, aku mau banget sama kamu. Tapi kamu terlalu tinggi untuk aku raih.
Alexander Monoarfa jatuh cinta pada Rihana Fazira dan sempat kehilangan jejak gadis itu.
Rihana dibesarkan di panti asuhan oleh Bu Saras setelah mamanya meninggal. Karena itu dia takut menerima cinta dan perhatian Alexander yang anak konglomerat
Rihana sebenarnya adalah cucu dari keluarga Airlangga yang juga konglomerat.
Sesuatu yang buruk dulu terjadi pada orang tuanya yang ngga sengaja tidur bersama.
Terimakasih, ya sudah mampir♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terbuka dengan Jelas
"Zira," panggil Alexander cukup lantang.
Beberapa kilen dan staf yang tadi ikut meeting sempat menoleh, menatap bingung, siapa yang dipanggil Zira dengan suara yang cukup keras oleh laki laki yang sangat diangan angankan banyak perempuan.
Rihana yang sedang berjalan bersama Bu Zerina, Kak Aya dan Bang Hamka jadi menghentikan langkahnya. Reflek, seolah panggilan itu menghipnotisnya.
"Kenapa Rihana?" tanya Kak Aya heran melihat Rihana menghentikan langkahnya.
"Emm...."
"Maaf, bisa saya bicara dengan Rihana sebentar?" tanya Alexander yang sudah berada di dekat Rihana.
Banyak pasang menatap ke arah laki laki tampan yang punya berjuta pesona itu. Alexander Monoarfa.
"Silakan," ucap Bu Zerina sambil menatap Rihana dan Alexander bergantian. Agak penuh selidik. Setaunya, laki laki ini bakal jadi tunangan putri bos mereka.
"Kamu bisa langsung istirahat siang, Rihana. Sekarang juga hampir masuk jam makan siang," lanjurnya lagi sambil membetulkan kacamatanya.
Siapa yang berani menghalangi pewaris Merapi Steels? Apa dia mau dipecat? Batin Zerina.
Jantung Zerina masih kaget karena baru kali ini berkomunikasi dengan Alexander, laki laki dingin dan datar tapi sangat tampan.
Ngga disangka Rihana kenal dan sepertinya punya hubungan spesial dengannya.
Kak Aya dan beberapa yang lainnya juga sama kagetnya.
Selama mengikuti rapat beberapa hari yang lalu, laki laki most wanted ini yang selalu bersama temannya yang juga ngga kalah tampannya, ngga pernah menyapa siapa pun kecuali bos dan putri sang bos.
Ternyata dia mengenal Rihana!
Daiva juga memperhatikan bersama stafnya yang berada ngga jauh dari tempat Rihana berada.
Siapa dia sebenarnya?
Agak curiga juga Daiva. Seingatnya dua kali bertemu gadis itu terlihat habis menangis sedih
Dia kekasih Alexander? Kecurigaan memenuhi kepalanya.
"Terima kasih," jawab Alexander cepat sebelum Rihana sempat menjawab. Gadis itu masih terlihat terkejut atas tindakannya.
Alexander cepat menggandeng Rihana melewati para staf itu dan mengajaknya masuk ke dalam lift khusus CEO dan petinggi lainnya.
Beberapa staf ada yang menutup mulut mereka melihat tindakan Alexander
Begitu pintu lift tertutup, Rihana langsung memukul pundak Alexander beberapa kali saking kesalnya.
Tapi Alexander malah tertawa lepas.
"Alex, nanti aku bisa dipecat," omelnya tambah kesal melihat Alexander yang terus saja tertawa.
"Malah bagus, kan. Langsung lamar jadi aspriku, ya," goda Alexander dalam tawanya yang kelihatan sangat senang.
"Ngga mau," tolak Rihana cepat. Wajahnya masih merona dan jantungnya masih berdebar ngga menentu akibat tindakan gegabah Alexander.
Dalam hati Rihana muncul perasaan senang, takut campur malu karena diakui oleh Alexander di depan para staf kantor yang tentu saja tau mengenai isu perjodohan Alexander dengan putri bos mereka.
Apa nanti yang harus dia jawab kalo mereka yang melihat menginterogasinya.
Alexander masih tertawa saja mendengar omelannya. Tangannya mengacak rambut Rihana.
Perasaannya plong. Lega. Sesaknya sudah hilang melihat wajah merona dan kegugupan gadis ini.
Begitu pintu lift terbuka, mereka sudah berada di area basemen.
Lagi lagi mereka menjadi sorotan oleh beberapa sekuriti, karena masih setengah jam lagi istirahat karyawan. Tapi karena yang menggandeng karyawan baru perusahaan adalah salah satu pewaris grup konglomerat yqng merupakan rekan bisnis bosnya, mereka hanya bisa mengawasi dengan pikiran pikiran yang penuh bumbu kecurigaan.
Tapi Alexanader dengan santai menggandeng Rihana ke arah mobilnya.
Dia pun membuka pintu mobilnya dan mempersilakan gadis itu masuk duluan. Kemudian menutup pintu dan berjalan tenang ke arah pintu mobilnya.
"Alex, kenapa harus begini cara ngajak aku pergi," protes Rihana merasa sungkan dengan orang orang yang sudah melihat mereka.
"Siapa suruh menghindar," senyum Alexander sambil menghidupkan mesin mobilnya.
"Aku ngga menghindar," bantahnya sambil berpaling ke arah keluar jendela.
Dia juga gugup naek mobil mewah Alexander. Belum pernah. Rihana mentaksir harga mobil ini bisa satu milyar lebih. Dan dia sekarang ada di dalamnya. Mimpi apa dia tadi malam.
Padahal malam tadi seingatnya ngga sempat mimpi. Malah nangis, meratapi nasib malangnya. Bahkan dia sudah berniat menghindari laki laki ini.
Rihana juga sudah menyiapkan kata kata pengunduran dirinya dari sisi Alexander. Tapi kata kata yang sudah tersusun rapi itu raib, lenyap ngga tau kemana ngilangnya.
Sekarang tindakan frontal Alexander bisa menimbulkan masalah baru untuknya.
"Ditelpon berkali kali ngga diangkat, pesan pesan ngga dibaca. Itu apa nananya, manis?" Alexander tersenyum padanya sambil menjalankan mobil.
SER
Pembuluh darahnya seakan pecah. Wajah Rihana merona lagi, bahkan lebih merah darj tadi. Jantungnya pun bertalu talu. Panggilan itu benar benar membuatnya ngga abis pikir. Rihana seperti sedang ngga berhadapan dengan Alexander yang dulu dia kenal. Kalem, tenang dan datar. Bukan yang seperti ini. Perayu.
"Gombal," walau mengomel tapi senyum Rihana terbit di bibir merah mudanya.
Alexander kembali terkekeh. Dia sudah gila kayaknya.
Tapi sudah Alexander putuskan akan mengakui keberadaan Rihana walaupun gadis itu sejak awal memintanya untuk menyembunyikannya.
Salah paham tadi malam membuatnya terpaksa bertindak nekat.
Mami papinya juga sudah tau, apalagi yang harus dia tutupi.
Herdin pun sekarang pasti akan mengawalnya karena dia sudah jatuh cinta dengan Aurora sejak lama.
Aurora hanya perlu intens mengenal Herdin. Dia juga pewaris grup besar. Hanya saja dia lebih memilih jadi asistennya.
Mereka juga sedang membangun perusahaan berdua, tanpa campur tangan keluarga.
Rihana melirik Alexander yang kini diam saja dan fokus pada menyetirnya. Tapi wajah laki laki itu semakin tampan.
Rihana mengalihkan tatapannya ketika kepergok Alexander dengan jantung semakin berdebar ngga menentu.
"Kalo mau lihat, lihat aja," goda Alexander
"Nggak, aku tuh lagi mikir," sangkal Rihana gugup.
"Mikir kapan kita merid?" canda Alexander dengan senyum menggodanya.
Rihana terperangah sesaat.
Gila! Dia gila, umpat Rihana membatin tapi senang.
"Kapan pun aku siap ketemu Tante Laras," sambung Alexander lagi.
"Apaan, sih. Kita masih muda, malah mikir nikah," tolak Rihana semakin grogi.
Gimana ini. Padahal dia ingin minta break. Tapi hatinya malah berlompatan mendengar kata kata rayuan Alexander.
"Malah bagus, kan. Kalo nanti kita punya anak, kita bisa dibilang adik kakak sama anak kita," gelak Alexander yang merasa senang dengan pikiran pikiran ngga warasnya.
Rasanya setelah setres semalaman hingga sebelum meeting, segala simpul yang melilit kuat di otaknya sudah terlepas.
Alexander merasa sangat plong dan ngga bisa memikirkan apa pun resiko yang akan mereka dapatkan. Sekarang Alexander hanya ingin bebas mengeluarkan segala pikiran yang selama ini selalu disimpannya.
Haah, anak? Kepala Rihana langsung nyut nyutan. Dia belum kepikiran sampai ke sana.
Lagian kenapa Alex tambah aneh aja, batinnya sengit sambil menatap horor laki laki yang dari tadi betah banget tertawa.
Akhirnya mereka pun sampai di sebuah resto nuansa jepang.
"Kamu masih suka ramen, kan?" tanya Alexander sambil melepas seatbeltnya.
Tangan Rihana yang akan melepas seatbeltnya jadi terhenti.
Kok, dia tau?
Alexander tersenyum lagi.
"Ayo cepat," titahnya sambil membuka pintu mobilnya.
Dulu waktu SMA, kantin mereka juga menyediakan menu makanan Jepang komplit.
Dan Alexander sangat sering melihat Rihana menikmati ramen dari pada sushi atau bento. Atau menu jepang lainnya. Hanya ramen, Rihana seperti ngga pengen nyoba yang lainnya.
"Iya."
Tadi dibukain, sekarang malah ngga, omel Rihana dalam hati
Tapi ketika dia hendak menarik handle pintunya, tapi pintu itu sudah terbuka dari luar.
Entah kapan Alexander sudah berada di sana.
Keduanya saling bersitatap, terasa dalam. Seperti dulu. Waktu mereka masih SMA. Alexander selalu berbicara dengan tatapan lembut dan dalamnya lewat sorot mata elangnya.
"Ayo," ucap Alexander memutuskan lamunannya. Kembali rona merah mewarnai wajah Rihana.