Kael Draxon, penguasa dunia bawah yang ditakuti dan dihormati pada masa nya. Namun, di puncak kekuasaan nya, Kael Draxon di khianati oleh teman kepercayaan nya sendiri, Lucien.
Di ujung kematian nya, Kael bersumpah akan kembali untuk balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon asep sigma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Elira, Wanita Penolong
Setelah berbincang dengan Kakek Marvin di kantin, Kael dan Taron kembali bekerja seperti biasa. Hari itu terasa panjang dan membosankan, dengan suara mesin-mesin pabrik yang terus berdengung memenuhi ruangan.
Ketika matahari mulai tenggelam di balik cakrawala, Kael dan Taron berjalan pulang ke asrama. Jalanan di penuhi oleh para pekerja pabrik yang baru saja pulang dengan raut muka yang terlihat kelelahan.
"Ah capek sekali hari ini, kenapa Pak Manager meminta produksi lebih cepat dari biasanya ya?" tanya Taron, basa-basi sambil meregangkan tubuhnya.
"Entahlah, mungkin target perusahaan meningkat dari biasanya." jawab Kael sambil mengamati jalannya.
Entah kenapa, tiba-tiba Kael teringat sosok wanita yang pertama kali membantunya saat pertama kali berada di tubuh ini. Dan ia mencoba mengingat kejadian malam itu.
...****************...
Malam itu, setelah Kael memakan sepotong roti keras dan menghabiskan teh hangat pemberian wanita itu. Dia menyandarkan dirinya ke logam-logam dinding kamarnya sambil mencerna apa yang terjadi padanya.
Wanita itu terus berceloteh menceramahi Zayne yang pingsan akibat bekerja terlalu keras.
"Zayne, kau ini, sudah ku bilang jangan bekerja terlalu keras! Lihat tubuhmu, kurus kecil begitu. Bagaimana nanti aku melaporkannya ke orang tuamu di alam baka nanti."
Zayne (Kael) tetap diam, sambil memahami keadaan.
Wanita itu menghela napas.
"Ingat Zayne, kalau terjadi apa-apa kau bisa melaporkannya pada bibimu ini. Jangan terlalu memaksakan diri, kau bisa bergantung padaku." katanya sambil mengelus pucuk kepala Zayne.
Kael yang ada pada posisi saat itu memilih tetap diam, untuk menghindari kecurigaan.
Wanita itu berdiri dan membersihkan bekas makanan dan minuman yang sudah dihabisi Zayne. Sebelum keluar, Elia—nama wanita itu, berpesan kembali kepada Zayne.
"Besok bibi Elia akan ke kantor kepala administrasi untuk meminta memindahkanmu ke bagian produksi. Ingat, jangan bekerja terlalu keras lagi nanti, oke?" katanya sambil mengatupkan jari jempol dan telunjuk bersamaan membentuk huruf o.
"Iya, bibi." Jawab Zayne (Kael) untuk menghilangkan kecanggungan.
Elia pun melengang pergi dari kamar Zayne
...***************...
Kembali ke kenyataan.
Ketika Kael dan Taron menelusuri jalan yang lebih sepi untuk menghindari keramaian, sebuah suara gaduh menarik perhatian mereka. Di ujung jalan, di bawah lampu jalanan yang redup, beberapa pria bertubuh besar sedang mengepung seorang wanita. Dari kejauhan Kael mengenali wajah itu, itu Bibi Elira.
"Sudahlah, Nona. Jangan membuat kami repot. Kami hanya ingin sedikit bersenang-senang," kata salah satu pria dengan nada mengejek, di ikuti tawa kasar dari teman-temannya.
Elira, meski terlihat ketakutan, berdiri tegak dengan tatapan penuh perlawanan. "Jangan mendekat! Aku akan berteriak jika kalian terus seperti ini."
Kael merasakan amarah mendidih di dadanya. Tubuh Zayne mungkin kecil dan lemah, tetapi jiwanya adalah jiwa seorang yang dulu nya pernah menjadi raja dunia bawah yang tidak pernah mundur dari ancaman. Ia mengepalkan tinjunya, melangkah maju dengan kepala dingin.
Taron yang melihat itu, berusaha memberhentikan Zayne.
"Hei Zayne, apa yang kau lakukan?" tanya Taron dengan muka penuh khawatir.
"Tentu saja mau membantu wanita itu, dia kenalanku." jawab Zayne (Kael) sambil berjalan lebih cepat.
"Tu... tunggu dulu. Kau tidak lihat itu, para preman berbadan besar. Bagaimana kau akan membantunya dengan tubuh kurus begini."
Kael tidak mempedulikannya. Dia terus berjalan menghampiri gerombolan preman yang mengepung Elira.
"Heh, apa yang kalian lakukan disini?" Kael berbicara dengan nada dingin, menarik perhatian para pria itu.
Mereka menoleh, dan salah satu dari mereka tertawa mengejek. "Apa ini? Anak kecil ingin bermain pahlawan?"
"Pergi dari sini bocah! Mumpung kami masih bersikap baik," pria lainnya menambahkan, mengacungkan tongkat kayu di tangannya.
Elira yang mengenali suara itu, menoleh ke sumber suara.
"Zayne, sedang apa kamu disini? Cepat pergi!" teriak Elira dengan wajah yang panik.
Namun, Kael tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. Dengan mata tajam, ia memperhatikan posisi mereka, menganalisis situasi seperti yang biasa ia lakukan di masa lalunya.
Ada empat orang preman yang harus dihadapinya. 2 orang membawa tongkat kayu, dan dua lainnya bertangan kosong. Yosh, aku sudah memikirkan cara mengalahkan merena. Batin Kael
"Kalau aku pergi, bagaimana kalian akan menjelaskan wajah kalian yang bonyok nanti?" jawab Kael dengan tenang dan sedikit mengejek.
Para pria itu tertawa, tetapi Elira malah semakin khawatir. Bagaimana mungkin seorang anak kecil melawan empat preman berbadan besar ini.
Kael memungut batu di jalanan, melempar ke atas dan menangkap batu itu berulang kali. Sambil mendekati mereka. " Ini peringatan terakhir. Pergi sekarang atau aku pastikan kalian tidak akan berjalan pulang."
Sesuai perhitungannya. Salah satu pria mendekatinya, tetapi sebelum ia sempat menyentuh Kael, batu yang berukuran segenggam tangan itu meluncur cepat, tepat menghantam matanya.
"dugghh." Pria itu terjatuh sambil berteriak kesakitan.
"Arghhh, mataku... mataku, sakit sekali. Sialan kau bocah."
Tanpa menunggu lama, Kael maju ke preman yang terjatuh itu dan menendangi kepalanya.
"Jangan," bugh. Suara tendangan Kael. "Kau berlagak lagi." bugh, bugh, bugh.
Kael melihat sekeliling dan terlihat botol bekas alkohol di sampingnya. Dia mengambil dan memecahkan botol itu di kepala preman yang sudah terjatuh itu.
"Tcassh," suara botol pecah.
Dengan mata yang tajam dan mengintimidasi, Kael berteriak. "Maju kalian, akan kubuat kalian merasakan apa itu kengerian!"
Salah satu teman preman itu maju dengan wajah yang merah karena marah. Dia berlari ke arah Kael dengan penuh emosi.
Kael membiarkan dirinya tertangkap. Dicekik leher Kael dan diangkat ke atas, membuat Kael kesulitan bernapas. Namun, Kael masih tersenyum.
"Bodoh," kata Kael sambil meludah ke arah muka preman yang mencekiknya.
Lalu Kael mengayunkan tangan kanan nya ke depan. Menusuk perut preman yang mencekik nya dengan pecahan botol alkohol yang dia pecahkan barusan.
"Tskkk." Darah mengalir dari perut preman itu. Dia meraung kesakitan dan perlahan melepaskan cekikannya dari Kael.
Kael mencoba mengatur napasnya, cekikan preman itu bukan main-main.
Melihat itu, dua pria lainnya menyerbu Kael. Namun, Kael dengan sigap menghindari ayunan tongkat kayu yang menyerangnya. Menyebabkan temannya yang terkena pukulan tongkat kayu itu. Dalam beberapa gerakan cepat, Kael memanfaatkan kelincahan tubuh mudanya untuk mengalahkan mereka dengan cara yang tak terduga.
Ketika pria-pria itu tersungkur satu per satu, Kael berbalik menghadap wanita itu. "Kau baik-baik saja Bi?"
Erlina mengangguk, matanya masih penuh keterkejutan. "Ka... kau? Bagaimana kau bisa melakukannya?"
Tanpa mereka sadari, ketika mereka sedang berbincang. Salah satu preman itu berdiri membawa tongkat kayu dan mengendap-ngendap ke arah mereka.
Saat preman itu sudah di dekat mereka, Erlina tidak sempat bereaksi. "A... Awas Kael, di belakangmu."
"Bughhhh."