NovelToon NovelToon
Between Two Alpha’S

Between Two Alpha’S

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Manusia Serigala / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: adelita

Elowen, seorang wanita muda dari keluarga miskin, bekerja sebagai asisten pribadi untuk seorang model internasional terkenal. Hidupnya yang sederhana berubah drastis saat ia menarik perhatian dua pria misterius, Lucian dan Loreon. Keduanya adalah alpha dari dua kawanan serigala yang berkuasa, dan mereka langsung terobsesi dengan Elowen setelah pertama kali melihatnya. Namun, Elowen tidak tahu siapa mereka sebenarnya dan menolak perhatian mereka, merasa cemas dengan intensitasnya. Lucian dan Loreon tidak menerima penolakan begitu saja. Persaingan sengit antara keduanya dimulai, masing-masing bertekad untuk memenangkan hati Elowen. Saat Elowen mencoba menjaga jarak, ia menemukan dirinya terseret ke dalam dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah ia bayangkan, dunia yang hanya dikenal oleh mereka yang terlahir dengan takdir tertentu. Di tengah kebingungannya, Elowen bertemu dengan seorang nenek tua yang memperingatkannya, “Kehidupanmu baru saja dimulai, nak. Pergilah dari sini secepatnya, nyawamu dalam bahaya.” Perkataan itu menggema di benaknya saat ia dibawa oleh kedua pria tersebut ke dunia mereka, sebuah alam yang penuh misteri, di mana rahasia tentang jati dirinya perlahan mulai terungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Two Alpha's And Mate

Valerie melangkah keluar dari tempat pakaian eksklusif dengan gaun pilihannya tergantung di lengannya. Ia berbalik sebentar ke arah Loreon yang berjalan di belakangnya dengan ekspresi datar, meskipun rahangnya tampak sedikit mengeras. Valerie, seperti biasanya, tidak bisa menahan diri untuk menggoda.

"Bagaimana kalau Elowen memilih gaun terbuka dengan renda sangat rendah, ya?" ucap Valerie dengan nada menggoda. "Kau tahu, dia suka gaun elegan yang membentuk tubuhnya, kan? Pas body, menonjolkan semua lekuknya. Kau bisa membayangkannya, kan?"

Loreon menatap Valerie sekilas, tidak mengatakan apa-apa, tetapi langkahnya sedikit melambat.

"Oh, dan jangan lupa," lanjut Valerie, sambil meliriknya dengan senyum jahil, "Elowen juga suka yang memperlihatkan punggung. Kau tahu kan, cukup seksi tapi tetap elegan. Aku yakin kalau dia memakai sesuatu seperti itu, semua pria di pesta pasti akan memandangnya sepanjang malam."

Rahang Loreon semakin mengeras. Ia bisa merasakan panas di dadanya naik setiap kali Valerie menyebutkan detail-detail itu. Membayangkan Elowen dalam gaun yang terbuka, dengan semua tatapan lelaki tertuju padanya, membuat darahnya mendidih. Namun, ia segera menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan emosinya. Ia tidak boleh lepas kendali, terutama di depan Valerie. Jika Luna-nya tahu bahwa Elowen adalah Mate-nya, situasi ini akan menjadi lebih rumit.

"Valerie," kata Loreon akhirnya, suaranya rendah dan tegas, "Kau terlalu banyak bicara."

Valerie hanya tertawa kecil. "Kenapa? Apa aku salah? Kau sendiri yang tidak ingin menemuinya tadi. Kalau kau khawatir, kau bisa memberitahunya sendiri, Loreon."

Loreon tidak menjawab. Ia tetap menjaga ekspresi dinginnya meski di dalam kepalanya, amarah bercampur dengan kecemburuan yang ia coba kendalikan dengan susah payah. Melihat itu, Valerie hanya tersenyum penuh arti, merasa puas karena berhasil mengusik pria dingin di sampingnya.

Mereka akhirnya sampai di tempat Elowen, yang sedang sibuk memilih-milih gaun di sudut toko. Loreon mencoba untuk tidak menatap Elowen terlalu lama, tapi Valerie, dengan ekspresi riangnya, langsung berseru, "Lihat, aku sudah dapat gaunku! Kau bagaimana, Elowen? Sudah menemukan sesuatu yang cocok?"

Loreon berdiri di belakang Valerie, menyembunyikan ketegangan yang mulai memenuhi dirinya. Ia tahu, semakin lama ia berada di dekat Elowen, semakin sulit baginya untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya ia rasakan.

Elowen melangkah keluar dari lorong pakaian, matanya sibuk mencari keberadaan Valerie. Begitu melihat sahabatnya berdiri bersama Loreon, ia langsung berseru ceria, "Valerie! Aku mencarimu ke mana-mana!"

Elowen segera menghampiri mereka, senyumnya lebar, tanpa menyadari ekspresi Loreon yang langsung berubah tegang begitu melihatnya. "Gaun apa yang kau pilih untuk pergi ke pesta?" tanya Elowen penuh antusias.

Valerie dengan santai mengangkat gaun pilihannya. Sebuah gaun anggun berwarna gelap dengan potongan elegan. "Ini! Bagaimana menurutmu?"

Elowen, seperti biasa, langsung memuji sahabatnya. "Luar biasa, Val! Kau pasti akan menjadi pusat perhatian malam ini. Elegan sekali!" ucapnya tulus sambil menyentuh kain gaun itu, memeriksanya dengan penuh kekaguman.

Valerie terkekeh senang sebelum bertanya balik, "Kalau kau? Gaun apa yang kau pilih, El?"

"Oh!" Elowen dengan semangat mengangkat gaunnya, memperlihatkannya dengan bangga di hadapan mereka. Gaun itu memiliki potongan memukau—punggungnya terbuka polos hingga hampir ke pinggang, renda rendah di bagian depan yang hampir menonjolkan sesuatu, serta desain pas badan yang menonjolkan setiap lekuk tubuhnya.

"Bagaimana? Aku yakin ini akan membuatku terlihat sempurna!" ujar Elowen penuh semangat. "Potongannya pas banget, dan kainnya nyaman. Lagipula, pesta seperti ini kan jarang-jarang. Aku harus tampil maksimal!"

Valerie mengangguk pelan, meski matanya melirik Loreon dengan pandangan menggoda. Sebaliknya, Loreon hanya berdiri di tempatnya, matanya terpaku pada gaun di tangan Elowen. Rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal kuat. Ia bisa merasakan amarah yang menggelegak dalam dirinya, dan Leon, sisi werewolf dalam dirinya, langsung mengaung penuh kemarahan di kepalanya.

"Dia serius mau memakai itu?!" batin Loreon dengan penuh frustrasi. Jiwa posesif dan protektifnya berteriak keras, menolak gagasan bahwa Elowen akan menjadi pusat perhatian pria lain dengan gaun seperti itu.

"Elowen," suara Loreon terdengar dingin dan berat, membuat Elowen menoleh heran. Namun, sebelum ia bisa merespons, Loreon sudah melangkah maju dengan cepat.

"Loreon, kau kenapa?" Elowen bertanya bingung, tapi belum sempat ia melangkah mundur, tangan Loreon sudah menarik gaun itu dari tangannya dengan gerakan cepat.

"Hei! Apa-apaan kau!" seru Elowen kaget, mencoba meraih kembali gaunnya, tetapi Loreon hanya menatapnya tajam, pandangannya penuh peringatan.

"Kau tidak akan memakai ini," kata Loreon dingin, suaranya hampir seperti geraman.

"Apa maksudmu?! Itu pilihanku, dan—"

Elowen belum selesai berbicara ketika Loreon langsung menggenggam pergelangan tangannya dengan lembut namun tegas, menariknya menuju rak tempat gaun itu diambil. Elowen yang terlalu terkejut hanya bisa mengikuti langkah Loreon sambil terus mengomel.

"Loreon! Apa masalahmu? Lepaskan aku! Aku sudah memilih dengan hati-hati, tahu? Kau tidak bisa seenaknya begini! Loreon!"

Di belakang mereka, Valerie hanya menyaksikan kejadian itu sambil tersenyum puas. Ia menyandarkan diri ke salah satu rak, memeluk gaunnya sendiri dengan santai.

"Kena juga kau, Loreon," gumam Valerie pelan, senyumnya semakin melebar.

oreon berhenti di depan rak pakaian dengan gerakan tegas, matanya tajam seperti elang yang tak mau kehilangan buruannya. Ia mengambil gaun panjang berwarna biru tua dengan potongan sederhana, jauh lebih tertutup dibandingkan pilihan Elowen sebelumnya.

"Pakai ini," ujarnya dingin, menyodorkan gaun itu ke arah Elowen.

Elowen, yang baru saja bisa mengatur napas dari serangkaian kejadian sebelumnya, menatap Loreon dengan mata membara. "Kau pikir kau siapa sampai berani memaksaku begitu?" suaranya meninggi, tangannya mengepal.

Loreon hanya mengangkat alis, tak terpengaruh oleh kemarahan Elowen. "Aku tidak peduli kau marah atau tidak. Kau tidak akan memakai gaun yang hampir memperlihatkan seluruh tubuhmu di depan mata pria lain. Pakai ini sekarang."

Elowen mendengus marah, melipat tangannya di dada. "Kau tidak punya hak mengaturku, Loreon! Ini tubuhku, pilihanku! Kalau kau tidak suka, jangan lihat!"

Sebuah senyum sinis terukir di bibir Loreon. Ia menundukkan sedikit kepalanya, mendekat ke arah Elowen hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Suaranya berubah menjadi rendah, hampir seperti bisikan yang mengancam. "Elowen, aku tidak suka mengulang kata-kata. Tapi jika kau masih keras kepala..."

Ia berhenti sejenak, memberi tekanan pada ucapannya berikutnya. "Aku tidak segan membuatmu tahu dengan cara yang lebih kasar. Kalau kau tidak mau berganti pakaian, aku bisa saja... memaksamu dengan cara lain."

Wajah Elowen langsung memucat. Kata-kata Loreon seolah membekukan dirinya di tempat. Ia mundur selangkah, tapi dinding rak di belakangnya menghalangi.

"Kau... Kau tidak serius," suaranya gemetar, matanya membelalak ketakutan.

Loreon menatapnya tajam, rahangnya mengeras. "Coba aku, Elowen. Aku bukan tipe pria yang sabar ketika sesuatu yang kumiliki menjadi pusat perhatian orang lain."

Elowen menelan ludah, tubuhnya menegang. Di satu sisi, ancaman Loreon membuatnya takut, tapi di sisi lain, amarah membara di dalam hatinya. "Pria ini benar-benar gila!" batinnya. "Dia pikir dia siapa? Tuhan?!"

Elowen menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri meski tubuhnya masih gemetar karena amarah dan ketakutan. Matanya membakar, menatap Loreon dengan penuh kebencian, namun ia tahu, di saat itu, ia tidak bisa melawan kekuatan pria di depannya. Sadar bahwa dia tidak punya pilihan, Elowen menggigit bibirnya dengan keras, berusaha menahan diri untuk tidak meledak.

"Baiklah," akhirnya ia berkata dengan suara penuh amarah yang tertahan, "Aku akan memakai gaun ini. Tapi ini bukan berarti aku setuju dengan cara kau memperlakukanku, Loreon. Aku tidak akan membiarkanmu begitu saja mengendalikan hidupku!"

Loreon menatapnya dengan pandangan yang tajam dan penuh peringatan. "Kau tidak harus setuju," jawabnya dengan tenang, namun suaranya mengandung ancaman yang jelas, "Tapi kau harus mematuhi. Aku bukan orang yang bisa kau lawan dalam hal ini, Elowen. Kau harus tahu itu."

Elowen menyentakkan tangannya dan berbalik, hendak menuju ruang ganti. Namun sebelum ia melangkah lebih jauh, suara Loreon menghentikan langkahnya.

"Jika kau pikir aku hanya main-main, coba lihat apa yang bisa terjadi setelah ini. Jangan pernah mencoba membuatku marah, Elowen," kata Loreon dengan nada rendah, penuh ketegasan.

Di dalam hatinya, Elowen merasa ada yang menggelegak, rasa marah dan frustrasi yang terus membakar. "Pria ini benar-benar tidak tahu batas! Siapa dia menganggap diriku?" batinnya, meski ia tetap menuruti perintahnya dengan enggan.

"Tunggu," Loreon menyusul, langkahnya cepat. "Jangan kira aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiranmu. Aku mendengar setiap kata yang keluar dari mulutmu. Kau merasa terjajah, kan? Kau ingin bebas. Tapi ingat, Elowen... kau bukan milik siapa pun kecuali aku. Dan itu adalah kenyataan yang harus kau terima."

Elowen berhenti di depan pintu ruang ganti, sejenak terdiam, mencoba menahan air matanya. Rasa malu dan kebencian bercampur dalam dirinya. "Aku tidak akan pernah menerima itu," pikirnya dengan penuh tekad. "Aku tidak akan membiarkan pria ini menguasai hidupku seperti itu."

Loreon melihat ragu di mata Elowen dan senyum tipis terukir di wajahnya. "Bagus. Aku suka melihatmu sedikit melawan. Tapi ingat, itu hanya akan membuat segalanya lebih sulit untukmu," ucapnya dengan nada yang hampir terdengar seperti peringatan, namun juga ada kesan penuh pengertian yang aneh.

Elowen merasakan tubuhnya dipenuhi ketegangan. Ia tak bisa lagi menahan emosi yang meluap, meski tetap berusaha untuk tidak menunjukkan kelemahannya. Dengan satu tarikan napas, ia memutuskan untuk masuk ke ruang ganti, meski hatinya terasa berat. Namun sebelum pintu tertutup, ia menatap Loreon sekali lagi, dan dengan suara pelan namun penuh kebencian, berkata, "Ini bukan akhir dari segalanya, Loreon. Aku akan mencari cara untuk membebaskan diriku dari cengkeramanmu."

Loreon hanya mengangkat bahu, senyumnya tidak hilang. "Kau tidak perlu khawatir tentang itu. Kau akan terbiasa dengan cara kami."

Elowen pun masuk ke ruang ganti, meninggalkan Loreon dengan tatapan tajamnya yang penuh peringatan. Namun meski Loreon terlihat tenang di luar, di dalam dirinya, rasa ingin melindungi Elowen dari dunia yang ia anggap penuh bahaya itu semakin menguat.

Di luar, Valerie menyaksikan semuanya, senyumnya berkembang lebih lebar. Ia sudah tahu dari awal bahwa Elowen tidak akan mudah tunduk, dan Loreon pun tidak akan mundur. Mereka berdua terlalu keras kepala, namun Valerie merasa ini adalah perjalanan yang harus mereka jalani.

"Mereka berdua terlalu keras kepala. Hanya waktu yang akan mengungkapkan segalanya," gumam Valerie sambil tersenyum puas, menikmati drama yang terungkap di depan matanya.

Elowen masih berdiri dengan kesal di samping Loreon, matanya menatap pria itu dengan penuh kebencian yang sudah menumpuk sejak tadi. Di dalam hati, kata-kata yang kasar dan penuh amarah terus berputar, mengumpat lelaki itu dengan segala kelakuannya yang menurutnya terlalu sok mengontrol dan mengatur hidupnya.

"Dasar pria penguasa," pikir Elowen dengan jengkel.

"Seolah-olah dia punya hak untuk memerintahku. Apa dia pikir dia siapa?"

Ketika Loreon selesai melakukan transaksi di kasir, dia tampak begitu santai, bahkan seolah tidak merasa ada yang aneh dengan situasi mereka. Elowen hampir bisa mendengar suara hatinya yang semakin membengkak. Ia tahu, Loreon tahu betul bahwa ia marah, tapi pria itu tetap saja tenang seperti tidak terjadi apa-apa.

1
☆Peach_juice
Ceritanya seru banget😭

oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!