NovelToon NovelToon
The CEO’S Saturday Obsession

The CEO’S Saturday Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Percintaan Konglomerat / Cinta Murni / Teman lama bertemu kembali / Kekasih misterius
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: El Nurcahyani

Diaz, CEO yang menjual bunga dan coklat setiap hari Sabtu. Dia mencari wanita yang cocok dengan sepatu kaca biru milik ibunya. Apa sebenarnya tujuan mencari wanita itu? Memangnya tidak ada wanita lain? Bukankah bagi seorang CEO sangat mudah mencari wanita mana pun yang diinginkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eriva Wanita Anggun tapi Kuat

Bab 7

Diaz memijit pelipisnya dengan frustrasi. “Tidak punya ponsel? Tidak mungkin! Di zaman seperti ini, seorang anak muda sepertimu tinggal di kota tapi tidak punya ponsel?”

“Saya benar-benar tidak punya, Tuan. Ibu saya juga tidak mampu membelikan,” jawab Laluna dengan nada memohon, matanya mulai berkaca-kaca.

Pak Wahyu yang sejak tadi diam akhirnya mencoba menenangkan Diaz. “Tuan Diaz, Laluna bilang tadi ibunya ngewarung, berarti dia dari keluarga sederhana. Mungkin benar dia tidak punya ponsel. Kalau dia bilang tidak tahu, mungkin dia memang hanya disuruh tanpa penjelasan apa-apa.”

Diaz menarik napas panjang, berusaha menahan emosinya. Namun, dalam hati dia tidak bisa menerima jawaban Laluna begitu saja. Seseorang pasti berusaha menutupi sesuatu, pikirnya.

Dia kembali menatap Laluna. “Kamu yakin tidak ada yang aneh dengan orang yang menyuruhmu? Mungkin dia menyebutkan nama, atau ciri-ciri lain yang bisa kamu ingat?”

Laluna tampak berpikir sejenak, lalu menggeleng perlahan. “Tidak, Tuan. Dia hanya seorang pria. Wajahnya... saya tidak terlalu perhatikan. Tapi… dia memakai topi hitam dan berbicara dengan suara berat.”

“Topi hitam dan suara berat,” gumam Diaz. “Itu saja?”

“Iya, Tuan.”

Samir melangkah mendekat. “Diaz, ini mungkin tidak akan membawa kita ke mana-mana kalau terus mendesak Laluna. Kita bisa mencari informasi lebih banyak dari orang-orang di sekitar makam atau bahkan warung ibunya.”

Diaz menatap Samir sekilas, lalu beralih kembali ke Laluna. “Baiklah. Kalau kamu memang tidak tahu, aku tidak akan memaksa. Tapi, jika kamu mendengar atau melihat sesuatu lagi tentang ini, laporkan padaku. Paham?”

“Iya, Tuan. Saya akan melakukannya,” jawab Laluna dengan nada lega.

Diaz mengangguk dan melangkah ke arah pintu. Namun, sebelum dia keluar, dia sempat berkata, “Samir, pastikan kita dapatkan jawaban tentang ini. Aku tidak ingin kehilangan jejak Leri menghilang begitu saja. Aku yakin, siapa pun yang berkunjung dengan bunga Lili ke pusar Naura, itu suruhan Leri."

Namun, sebelum Diaz benar-benar pergi, dia merasa ada dorongan besar dalam hatinya.

Diaz menatap Laluna dengan dingin, langkahnya mantap menghampiri gadis yang kini duduk terikat di kursi kayu. Napas Laluna terdengar tersengal, namun dia tetap memberanikan diri menatap balik.

“Istrimu, Pak Wahyu,” Diaz memanggil tanpa basa-basi, “Suruh istrimu periksa dia. Aku yakin dia menyembunyikan sesuatu.”

Pak Wahyu tampak gelisah, sementara istrinya, Bu Mirna, tampak ragu. “Tuan Diaz, apa ini tidak berlebihan?” tanyanya hati-hati.

Diaz melirik tajam. “Tidak ada yang berlebihan jika ini soal mencari kebenaran. Silakan periksa.”

Bu Mirna mendekati Laluna, mencoba menenangkan gadis itu dengan suara lembut. “Maafkan kami, Nak. Tapi ini permintaan Tuan Diaz. Tolong jangan melawan.”

Namun Laluna bereaksi sebaliknya. “Kalian semua sudah keterlaluan! Saya bukan penjahat!” serunya sambil meronta.

Diaz mendengkus, tidak peduli dengan protes Laluna. “Kalau kau tidak bersalah, kenapa takut diperiksa?”

Laluna menggeram, berusaha melepaskan ikatannya meskipun sia-sia. “Karena kalian memperlakukan saya seperti binatang! Ini tidak pantas!”

“Diam!” suara Diaz menggelegar, membuat semua orang membisu. “Aku tidak peduli apa yang kau pikirkan. Yang aku inginkan hanya kebenaran.”

Pak Wahyu melangkah maju, mencoba menengahi. “Tuan Diaz, mungkin kita bisa mencari cara lain? Laluna ini cuma anak gadis, jika diperlakukan seperti ini—”

“Cukup, Pak Wahyu,” potong Diaz tegas. “Aku sudah kehilangan terlalu banyak waktu. Jika kau ingin membantu, biarkan istrimu menyelesaikan tugasnya.”

Dengan berat hati, Bu Mirna akhirnya mulai memeriksa Laluna. Meski gadis itu terus meronta, pemeriksaan tetap dilakukan dengan teliti. Setelah beberapa saat, tangan Bu Mirna menyentuh sesuatu di saku dalam sweater Laluna.

“Ini,” katanya sambil menarik sebuah ponsel kecil. Dia menyerahkan ponsel itu pada Diaz.

Diaz menyeringai tipis. “Apa kubilang? Gadis ini menyembunyikan sesuatu.”

Laluna menunduk, wajahnya memerah karena malu dan marah. “Itu hanya ponsel biasa. Tidak ada apa-apa di dalamnya,” katanya dengan suara gemetar.

Diaz tidak menghiraukan. Dia menyalakan ponsel itu, namun layar terkunci dengan pin. Matanya beralih ke Laluna. “Berapa PIN-nya?”

Laluna menatap Diaz dengan penuh kebencian. “Saya tidak akan memberitahu anda. Kau tidak punya hak!”

Diaz mendekat, membungkuk hingga wajahnya sejajar dengan Laluna. “Kau benar-benar tidak tahu siapa aku, ya?” suaranya rendah, namun penuh ancaman. “Berani-beraninya kau menentangku. Apa kau ingin keluargamu ikut terlibat?”

Laluna menelan ludah. Dia tahu itu bukan ancaman kosong. Mata Diaz yang tajam seperti pisau menyiratkan bahwa pria itu mampu melakukan apa saja.

Samir yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. “Diaz, mungkin kita bisa sedikit lebih tenang. Gadis ini jelas takut. Kalau kita terlalu memaksa—”

“Samir,” potong Diaz dingin, “cari tahu siapa keluarga gadis ini. Kalau perlu, kita panggil mereka ke sini. Aku yakin mereka bisa membuatnya bicara.”

Laluna mengangkat wajahnya, ekspresinya berubah panik. “Jangan bawa keluarga saya! Mereka tidak ada hubungannya dengan ini.”

“Kalau begitu, beritahu aku PIN-nya,” balas Diaz dengan datar.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Laluna akhirnya mengalah. Dengan suara pelan, dia menyebutkan deretan angka. “0721.”

Diaz tersenyum tipis, lalu mengetikkan angka tersebut. Layar ponsel terbuka, dan dia mulai menelusuri isinya. Namun, sebelum sempat menemukan sesuatu, suara pintu terbuka dengan keras menghentikan semua orang.

Semua kepala menoleh ke arah pintu. Di sana berdiri seorang wanita anggun dengan wajah tegas dan sorot mata yang sulit diartikan.

“Nona Eriva?” Diaz bergumam, jelas terkejut.

Eriva melangkah masuk dengan penuh percaya diri, pandangannya langsung tertuju pada Diaz. “Apa yang sedang kau lakukan di sini, Tuan Diaz?” tanyanya, nadanya dingin.

Diaz mengerutkan kening. “Harusnya aku yang bertanya. Kenapa Anda ada di sini?”

Eriva menatap Laluna yang masih terikat di kursi, lalu kembali menatap Diaz. “Apa pun alasanmu, ini sudah kelewatan. Kau tidak bisa memperlakukan seorang wanita seperti ini.”

Diaz terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab dengan nada tegas. “Aku melakukan apa yang perlu dilakukan. Ini bukan urusanmu, Nona Eriva.”

“Ini urusanku sekarang,” balas Eriva cepat. “Lepaskan dia, atau aku akan memastikan semua orang tahu betapa kejamnya Diaz Gunawan Mahendra.”

Ruangan itu dipenuhi ketegangan. Semua mata tertuju pada Diaz, menunggu apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

Di luar prediksi orang-orang yang ada di sana, Diaz melangkah perlahan lebih dekat pada sisi Nona Eriva. Tatapan Diaz begitu tajam. Nona Eriva tidak goyah, sebagai wanita yang terlihat anggun nan lembut, ternyata jiwanya kokoh dan tangguh.

"Nona...," Laluna bergumam, dia merasakan ketegangan.

Samir, Pak Wahyu serta Bu Mirna diselimuti ketakutan. Tatapan dan langkah Diaz seperti akan menerkam mangsa buas.

"Akh!" Nona Eriva berteriak karena terdorong oleh cengkraman tangan Diaz di lehernya.

"Tuan Diaz!"

"Diaz!"

Teriakan Nona Eriva disusul teriakan Samir, Pak Wahyu, Bu Marni dan Laluna. Mereka terkejut. Tak menyangka Diaz akan melakukan itu pada Nona Eriva.

"Singkirkan tangmu!"

Bugh!

Nona Eriva berhasil melepas cengkraman tangan Diaz di lehernya.

Sambil mengusap-usap lehernya yang terasa kaku dan sedikit ngilu, Eriva berkata dengan tegas. "Kau lupa siapa Aku? Kau pikir aku lemah?! Lagi pula tak tahu malu, seorang Tuan dari keluarga terhormat, menyerang wanita."

Diaz terdiam dengan pergelangan tangan sedikit nyeri. Tenaga Eriva boleh juga. Tepisan seorang wanita kuat.

"Tunggu!" Diaz tiba-tiba mengangkat tangannya kembali, "Lehermu," lanjutnya.

"Jangan sentuh aku lagi! Sedikit pun!" teriak Eriva dengan telunjuk lurus dan sorotan mata tajam pada Diaz.

'Tanda itu? Apa dia ...?' batin Diaz, menerka-nerka bekas luka yang ada di leher Eriva.

Bersambung...

1
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
aduh lili kasian Diaz tuh kamu harus segera menjadi Leri sebelum Diaz menikah
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
emang enak
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
sabar lili
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
Diaz mau pilih yg mana tuhbsepatu Uda cocok untuk lili
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya selalu 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
wah tambah seru nih kayaky
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
lili emang jodohmu Diaz
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
semoga sepatu nya cocok dengan lili
LISA
Aq mampir Kak
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
Monica sombong banget belum tahu aja lili anak siapa sekarangg
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
Diaz mending lili dulu yg disuruh pake sepatu kaca nya
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!