Cayenne, seorang wanita mandiri yang hidup hanya demi keluarganya mendapatkan tawaran yang mengejutkan dari bosnya.
"Aku ingin kamu menemaniku tidur!"
Stefan, seorang bos dingin yang mengidap insomnia dan hanya bisa tidur nyenyak di dekat Cayenne.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9 Memasak untuknya
Sesampainya di rumah yang dibeli Stefan, Cayenne langsung mengganti pakaian dan menuju dapur untuk memasak.
Sambil melihat bahan-bahan di lemari es besar, dia bergumam, "Hmm, apa yang harus aku masak untuk makan malam? Mungkin kari ayam dan sosis gulung." Dia kemudian mulai menyiapkan semua bahan yang dibutuhkan.
Sambil mencuci sayuran dan memasak nasi, dia melakukan banyak hal sekaligus. Cayenne bersenandung sembari memasak, terlihat sangat menikmati kegiatannya.
Saat menari mengikuti lagu yang dinyanyikannya, dia tidak menyadari bahwa Stefan sudah tiba. Dengan sensor sidik jari dan kunci papan tombol di rumah, Stefan bisa masuk tanpa mengetuk, sedangkan orang lain seperti Chris harus mengetuk karena sidik jarinya tidak terdaftar.
Stefan berdiri di pintu menuju dapur, memperhatikan Cayenne memasak dan menari. Aroma masakannya sudah tercium dan Stefan tahu makanan itu akan enak. Dia tersenyum, menikmati pemandangan tersebut tanpa mengeluarkan suara.
Tiba-tiba, Cayenne berhenti menyanyi dan menyadari bahwa dia lupa menelepon Kyle. Dia mematikan kompor dan melepas celemeknya sebelum berbalik, barulah dia melihat Stefan.
Sambil tersipu, dia bertanya, "Berapa lama kamu di sana?"
"Baru saja," jawab Stefan meskipun sebenarnya sudah lebih lama. Dia ingin menghindari membuat Cayenne merasa tidak nyaman.
Setelah merasa lega, Cayenne menyambut, "Selamat datang di rumah. Aku baru saja selesai memasak. Kamu bisa ganti baju dulu, aku perlu menelepon adikku."
"Baiklah, aku akan mandi dulu," jawab Stefan, lalu naik ke atas. Melihat sambutan hangat Cayenne membuatnya merasa bahagia.
Sementara itu, Cayenne menelepon adiknya, Kyle, untuk meminta tolong membeli bahan makanan untuk di rumah. Karena sudah larut. Kyle berjanji akan melakukannya setelah pulang sekolah keesokan harinya.
Usai telepon, Cayenne kembali ke dapur untuk menyiapkan meja makan. Meski hanya mereka berdua, suasana tetap hangat dan saling menghormati.
Stefan muncul dari kamar mandi dengan handuk melingkari lehernya. Saat melihatnya, Cayenne mengingatkan, "Keringkan rambutmu dulu, jangan sampai masuk angin."
Stefan beralasan ingin makan malam dulu, namun Cayenne bersikeras. "Kalau kamu sakit, aku yang akan repot. Lebih baik keringkan rambutmu dulu."
Setelah membujuknya, Stefan setuju kembali ke kamar untuk mengeringkan rambutnya. Meski tahu Cayenne mengkhawatirkan kesehatan mereka berdua, Stefan merasa senang ada yang peduli padanya.
Sambil menunggu, Cayenne membuat jus buah. Dalam hatinya, dia bertanya-tanya, "Apakah dia akan memecatku jika aku terlalu cerewet?" Kecemasan akan pendapatannya selalu muncul di benaknya.
Setelah beberapa menit, Stefan keluar lagi. Meski rambutnya belum sepenuhnya kering, setidaknya tidak ada tetesan air lagi.
Rambutnya hanya tetap sedikit basah. Dia menarik kursinya dan duduk untuk mulai makan. Cayenne menaruh gelas berisi jus apel di depannya lalu duduk di seberangnya.
"Maaf sudah mengomelmu tadi," ucap Cayenne lembut. "Aku tidak bermaksud begitu, hanya sedikit khawatir."
"Tidak masalah. Tidak ada yang pernah menunjukkan perhatian padaku sebelumnya. Sedikit mengejutkan saja, tapi aku tidak marah."
"Terima kasih."
Stefan hanya terkekeh dan mengambil piring nasi. "Jangan terlalu dipikirkan. Ayo kita makan." Dia menyendok nasi ke piringnya dan memberikannya pada Cayenne. "Kenapa kamu memutuskan untuk masak hari ini?"
"Tidak baik terus-menerus membeli makanan di luar. Lagipula, aku tidak bisa selalu menunggumu pulang dan memasak setiap saat. Karena aku sering pulang lebih awal, sebaiknya aku saja yang masak."
"Begitu ya. Kalau begitu, aku percayakan makan malam kita padamu. Aku sering lembur, tapi akan kucoba untuk pulang lebih cepat agar bisa makan malam bersamamu."
"Baiklah. Aku tidak keberatan." Cayenne dengan cepat menyetujuinya.
Lagipula, dia dibayar lumayan hanya untuk tidur di sampingnya. Meskipun memeluknya saat tidur, Stefan tidak pernah melampaui batas.
"Apakah kita masih punya cukup bahan makanan? Aku belum sempat memeriksanya pagi ini, dan kurasa belanjaanku kemarin tidak cukup untuk seminggu."
"Bisa bertahan sampai Jumat," jawab Cayenne.
"Kamu akan ke rumah sakit akhir pekan ini untuk menemui ibumu, kan? Kita bisa belanja bahan makanan Sabtu malam setelah aku menjemputmu?"
"Tentu, aku tidak keberatan."
"Bagaimana dengan pekerjaanmu? Sudah bisa menyesuaikan diri di tempat kerja baru?"
"Hn. Celine sangat baik padaku. Tugasnya juga tidak sulit. Aku merasa ini lebih baik daripada jadi resepsionis."
"Benarkah?"
"Iya. Saat jadi resepsionis, aku sering bertemu tamu yang sulit ditangani. Sekarang, Celine hanya mengizinkanku keluar setelah semua tamu pergi."
"Aku senang mendengarnya." Stefan berkata seraya menikmati makanannya. "Ini enak sekali. Kurasa aku tidak akan menyesal mempercayakan makan malam kita padamu."
"Aku senang kau suka. Aku akan membuat makan malam yang lebih lezat nanti." ucap Cayenne dengan senyuman, bahkan matanya ikut tersenyum.
Mereka menikmati makan bersama, berbagi cerita tentang pekerjaan dan hal lain, tapi Cayenne tak pernah menanya lebih jauh tentang kehidupan pribadinya. Dia tidak ingin Stefan merasa diselidiki.
Jika Cayenne berbicara, Stefan mendengarkan. Jika Cayenne bertanya, dia menjawab. Jika diminta pendapat, dia memberikannya. Namun ia menghindari menanyakan detail tentang bisnis atau kegiatan harian Cayenne.
"Aku akan mencuci piring, karena kamu sudah memasak." ucap Stefan setelah selesai makan.
"Terima kasih. Aku serahkan padamu. Aku akan mandi." Cayenne pergi mandi, meninggalkan Stefan di dapur.
Dia tidak perlu membawa pakaian tidur, karena Stefan telah membelikannya beberapa pakaian. Dia hanya membawa beberapa pakaian santai dan pakaian dalam untuk ganti.
Saat dia usai mandi, Stefan juga telah selesai mencuci piring dan menaruhnya kembali ke tempatnya.
"Hari kedua bersama, tapi aku sudah khawatir tentang masa depan. Apa yang akan kulakukan jika dia ingin pergi?" gumam Stefan sambil memegang kain dan gelas. "Apakah dia akan tetap tinggal kalau aku naikkan gajinya tahun depan?"
Ketika menemukan seseorang atau sesuatu yang berharga, sulit rasanya untuk melepaskannya. Cayenne adalah seseorang yang dianggap penting bagi Stefan, terutama karena dia bisa membuatnya tidur nyenyak dan memperbaiki perasaannya terhadap seseorang.
"Dia tidak mencintaiku, jadi mempertahankannya mungkin sulit. Baiklah, kita lihat saja nanti. Jika dia ingin pergi, baru aku pikirkan solusinya."
Banyak yang beranggapan bahwa orang kaya tidak memiliki beban dan bisa mendapatkan apa yang diinginkan karena uang. Namun, mereka tetaplah manusia yang juga punya perasaan dan kekhawatiran.
Cayenne mengeringkan rambutnya sambil menunggu Stefan. Dalam pikirannya, dia hanyalah alat bagi Stefan, yang bisa ditinggalkan kapan saja.
"Semoga dia tidak menyuruhku pergi dalam waktu dekat." Pikirannya dipenuhi oleh kebutuhan untuk membiayai pengobatan ibunya, bayar sewa apartemen, sekolah saudara-saudaranya, biaya hidup sehari-hari, dan tagihan lainnya.
Bahkan, dia tidak memikirkan kebutuhannya sendiri. Yang penting baginya hanyalah menjaga keluarganya.
Beruntungnya, Stefan tidak bersikap buruk padanya. Malahan, dia sangat baik. Cayenne duduk di ranjang memegang pengering rambut, memandang keluar jendela yang tidak ada pemandangan menarik di sana.
"Mengapa hidupku seperti ini?" bisiknya lirih. Saat ruangan begitu sepi, Stefan yang membuka pintu mendengar bisikannya.
"Kamu baik-baik saja?" tanyanya, meski dia sudah tahu jawabannya. "Bisa kita bicara?"
"Ada yang salah?" Cayenne bertanya dengan senyum tipis, meski menyadari bahwa 'yang salah' itu adalah dirinya sendiri.