Pernikahan yang terjadi antara Ajeng dan Bisma karena perjodohan. Seperti mendapat durian runtuh, itulah kebahagiaan yang dirasakan Ajeng seumur hidup. Suami yang tampan, tajir dan memiliki jabatan di instansi pemerintahan membuatnya tidak menginginkan hal lain lagi.
Ternyata pernikahan yang terjadi tak seindah bayangan Ajeng sebelumnya. Bisma tak lain hanya seorang lelaki dingin tak berhati. Kelahiran putri kecil mereka tak membuat nurani Bisma tersentuh.
Kehadiran Deby rekan kerja beda departemen membuat perasaan Bisma tersentuh dan ingin merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya, sehingga ia mengakhiri pernikahan yang belum genap tiga tahun.
Walau dengan hati terluka Ajeng menerima keputusan sepihak yang diambil Bisma. Di saat ia telah membuka hati, ternyata Bisma baru menyadari bahwa keluarga kecilnya lah yang ia butuhkan bukan yang lain.
Apakah Ajeng akan kembali rujuk dengan Bisma atau menerima lelaki baru dalam hidupnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Usaha Deby
“Mas .... “ tanpa permisi Deby memasuki mobil begitu Bisma membuka kunci kontak mobilnya.
Bisma terkejut dan membatalkan niatnya untuk menghidupkan mobil. Ia sudah sebulanan ini menghindari Deby, karena ia sudah yakin dengan langkah yang bakal ia tempuh.
Pembicaraan dengan Gus Dawam telah membuka pikirannya untuk memperjuangkan rumah tangga yang telah ia hancurkan. Ia kini paham dengan jalan yang harus ia tempuh untuk kembali pada Ajeng, walau pun ia yakin tidak akan mudah untuk mendapatkan hati Ajeng agar menerimanya kembali.
“Apa yang kamu lakukan?” Bisma bertanya dengan gusar.
Ia tidak senang dengan kehadiran dan perbuatan Deby yang melanggar privasinya. Rasa kagum dan getaran yang ia kira cinta, telah lenyap dengan kenyataan yang menamparnya akan jati diri Deby yang telah ia ketahui.
“Mas, kita harus bicara tentang hubungan kita,” pinta Deby penuh harap.
Tatap tajam mata Bisma tak membuat Deby goyah. Ia yakin, Bisma masih memiliki perasaan yang sama padanya. Buktinya kemaren saat makan malam untuk merayakan ulang tahunnya bersama rekan kerja yang lain, Bisma masih mengeluarkan uang untuk mentraktir mereka makan bersama.
“Kita sudah tidak memiliki hubungan apa pun,” tegas Bisma.
Ia tidak ingin terjebak dengan permainan Deby. Walau ia akui pesona Deby cukup menjadi perbincangan rekan bahkan relasi nya di dinas lain, tapi di saat bersamaan hatinya tidak menemukan ketenteraman, tentu ini bukanlah hal baik untuk memulai hubungan serius.
Seperti kata-kata Gus Dawam, mencari istri mudah. Tetapi membimbingnya hingga meraih jannah bukanlah perkara gampang. Apalagi pasangan yang jauh dari nilai agama, bukan ketenangan yang didapat, tetapi kehidupan ke depannya akan penuh keangkaraan.
“Mas tidak bisa berbuat dan berkata seenak hati. Mama dan papa pengen bertemu ... “sela Deby cepat, “Mereka ingin kita melangkah ke jenjang serius. Apalagi mamanya mas Bisma tidak mempermasalahkan hubungan kita.”
Bisma terperangah. Ia tidak menyangka Deby mengambil keputusan secepat ini di saat ia ingin mengembalikan keutuhan keluarga kecilnya. Kini ia sadar seperti apa sifat asli Deby.
“Kita sudah sama-sama dewasa. Tidak ada yang berhak melarang hubungan ini. Toh kita pun sama-sama saling mencintai,” ujar Deby dengan penuh keyakinan.
Jemari lentiknya mulai merayap di atas paha Bisma. Ia yakin pesonanya masih kuat untuk menaklukkan seorang Bisma.
Dengan cepat Bisma menangkap tangan Deby yang mulai naik. Ia mencengkeramnya dengan kuat. Kini ia tidak menyukai sikap agresif yang ditunjukkan Deby.
“Cukup Deb!” suara Bisma yang kasar membuat nyali Deby menciut.
Tiada lagi kelembutan yang Bisma tunjukkan saat berkomunikasi dengannya. Sikap dingin dan wibawa yang pertama kali ditunjukkan Bisma lah yang membuatnya kagum bahkan telah menjadikan Bisma target di masa depan. Kini Bisma berubah seperti lelaki asing.
Di antara banyaknya relasi bahkan bos yang dekat dengannya, hanya Bisma satu-satunya yang menolak pesona yang ia umbar. Bagaimana mungkin ia tak kepincut dengan atasannya yang gagah dan tajir ini.
Tangannya terasa remuk dalam cengkeraman Bisma. Dengan cepat ia menarik tangannya dari kemarahan yang kini terpancar dalam mata kelam yang biasanya menatap dengan penuh kasih.
“Kenapa mas bisa berubah secepat ini?” rengek Deby berusaha menarik simpati Bisma, “Bukankah kita sudah berencana untuk ke jenjang yang lebih serius? Kenapa tidak dipercepat? Aku berharap mas lah yang jadi imam dan membimbingku di masa depan.”
Deby memandang Bisma yang kini mulai melunak. Cengkeraman tangan Bisma mulai mengendur dan melepasnya cepat.
“Selama ini aku berusaha berubah. Dan mas lah yang telah membuatku belajar untuk menjadi semakin baik,” suara Deby yang seperti rayuan membuat Bisma terdiam, “Lelaki yang ku kenal hanya memanfaatkanku. Tidak ada yang tulus seperti mas .... “
Sejenak hati Bisma bimbang. Pesona yang dimiliki Deby memang membuat orang mudah terhanyut, dan Bisma masih goyah dengan keputusannya setelah kenekatan Deby mengikuti dan memasuki mobilnya.
Setelah terjadi pembicaraan yang lebih santai, akhirnya Bisma memutuskan menerima ajakan Deby untuk makan malam bersama, sekaligus merayakan ulang tahun Deby demi kedekatan yang terjalin selama ini.
Ia tidak menjanjikan apa pun saat perbincangan akrab yang terjadi hingga ia mengantar Deby ke rumah kontrakannnya selama mutasi di kota Malang. Padahal keinginan Deby, keduanya akan semakin mesra dengan bertugas di dinas yang sama. Tapi kelihatan bahwa Bisma semakin menjauh darinya. Ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
....
Bisma tidak membiarkan Deby yang mencoba menggandeng tangannya. Ia berusaha menjaga jarak agar tidak terlalu rapat. Beberapa mata memandang keduanya dengan kagum. Bagaimana tidak Bisma yang menggunakan kaos yang ditutupi dengan jas semi formal ditambah Deby yang menggunakan gamis branded membuat keduanya seperti pasangan ideal.
Dalam hati Deby merasa bangga dan puas. Ia yakin, Bisma tidak akan menolak keinginnya. Bayangan keduanya duduk di mahligai pernikahan tergambar indah di pelupuk matanya.
“Pak Bisma .... “ suara bariton membuat Bisma menghentikan langkah.
Ia mencari arah suara. Hilman yang berpenampilan santai dengan kemeja branded yang menutupi tubuh kekarnya berjalan menghampiri.
Bisma tersenyum menanggapi wajah ramah yang ditampilkan Hilman. Keduanya segera bersalaman.
Deby menghampiri keduanya dengan wajah sumringah. Ia pernah berusaha mendekati pengusaha lajang itu, tapi ternyata Hilman bukanlah pria kebanyakan yang mudah terbuai dengan pesona seorang Deby.
“Makan malam romantis ya .... “ Hilman berkata santai sambil melihat Deby sekilas.
Bukannya ia tidak tau sepak terjang Deby di kalangan pengusaha dan pejabat kota Malang dan Surabaya, walau pun baru beberapa kali bertemu.
“Makan malam biasa, tidak ada yang istimewa,” potong Bisma cepat, “Pak Hilman sendiri?”
Senyum manis yang bertengger di wajah Deby langsung ciut mendengar jawaban Bisma.
“Semoga saja dengan makan malam ini membawa hasil yang baik,” senyum tak hilang dari wajah Hilman.
“Wah, berarti ada sesuatu yang dirayakan,” Bisma sedikit kepo dengan ucapan Hilman.
“Kedua orangtua saya ingin bertemu dan berkenalan dengan Ale. Apalagi kedekatan kami sudah lama. Alhamdulillah, malam ini ia tidak menolak dan bersedia menerima undangan makan malam yang sudah sejak lama saya rencanakan,” senyum sumringah semakin terulas di wajah Hilman.
Wajah Bisma kembali menegang dengan raut memerah menahan luapan emosi yang secara perlahan membuat aliran darahnya meningkat.
“Saya sengaja meninggalkan mereka biar berbincang dengan santai. Saya ingin memberi waktu pada Ale agar memikirkan semua niat baik saya. Orang tua sudah memberikan lampu hijau sejak lama. Semoga saja dengan pertemuan ini Ale bisa mempertimbangkan semuanya ....”
“Astaghfirullah .... “ batin Bisma terkejut mendengar ucapan Hilman.
Wajah ramah yang tadi ia tunjukkan langsung sirna. Tangannya mengepal. Kenapa ia mudah terjebak dengan Deby disaat hatinya sudah yakin untuk kembali bersama Ajeng, bahkan disaat ia belum berjuang hatinya goyah akan perempuan yang ia tau pasti sangat mengharapkan dirinya..
Dan kini ia dihadapkan dengan kenyataan bahwa Hilman selangkah lebih maju. Ajeng telah dipertemukan dengan kedua orangtuanya setelah sekian lama kedekatan mereka.
Apakah ini berarti Ajeng sudah siap membuka hati dan memulai hidup baru tanpa melibatkan ia di dalamnya?
“Tidak bisa dibiarkan,” Bisma terus mengecam dalam hatinya.
Rasa lapar yang sengaja ia tahan karena ingin menuruti keinginan Deby makan di tempat mahal langsung lenyap seketika.
“Permisi pak Bisma,” suara ramah Hilman kembali memutus pikirannya saat akan berpamitan, “Sudah setengah jam juga saya meninggalkan Ale dan kedua orang tua. Doakan ya .... “
Bisma mengangguk kaku menatap kepergian Hilman dari pandangannya. Dengan enggan ia menuju meja kosong yang ada dalam resto yang cukup ramai malam itu.
“Mas, ruang VIP aja yuk ... “ kembali Deby merengek manja padanya.