Novel ini mengisahkan perjalanan cinta yang penuh dinamika, yang diselimuti perselisihan dan kompromi, hingga akhirnya menemukan makna sesungguhnya tentang saling melengkapi.
Diantara lika-liku pekerjaan, mimpi, dan ego masing-masing, mereka harus belajar mengesampingkan perbedaan demi cinta yang semakin kuat. Namun, mampukah mereka bertahan ketika kenyataan menuntut mereka memilih antara ambisi atau cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arin Ariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghadapi Takdir
Setelah percakapan yang penuh ketegangan antara Alfatra dan Ariana, hubungan mereka mengalami ketidakpastian yang semakin mendalam. Ariana merasa bingung dan ragu, sementara Alfatra berusaha keras menunjukkan kesungguhan hatinya. Namun, ada satu hal yang tak bisa mereka hindari: takdir yang terus menguji mereka.
Hari-hari berlalu, dan Ariana merasa seakan hidupnya berada di persimpangan jalan yang sulit. Setiap kali ia melihat Alfatra, hatinya bergejolak antara cinta yang tulus dan keraguan yang terus mengisi ruang pikirannya. Apakah ia benar-benar siap untuk membuka hatinya kembali, ataukah luka lama itu masih terlalu dalam?
Suatu malam, Ariana duduk di teras rumahnya, memandang bintang-bintang yang berkelip di langit. Dalam hening, hanya suara angin yang terdengar, Ariana merasa seolah ia berada dalam kesendirian yang besar, meskipun di sekitarnya banyak orang yang peduli padanya. Ia merenung tentang segala yang telah terjadi: hubungannya dengan Alfatra, perpisahan mereka, dan semua perasaan yang datang setelah itu.
"Apa aku sudah siap untuk menghadapinya?" gumam Ariana pada dirinya sendiri, mengingatkan dirinya tentang keputusan yang harus segera dibuat.
Tak lama setelah itu, ponselnya berbunyi. Tertulis di layar: Alfatra.
Dengan sedikit ragu, Ariana menjawab telepon itu.
"Ari, bisa kita bicara?" suara Alfatra terdengar, penuh harap.
"Ada apa, Alfa?" jawab Ariana dengan suara yang sedikit tertahan.
"Bagaimana jika kita duduk bersama, dan membicarakan semuanya?"
Ariana terdiam sejenak, menimbang-nimbang. "Aku rasa... itu sudah waktunya."
..............~
Malam itu, mereka bertemu di sebuah kafe kecil yang sepi. Suasana yang tenang itu memberikan ruang bagi keduanya untuk berbicara tanpa gangguan.
"Ari, aku tahu kita sudah melewati banyak hal yang sulit," kata Alfatra, memulai percakapan dengan hati-hati. "Aku hanya ingin tahu apakah kamu benar-benar masih merasa ada tempat untuk aku di hidupmu."
Ariana menatap Alfatra dalam-dalam, matanya mulai berkaca-kaca. "Aku takut, Alfa," katanya dengan suara yang serak. "Aku takut kalau aku membuka hatiku lagi, aku akan terluka. Aku takut aku tidak akan bisa menghadapinya."
Alfatra menggenggam tangan Ariana, memberinya kenyamanan. "Aku tahu aku pernah mengecewakanmu. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak akan pernah membuat kesalahan yang sama lagi. Aku ingin berjalan bersamamu, Ari. Dengan penuh cinta dan komitmen."
Ariana menarik napas dalam, mengumpulkan keberanian. "Aku ingin mempercayaimu, Alfa. Aku ingin membuka hatiku untukmu. Tapi aku juga butuh waktu untuk memastikan bahwa aku siap sepenuhnya."
Alfatra tersenyum lembut, matanya penuh harapan. "Aku akan menunggumu, Ari. Sebanyak yang kamu butuhkan."
~.................
Sementara itu, di rumah keluarga Alfatra, ketegangan mulai mereda. Namun, masih ada beberapa perasaan yang belum terselesaikan, terutama dengan orang tuanya. Ayah dan ibunya mulai menerima kenyataan bahwa Alfatra tidak akan dipaksa untuk mengikuti kehendak mereka, meskipun itu masih terasa sulit bagi mereka.
Suatu malam, setelah makan malam bersama, ibunya memanggil Alfatra untuk berbicara. "Alfa, kamu tahu kami tidak pernah bermaksud untuk menekanmu. Kami hanya ingin yang terbaik untukmu."
"Aku mengerti, Bu," jawab Alfatra dengan hati yang penuh pengertian. "Aku tahu kalian ingin melihatku bahagia, tapi kebahagiaanku tidak bisa dibangun di atas pengorbanan apa pun, termasuk kebahagiaan keluarga kita."
Ibunya menghela napas panjang. "Kami hanya ingin melihat kamu menikah dengan seseorang yang tepat, yang bisa memberimu kehidupan yang stabil dan aman."
"Dan Ariana adalah orang yang tepat, Bu," jawab Alfatra dengan tegas. "Dia mungkin tidak sempurna, tapi dia yang aku pilih, dan itu sudah cukup."
Ayah Alfatra yang selama ini diam, akhirnya berbicara. "Kami tidak bisa memaksamu, Alfa. Tapi kami hanya ingin kamu tahu bahwa kami akan selalu ada untuk mendukungmu. Bahkan jika kami tidak sepenuhnya memahami keputusanmu."
"Terima kasih, Ayah," jawab Alfatra dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
............~
Pada hari berikutnya, Ariana akhirnya memutuskan untuk menemui Alfatra di tempat yang mereka kenal, sebuah taman yang menjadi saksi banyak kenangan indah mereka.
“Ari, kamu sudah memikirkan semuanya?” tanya Alfatra saat melihat Ariana mendekat.
Ariana mengangguk perlahan, kemudian menarik napas dalam. "Aku ingin mempercayaimu, Alfa. Aku ingin mencoba lagi. Tapi aku ingin kita melakukan ini dengan benar. Tanpa terburu-buru. Kita harus menghadapi segala hal bersama, baik suka maupun duka."
Alfatra tersenyum bahagia, matanya bersinar. "Aku akan menunggu kapan pun kamu siap, Ari. Ini bukan tentang waktu. Ini tentang komitmen kita satu sama lain."
Ariana memandangnya lama, lalu akhirnya berkata, "Aku siap untuk mencoba. Kita mulai dari awal, Alfa. Dari nol. Tanpa tekanan dari luar."
Dan di bawah pohon besar yang menjadi saksi perjalanan cinta mereka, mereka berdua memulai babak baru dalam hubungan mereka. Tanpa ada lagi perjodohan, tanpa ada lagi tekanan keluarga. Hanya ada mereka berdua, dan sebuah janji untuk saling mendukung dalam setiap langkah kehidupan.
..........~
Apakah mereka akan mampu menjaga cinta ini di tengah-tengah dunia yang penuh dengan ekspektasi dan hambatan? .........~