Kematian kakak Debora, Riska, sungguh membuat semua keluarga sangat berduka.
Riska, meninggal saat melahirkan anak pertamanya. Tubuhnya yang lemah, membuat dia tidak bisa bertahan.
Karena keadaan, semua keluarga menginginkan Debora, menggantikan
posisi kakaknya yang sudah meninggal, menjadi istri kakak iparnya.
Debora terpaksa menerima pernikahan itu, karena keponakannya yang masih bayi, perlu seorang Ibu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19.
Sesampainya di Mansion, dan memarkirkan mobil dengan benar, Victor kembali menarik Debora dengan kasar keluar dari dalam mobil.
"Hentikan! tanganku sakit!" jerit Debora menarik tangannya dari tarikan tangan Victor.
Victor tidak memperdulikan jeritan Debora, setengah terseret Debora di bawa Victor naik ke lantai atas.
Dengan kencang Victor membuka pintu kamar utama, dan menarik Debora masuk ke dalam kamar.
Brak!
Pintu kamar kembali di tutup Victor dengan kencang, membuat Debora terkejut bukan main.
Dengan kuat, Victor melemparkan tubuh mungil Debora ke atas tempat tidur, dan membuat Debora kembali terkejut dengan perlakuan kasar Victor tersebut.
"Kalian semua mempermainkanku, kalian pikir aku ini lelaki bodoh, yang bisa kalian tipu, sialan!" teriak Victor dengan kencang.
Emosi pria itu pun meledak, dari tadi dia menahan diri ingin melampiaskan amarah yang ditahannya.
Perkataan wanita yang pernah menjadi bagian masa lalunya itu, berputar terus di kepalanya.
Tentang Riska yang menjebaknya, dan melihat Debora bicara begitu akrab dengan pria lain, seakan-akan dirinya seperti pria bodoh, yang gampang di permainkan.
Debora yang terbanting di tempat tidur, menjadi marah di perlakukan dengan kasar.
Sedari kecil Debora tidak pernah mendapat kasih sayang yang tulus dari ke dua orang tuanya, karena memiliki fisik yang kuat.
Sebagai putri yang nyaris tidak pernah mendapat sakit, dia selalu mengalah kepada kakaknya yang lemah.
Dia selalu kesepian, tapi tidak pernah mengeluh, atau pun mencari perhatian kepada orang tuanya.
Karena keponakannya masih bayi, dengan terpaksa dia mau menjadi ibu pengganti bagi keponakannya.
Sedikitpun dia tidak pernah membayangkan, kalau kakak iparnya ternyata sangat membencinya.
Dan terlebih lagi bersikap kasar padanya, memperlakukan dirinya seperti sebuah benda, untuk melampiaskan amarahnya.
Masalah kakak iparnya dengan wanita masa lalunya, dan masalah dengan kakaknya, Riska, dirinya menjadi korban amarah kakak iparnya.
"Apa maksudmu berteriak padaku!" teriak Debora dengan kencang dari tempat tidur.
Victor tertegun mendengar Debora berani menghadapi amarahnya, sesaat dia tidak bisa berkata-kata.
Debora bangkit dari duduknya, lalu berdiri di tempat tidur memandang Victor dengan tajam.
"Kamu punya masalah dengan wanita itu, jangan bawa-bawa aku dalam permasalahan kalian!" teriak Debora lagi dengan kencang.
"A..apa katamu? apa kamu tidak sadar kalau kamu juga ikut mempermainkan ku, kamu sudah menikah, tapi bisa-bisanya berduaan di depan umum seperti itu?!" teriak Victor dengan kencang juga.
"Apa urusannya dengan mu, kalau aku bicara dengan lelaki mana pun, aku bukan istri kakak, kak Riska lah istri kakak ipar!" teriak Debora dari atas tempat tidur, ke dua tangan terkepal dengan erat.
Debora berdiri dengan tegak di tempat tidur, menantang kemarahan Victor, dengan amarah yang meledak-ledak juga.
Mata Victor terbelalak tidak percaya dengan apa yang di katakan Debora tersebut, dari mana ceritanya kalau Debora bukan istrinya.
"A..apa katamu? coba ulangi lagi!" sahut Victor dengan nada tinggi.
"Aku hanya Mama pengganti untuk Arthur, bukan istri kakak ipar!" sahut Debora memperjelas perkataannya.
"Kamu sudah gila ya! apa kamu memang bodoh, atau memang benar-benar bodoh?" teriak Victor dengan kencang.
"Jangan berteriak padaku! aku bukan tempat pelampiasan amarahmu, karena bertengkar dengan kekasihmu!" teriak Debora lebih kencang lagi, sampai kepalanya menunduk mengeluarkan teriakannya.
Victor terdiam mendengar teriakan Debora tersebut, pria itu mematung di tempatnya.
Terbuat dari apa hati gadis yang telah di nikahkan padanya, jauh berbeda dengan sikap Riska yang lemah lembut, dan cenderung cengeng.
Mata Victor nanar menatap Debora yang berdiri di atas tempat tidur, dengan wajah yang terlihat begitu marah.
Seharusnya dialah yang marah di sini, dan Debora dengan wajah bersalah seharusnya meminta maaf padanya, karena sudah tertangkap basah, berani berduaan dengan seorang lelaki.
Bersambung.....