Hi hi haaayyy... selamat datang di karya kedua akuu... semoga suka yaaa 😽😽😽
Audrey dipaksa menggantikan adiknya untuk menikah dengan seorang Tuan muda buangan yang cacat bernama, Asher. Karena tuan muda itu miskin dan lumpuh, keluarga Audrey tidak ingin mengambil resiko karena harus menerima menantu cacat yang dianggap aib. Audrey yang merupakan anak tiri, harus rela menggantikan adiknya. Namun Asher, memiliki rahasia yang banyak tidak diketahui oleh orang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qaeiy Gemilang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Bella
Audrey terdiam sambil satu tangannya memegangi pipinya ketika Dax memberikan tamparan keras di pipi wanita itu.
“Kau dengar Audrey, kau itu sudah bukan dari keluarga Barnes Colvin lagi. Kami sudah tidak ada tanggung jawab apa-apa lagi denganmu. Jadi mulai sekarang, pergi dari kediamanku!” Cerca Dax.
Air mata di pelupuk Audrey tergenang, tetes-tetes air mata itu mulai jatuh saat iris kelopak wanita itu bergetar. Beginikah sifat ayahnya? Kenapa begitu kejam padanya? Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam kepalanya.
Audrey seperti terbuang oleh keluarganya sendiri. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat ternyaman dan penyemangat di saat susah dan duka. Namun, yang Audrey alami justru sebaliknya. Ayahnya yang dulu penuh kasih menjadi seperti ini karena pengaruh Brianna dan Callie.
“Kenapa masih berdiri di sini, hah! Apakah tidak punya uang?” Ujar Brianna.
Sambil memegangi pipinya, Audrey menatap ke arah Dax dan Brianna. “Kalian manusia yang tidak punya rasa malu. Ini adalah rumah mendiang Ibuku! Aku penerus asli Barnes Colvin! Demi Tuhan, arwah ibuku akan mendengar sumpahku! Akan aku tendang kalian satu persatu dari Barnes Colvin !” Audrey berteriak lantang
Dax mendorong bahu Audrey dengan kuat. “Heh, ibumu itu sudah mati. Dan siapa yang mengurus perusahaan selama ini, hah? Kau pikir hantu ibumu?”
Saat bersamaan, Callie menatap gelang yang dipakai oleh Audrey dan dia merasa tertarik. Wanita itu segera meraih tangan Audrey. “Coba, sini aku lihat!” Callie menatap gelang mutiara itu dengan penuh keinginan.
“Lepaskan tanganmu!” Audrey mencoba menapik tangan Callie yang mencengkram pergelangan tangannya.
“Berikan gelang itu padaku!” Pinta Callie memaksa.
“Tidak akan. Ini hadiah pernikahan dari suamiku! Apa kau tidak ada rasa malu meminta gelang yang merupakan emas kawinku!” Hardik Audrey dengan tegas.
Callie merasa dipermalukan saat keinginannya tidak tercapai, dia menatap ke arah ibu-ayahnya. “Ayah, aku mau gelang itu. Sepertinya gelang itu sangat langka.” Rengek Callie.
Audrey mengerutkan dahi, tidak percaya akan tingkah laku adik tirinya itu. Dax dan Brianna saling berpandangan, kemudian Dax menghela napas seolah-olah merasa terpaksa.
“Baiklah!” Dax menatap tajam ke arah Audrey. “Kau akan serahkan gelang itu kepada Callie sebagai tebusan karena telah menyusahkan kami.”
Audrey marah mendengar ucapan ayahnya. “Menyusahkan? Baiklah. Aku akan buktikan jika aku dapat berdiri sendiri tanpa kalian dan setelah aku kembali, aku akan merebut semuanya dari kalian!” kata Audrey dengan nada tegas.
Mendengarkan perkataan Audrey, Brianna tersenyum sinis. “Ayolah, Audrey. Kau hanya wanita lemah yang tidak punya kemampuan. Apa yang bisa kau perbuat? Hanya menangis dan berdoa saja yang kau bisa,” ujar Brianna dengan nada menghina.
“Karena kalian yang membatasiku untuk berkembang agar kalian dapat menguasai harta ibuku! Jika kalian ingin gelang ini, maka belilah sendiri. Aku tidak akan memberikan gelang warisan ini-“
“Ih... Kamu cerewet sekali! Berikan! Aku mau yang ini!” Callie memaksa merebut gelang tersebut dengan paksa dari tangan Audrey.
Audrey mencoba melindungi gelang tersebut. Dan perkelahian pun terjadi, Callie yang semakin ingin memiliki gelang tersebut dan Dax serta Brianna yang tampak tidak ada niatan mencegah Callie. Audrey terjatuh ke lantai dengan keras saat Callie berhasil merebut gelang tersebut.
Dan...
Tek!
Gelang itu putus karena tarikan yang begitu kuat dari Callie hingga gelang itu terpental entah kemana. Audrey terkejut, dadanya seketika berpacu dengan hebat jika seandainya Asher tahu jika dia tidak dapat menjaga gelangnya dengan baik.
Plak!
Sekali lagi Audrey mendapatkan tamparan dari ayahnya. “Dasar pembuat masalah! Keluar sekarang juga dari rumahku! Atau aku akan meminta para petugas keamanan menyeretmu!” Murka Dax.
Dengan wajah penuh air mata, Audrey berdiri dari lantai sambil merasakan perih di pipinya. Audrey mengepal tangannya erat dan langsung berbicara dengan nada tegas, “Aku tidak akan lupa. Aku akan kembali dan merebut kembali apa yang sebenarnya menjadi hakku. Percayalah, Barnes Colvin akan kembali seperti semula, karena kebenaran tidak akan pernah kalah.”
Audrey pun berlalu dari hadapan keluarganya yang kejam itu. Langkahnya yang tertatih menciptakan jeda dramatis sebelum dia meninggalkan kediaman Colvin dengan penuh air mata dan sakit hati.
Audrey meraih ponselnya, dia segera menghubungi temannya. “Halo, Bella? Bisakah kita bertemu?” Tanya Audrer dengan suara parau saat panggilan teleponnya tersambung.
“Ada apa denganmu? Kau menangis?”
“Aku punya sedikit masalah.”
“Temui aku di kafe di tempat biasa.”
“Baik.”
Audrey memutuskan sambungan teleponnya dan segera menahan taksi. Untuk menemui sahabatnya yang merupakan teman les saat ibunya masih hidup dulu.
Sesampainya di kafe, Audrey bergegas masuk ke dalam kafe yang dimaksud oleh Bella.
“Audrey, sini!” Seru Bella sambil melambaikan tangan memberitahukan posisinya duduk.
Audrey segera melangkah ke arah Bella. Saat Audrey meraih kursi untuk duduk, Bella tercengang melihat pipi sahabatnya itu.
“Audrey, ada apa dengan pipimu? Apa yang terjadi?”
Mendengar pertanyaan sahabatnya, Audrey hanya membuang nafas berat. “Biasa, kalau bukan perbuatan ayahku, siapa lagi?”
Bella mendengus kesal sambil mengusap lembut pipi Audrey. “Mereka benar-benar tidak punya hati. Jangan biarkan mereka melukaimu lagi, Audrey. Kamu tidak patut menerima perlakuan seperti itu.”
Audrey menatap Bella dan mencoba tersenyum meskipun perih. “Aku akan mencoba tetap kuat, Bella. Tapi hari ini... aku kehilangan sesuatu yang sangat penting bagiku.”
Bella menyeringai penuh simpati, “Apa yang terjadi? Ceritakan padaku.”
Audrey mengepal tangannya, menahan emosi. Dalam suara yang penuh emosi, dia menceritakan tentang pertengkaran yang terjadi dan bagaimana Callie berhasil merebut gelang pemberian Asher. Bella mendengarkan dengan seksama, wajahnya mengekspresikan kemarahannya pada Dax, Brianna, dan Callie.
“Ya ampun, mereka benar-benar tidak tahu diri. Aku sempat terkejut ketika mendengar kabar jika kau menggantikan posisi adik tirimu untuk menikah.”
“Maafkan aku jika tidak sempat memberitahumu.”
Bella menggenggam tangan Audrey. “Its ok, dear. Aku mengerti posisimu. Lalu bagaimana dengan suamimu?”
Wajah Audrey tertunduk, air matanya menitik ketika akhir-akhir ini dia memiliki banyak masalah. “Entahlah, aku rasa aku ingin menyerah dan menyusul ibuku,” ucap Audrey dengan bibir bergetar di sela tangisnya.
“Hei... Don’t say like that. Aku ada di sini, aku akan mendengarkannya.” Bella mencoba menenangkan sahabatnya itu.
Audrey mengangkat wajahnya, mengusap air mata yang masih mengalir. “Terima kasih, Bella. Kamu sungguh sahabat yang baik. Tapi, aku masih bingung, aku tidak tahu harus berbuat apa. Nenekku butuh biaya dan aku tidak punya uang untuk itu. Suamiku, dia begitu dingin dengan wajah yang selalu datar seperti batu prasasti. Belum lagi masalah keluargaku, aku benar-benar bingung, Bella.”
Bella terdiam sejenak, menatap sahabatnya yang sedang menangis sesenggukan di hadapannya, kemudian menyampaikan saran dengan nada lembut. “Audrey, kamu harus tegas terhadap dirimu sendiri tentang apa yang menjadi prioritasmu sekarang. Percayalah pada suamimu, mungkin dia memiliki alasan tersendiri yang membuatnya bersikap dingin kepadamu. Dan jangan lupa, awalnya kamu menikah untuk menyelamatkan nenek. Fokuslah untuk itu.”
Audrey mengangguk pelan, mencoba mempertimbangkan nasehat sahabatnya. “ Kamu benar, Bella. Aku harus fokus pada nenek dan mencari cara untuk membayar biaya pengobatannya.”
“Tepat. Sebagai sahabat, aku akan selalu mendukungmu, Audrey,” ujar Bella sambil menepuk-nepuk punggung tangan sahabatnya itu. “Oleh karena itu, mulai besok, aku akan membantumu mencari pekerjaan agar kamu dapat memenuhi kebutuhan nenekmu. Aku yakin kita pasti bisa menemukan solusi yang terbaik.”
Tring!
Ponsel Audrey berbunyi tanda pesan notifikasi masuk. Dengan cepat, Audrey meraih ponselnya dan membuka pesan tersebut. “Segera kembali!” Asher.
Audrey segera meraih tasnya, dia menyedot minuman yang sebelumnya di pesan oleh Bella. “Bella, aku harus kembali.” Audrey mengecup pipi sahabatnya itu. “ Suamiku sudah mengirim pesan.”
Bella mengangguk. “Ya, segeralah kembali. Jangan membuat suamimu marah. Apalagi kalian baru menikah,” ucap Bella.
“Terima kasih, Bella atas waktunya. Aku pamit!” Tanpa menunggu jawaban Bella, Audrey berlari kecil ke pintu keluar dan segera menahan taksi.
Bella tersenyum tipis melihat Audrey bergegas pergi menemui suaminya, mendoakan yang terbaik untuk sahabatnya itu. Dia berharap Audrey dapat menemukan kebahagiaan di balik berbagai masalah yang dihadapinya. Maka dari itu, Bella bertekad untuk membantu Audrey dan memberikan dukungan penuh kepadanya.
Sementara itu, Audrey duduk di kursi penumpang taksi yang sedang melaju menuju rumah Asher. Dalam perjalanan, Audrey kembali merenungi masalah-masalah yang sedang dihadapinya, termasuk kehilangan gelang pemberian Asher. Dia berusaha untuk tetap tegar dan menguatkan diri sendiri. Pada saat yang sama, Audrey juga berpikir bagaimana cara menghadapi suaminya yang dingin dan misterius.
Setibanya di rumah Asher, Audrey baru menyadari bahwa hari sudah mulai gelap. Sembari menggigit bibirnya, Audrey turun dari taksi dan masuk ke dalam rumah. Begitu melangkah masuk, dia dikejutkan oleh Asher yang sudah menunggunya di ruang tamu dengan tatapan yang begitu menusuk.
“Mengapa baru pulang?” tanya Asher dengan nada dingin.
Audrey terdiam sejenak, menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab suaminya. “Maaf. Jika aku tidak memasak. Kalau kau ingin marah atau ingin menghukumku, silahkan!” Jawab Audrey tidak kalah dingin dari Asher.
Asher terkejut saat melihat pipi istrinya memerah dan bengkak. Audrey melangkah melewati tubuh Asher dengan kepala tertunduk.
“Berhenti, Callie!” Ucap Asher sambil mencekal pergelangan tangan wanita itu.
Audrey menghentikan langkahnya. Dia membisu menunggu Asher berbicara. “ Lihat ke arahku dan angkat wajahmu!” Tekan Asher.
Audrey mengelak tangan Asher. “Aku lelah-“
“Ku bilang angkat!” Bentak Asher dengan suara yang begitu tajam. Hingga kedua pundak Audrey pun tersentak kaget.
Dengan terpaksa, Audrey mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Asher. “ Siapa yang melakukan ini padamu?” Sorot mata Asher tertuju ke pergelangan Audret. “Dan di mana gelang yang aku berikan?”
mampir juga dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/