Kisah seorang pria yang terikat hutang dengan sistem karena di tolong oleh sistem ketika dia di khianati, di fitnah dan di bohongi sampai di bunuh di penjara untuk membalas dendam, sekarang dia berjuang untuk melunasi nya dengan membuat aplikasi yang melayani jasa balas dendam bagi pengguna nya, baik yang masih hidup atau sudah meninggal, bisakah dia melunasi hutang nya ? atau hutang nya semakin membengkak karena banyaknya "partner" di samping nya ?
*Mengandung kekerasan dan konten yang mengganggu, harap bijak dalam membaca dan maaf bocah tolong minggir.*
Genre : Fantasi, fiksi, drama, misteri, tragedy, supranatural, komedi, harem, horor.
Kalau berkenan mohon di baca dan tolong tinggalkan jejak ya, like dan comment, terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1
“Aku pulang,” seorang pria masuk ke dalam rumahnya, “papa,” teriak seorang anak kecil perempuan yang baru berusia 5 tahun dengan penuh semangat, langsung saja dia berlari dengan wajah ceria sambil merentangkan tangannya seakan akan ingin segera meraih ayahnya. Sang pria yang melihat gadis kecil itu menghampiri dirinya dengan senyum lebar menghiasi wajahnya, langsung jongkok dan merentangkan tangannya,
“Hup,”
Sang pria langsung menangkap gadis kecil yang berlari ke arahnya dan melompat memeluk nya, dia berdiri dan berjalan masuk ke dalam sambil menggendong gadis kecil yang merupakan anak nya. Ketika sampai ruang tengah dan menoleh ke meja makan, dia melihat seorang wanita cantik sedang menaruh piring berisi masakan yang nampak sangat lezat di meja makan. Wanita itu menoleh melihat dirinya dan tersenyum,
“Papa sudah pulang ya ?” tanyanya.
“Iya, aku sudah pulang,” jawab sang pria sambil menjulurkan lengannya.
Sang wanita, dengan senyum ceria menghiasi wajahnya, melangkah mendekati sang pria. Dia memeluk pinggang sang pria di balas oleh sang pria yang merangkulnya dengan lembut, bibir mereka bertemu dengan singkat dan cepat. Setelah itu, mereka berdua melepaskan pelukan, dan wanita itu tersenyum lebar sambil menatap sang gadis kecil.
“Hari ini kita rayakan ulang tahun papa yang ke 32, yey!” seru sang wanita dengan semangat, membuat gadis kecil yang di gendong sang pria bersorak gembira.
“Yeeeeeey....selamat ulang tahun papa,” teriak sang gadis kecil seraya memeluk leher ayahnya.
“Haha terima kasih mama, Laila,” ujar sang pria.
Mereka pun makan bersama sama dan terlihat sekali mereka sangat berbahagia. Malam harinya, setelah selesai menidurkan Laila di dalam kamarnya, sang pria mengusap kepalanya dan mencium keningnya.
“Selamat tidur ya,” ujar sang pria.
Dia berdiri dan berjalan keluar dari kamar anak nya untuk menuju ke kamar sebelah yaitu kamarnya sendiri. Ketika membuka pintu, dia melihat istrinya sudah siap mengenakan pakaian yang sangat tipis tanpa pakaian dalam. Sang pria tersenyum melihat istri nya menyambutnya sambil berlutut di atas ranjang dan merentangkan tangannya.
“Hadiah dari mama untuk papa hehe,” ujar sang istri.
Sang pria langsung duduk di tepi ranjang dan berbalik, dia memeluk istrinya yang juga merangkulnya dari samping, setelah itu pertempuran pun di mulai,
“Aah,”
Desahan dan lenguhan pun bergema di dalam kamar memecah keheningan malam, sang istri terlihat sangat bahagia dan terus menatap suaminya yang juga terlihat sangat bahagia. Setelah selesai pertarungan panas yang menghabiskan beberapa balon yang sudah terisi penuh, keduanya berbaring miring di ranjang sambil saling berhadapan.
“Papa, maaf, sebenarnya aku tidak mau merusak suasana, tapi tadi siang ada yang mengantarkan ini,” ujar sang istri yang mengambil amplop dari balik bantalnya.
Sang pria mengambil amplopnya dan membukanya, kemudian matanya membulat karena melihat isi amplop yang adalah sebuah tagihan hutang dengan jumlah yang sangat fantastis kepada sebuah badan usaha peminjaman uang yang tidak di ketahui legal atau tidak nya. Dahi sang pria berkerut membacanya karena nama yang tertagih di surat itu adalah namanya yaitu Reinaldo Tirta dan tidak ada perincian hutang nya.
“Sebentar, aku merasa tidak pernah meminjam di perusahaan ini dan jumlahnya kenapa bisa begitu besar ?” tanya Rei.
“Aku sendiri tidak tahu pa, tiba tiba saja mereka datang mencari mu dan ketika ku katakan kamu ada di kantor, mereka minta alamat kantor mu, tapi aku tidak memberikan nya dan mereka pergi meninggalkan surat ini agar di berikan padamu,” ujar sang istri.
Rei melihat wajah istrinya yang terlihat sedikit ketakutan, dia melipat dan memasukkan lagi suratnya ke dalam amplop kemudian menaruhnya di meja.
“Aku akan coba selidiki besok,” ujar Rei tersenyum.
“Iya pa, jangan sampai mereka datang lagi, mereka benar benar mengerikan,” ujar sang istri.
“Maaf ya sayang, kamu jadi susah karena aku,” ujar Rei sambil memeluk istrinya.
******
Keesokan harinya, pagi pagi di kantor, “klek,” Rei membuka pintu kantornya, dia melihat banyak sekali karyawan yang sudah datang dan sudah mulai bekerja, tiba tiba, “selamat pagi pak Rei,” sapa seorang wanita yang merupakan karyawati di kantornya.
“Ya, selamat pagi,” ujar Rei membalas sapaan sang wanita.
Rei melangkah masuk mengenakan jas, dasi dan celana bahan nya sehingga dia terlihat bergengsi walau wajahnya sangat pas pasan. Semua karyawan yang di lewatinya menyapa dan menegurnya, tentu saja Rei menyapa balik mereka dengan senyum yang ramah, dia masuk ke dalam ruangannya dan berjalan ke mejanya, dia menatap meja nya, ada sebuah plakat di meja bertuliskan direktur.
Rei duduk di kursinya, tangannya masuk ke dalam jasnya dan menarik keluar surat yang di berikan istrinya semalam. Dia membaca sekali lagi isi nya sambil meletakkan tangan di dagunya dan mengerutkan dahinya, kemudian dia menekan interkom,
“Sil, bisa kamu ke ruangan ku sekarang ?” tanya Rei.
Setelah itu dia bersandar di mejanya dan meletakkan surat nya di meja. “Klek,” pintu ruangan di buka, seorang wanita cantik dan seksi yang mengenakan kacamata masuk ke dalam.
“Ada apa pak ?” tanya sang wanita.
“Sisil, coba kamu cari tahu soal perusahaan ini dan kalau perusahaan ini legal tolong tanyakan apa kita bisa dapat rincian hutangnya atau tidak,” jawab Rei sambil memberikan suratnya kepada Sisil.
“Oh baik pak, ini apa ya ?” tanya Sisil.
“Ini masalah pribadi ku dan kalau bisa jangan sampai ada yang tahu ya,” ujar Rei.
“Baik pak, di mengerti, saya coba selidiki, lalu jadwal siang ini sudah saya update by email ya pak,” balas Sisil sambil memegang kacamatanya dan terlihat sedang menatap amplopnya.
“Baiklah, terima kasih ya Sil,” ujar Rei tersenyum.
“Sama sama pak,” balas Sisil tersenyum.
Setelah Sisil keluar, Rei membalik kursinya dan membuka tirai di depannya, dia menatap keluar jendela melihat kota di pagi hari sambil berpikir,
“Siapa yang berhutang menggunakan nama ku ya ?” tanya Rei dalam hati.
******
Dua bulan kemudian, hari minggu, “brak,” Rei menoleh melihat istrinya menggebrak meja dengan wajah yang terlihat sangat marah.
“Papa, sudah ku bilang kan atasi masalah hutang itu dan jangan sampai mereka datang lagi, tapi kenapa mereka masih datang bahkan mereka menggendong Laila seakan akan seperti ingin membawa Laila pergi bersama mereka, aku benar benar takut pa dan liat, kenapa jumlahnya malah bertambah, bukan berkurang ?” tanya sang istri sambil memberikan selembar kertas ke hadapan Rei.
Rei sangat terperanjat kaget karena ternyata hutangnya bertambah hampir dua kali lipat dari sebelumnya dalam jangka waktu dua bulan. Rei menaruh kertasnya di meja dan mengusap kepalanya, dia menoleh kepada istri nya,
“Sayang, aku sudah menyelidiki perusahaannya dan ternyata perusahaan itu ilegal, aku sedang melaporkan mereka ke polisi, jadi tolong sabar ya,” ujar Rei.
“Bagaimana bisa sabar pa, coba pikir kalau kamu yang melihat sendiri anak kita mau di bawa orang, lagipula mata mereka kalau menatap ku seakan akan mereka sedang menelanjangi diriku dengan mata mereka, mereka datang hampir setiap hari dalam dua bulan ini dan benar benar membuat ku stress,” teriak sang istri.
“Aku mengerti, aku minta kamu sabar dulu, polisi masih belum memberi ku kabar, bertahanlah seben...”
“Brak,” belum selesai Rei berbicara istrinya sudah kembali menggebrak meja, wajahnya terlihat merah padam dan terlihat benar benar murka.
“Polisi...polisi....kenapa tidak kamu bayar saja uang itu, selesaikan dan masalah hilang,” teriak sang istri.
“Laura, kamu tentu tahu kan jumlahnya sangat besar, seluruh tabungan kita akan habis kalau kita paksakan untuk melunasi nya, kita harus pikirkan masa depan Laila,” ujar Rei.
“Hah...kamu lebih mementingkan uang daripada anak mu di bawa orang sebagai tebusan ? kamu ga mikir apa, uang bisa di cari, kamu kan direktur, kalau perlu aku akan kerja lagi atau buka usaha untuk membantu kamu, kita ini sedang terancam, kamu tahu tidak sih,” teriak Laura.
Rei diam saja membiarkan Laura membentak dirinya dengan penuh semangat, namun pada akhirnya kepalanya benar benar pusing mendengar ocehan istrinya yang tanpa henti di sebelahnya. Ketika emosi nya sampai pada puncak nya, “brak,” Rei berdiri menggebrak meja dengan wajah merah dan menatap tajam istrinya, dia meletuskan emosinya langsung kepada sang istri.
“Aku bilang sabar ya sabar, ini hari minggu, aku ingin istirahat,” teriak Rei membentak Laura.
Laura terkesiap, dia tertegun dan air matanya mulai mengalir melihat Rei menatap dirinya dngan mata membulat dan tajam di tambah tangannya yang mengepal di hadapan nya. Laura menarik nafasnya dan menyeka air matanya,
“Baik, kalau memang itu mau kamu, aku akan sabar, tapi aku tidak bisa kalau harus di sini lagi, aku sudah mengatakan semua nya dan kamu mengabaikan ku, hari ini juga aku akan kembali ke rumah orang tua ku bersama Laila dan setelah itu kita urus perceraian kita,” ujar Laura.
“Hah...kamu bilang apa ? cerai ? hanya karena urusan ini kamu minta cerai dari ku ?” teriak Rei sambil meremas kertas nya dan mengacungkan ke wajah Laura.
“Bayar, selesaikan masalah, kamu tidak mengerti apa yang aku dan Laila lalui setiap hari, setiap hari aku dan Laila di teror, kamu tidak merasakan betapa takut nya aku dan Laila di rumah ini, aku coba mengatakan dan meyakinkan dirimu, tapi nyatanya kamu malah memintaku sabar dan membentak ku, maaf sekarang juga aku pergi, selamat tinggal,” ujar Laura berbalik.
“Hey tunggu....Laura,” teriak Rei yang merasa di punggungi istrinya dengan kencang karena emosi nya masih berada di puncak.
Namun Laura tetap berjalan masuk ke dalam kamar dan tidak lama kemudian, dia keluar dengan berpakaian rapi dan menarik koper, kemudian dia masuk ke dalam kamar Laila dan menggendong Laila keluar. Rei mengejar Laura yang membawa Laila,
“Hei, apa apaan ini,” teriak Rei yang melihat anak nya di bawa dan memegang pundak istri nya.
“Bilang dadah sama papa,” ujar Laura pada Laila anak nya sambil menggoyangkan pundak nya melepaskan diri dari Rei.
“Dadah papa,” ujar Laila yang membuka telapaknya dan menggoyangkannya.
“Klap,” tanpa menghiraukan Rei, Laura keluar bersama Laila dan pergi begitu saja, “buaaak,” Rei memukul dinding di sebelahnya karena geram Laura tidak mendengarkan dirinya.
mampir juga ya kak di cerita akuu