mampir mampir mampir
“Mari kita berpisah,”
“Mas rasa pernikahan kita sudah tidak bisa di pertahankan, mungkin ini memang salah mas karena terlalu berekspektasi tinggi dalam pernikahan ini.” Lirih Aaron sambil menyerahkan sesuatu dari sakunya.
Zevanya melakukan kesalahan yang amat fatal, yang mana membuat sang suami memilih untuk melepasnya.
Namun, siapa sangka. Setelah sang suami memutuskan untuk berpisah, Zevanya di nyatakan hamil. Namun, terlambat. Suaminya sudah pergi dan tak lagi kembali.
Bagaimana kisahnya? jadikah mereka bercerai? atau justru kembali rujuk?
Baca yuk baca!!
Ingat! cerita hanya karangan author, fiktif. Cerita yang di buat, bukan kenyataan!!
Bijaklah dalam membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DADDY!
"Bagaimana hasilnya dok?"
Kini Aaron dan Zeva tengah berada di ruangan dokter, keduanya tengah menunggu hasil pemeriksaan Marsha.
"Seperti dugaan saya, putri anda mengalami amnesia. Dia melupakan tentang masa lalunya, tapi tenang saja. Ingatannya bisa kembali pulih setelah melakukan terapi," ujar dokter setelah membaca laporan.
"Kalau tidak melakukan terapi, apakah amnesianya akan sembuh?" Tanya Aaron.
Pertanyaan Aaron cukup aneh di telinga Zeva, dia pun menatap pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu.
"Semuanya tergantung bagaimana fisik pasien, saya mengerti ... pasti kalian sebagai orang tua sedih karena anak kalian kehilangan memorinya."
"Namun, teruslah berusaha. Pengobatan sekarang sangat modern. Anak kalian, pasti cepat pulih."
"Ehm, terima kasih dokter. Kalau gitu, kami permisi." Pamit Zeva.
Setelah keduanya keluar dari ruangan dokter, Zeva melihat ke arah suaminya. Aaron tetap melangkahkan kakinya, tetapi dengan tatapan kosong.
Sesampainya mereka di depan pintu kamar rawat Marsha, tiba-tiba Aaron menghentikan langkahnya dan malah menghadap ke arah Zeva.
"Zeva, aku tahu ideku ini mungkin adalah hal yang bod0h. Tapi ... bisakah kita membiarkan Marsha tetap amnesia?"
"Hah?! kamu membiarkan anakmu sakit mas? Amnesia Marsha parah, dia bahkan melupakan seluruh memorinya!" Sentak Zeva tak terima.
Aaron menghembuskan nafas kasar. "Aku merasa senang Marsha amnesia, karena dengan begitu. Dia tidak tahu, tentang bagaimana kehidupannya sebelumnya. Saat dia ingat, belum tentu dia akan menerima ku. Bahkan, dia pasti akan membenciku karena aku meninggalkannya."
"Zeva, bisakah kita berpura-pura menjadi keluarga yang rukun? aku hanya mau putri kita merasa, dia hidup di keluarga yang bahagia. Bukan seperti sebelumnya, keluarga yang berantakan."
Zeva terdiam, ada rasa terkejut dengan pemikiran suaminya. Namun, dirinya harus kecewa. Kenapa suaminya memintanya untuk berpura-pura?
"Pura-pura yah." Gumam Zeva tersenyum miris.
"Jadi, kita harus bersandiwara sebagai keluarga bahagia? Untuk Marsha?" Tanya Zeva, menatap lekat mata Aaron yang memandangnya.
"Iya, aku hanya ingin Marsha merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Bukan kesedihan yang selama ini sudah dia rasakan," Sahut Aaron.
Zeva tersenyum paksa, dia mengusap bibirnya dan menganggukkan kepalanya.
"Lalu, dia akan kecewa ketika mengetahui ayahnya menikahi wanita lain? bahkan ketika kamu miliki anak lagi dengan istri barumu, putriku akan tersingkirkan. Dia akan kembali di anggap tiada, sama seperti sebelumnya. Bukan begitu mas?"
"Zeva, maksudku ...,"
Zeva mengangkat tangannya, dia menyela perkataan Aaron.
"Perlihatkanlah yang sesungguhnya pada Marsha, jika kita tidak bisa bersama. Aku tidak mau putriku semakin kecewa, apalagi ... mas Aaron belum bisa mengontrol emosi. Lebih baik, mas Aaron jangan sering-sering menemui Marsha. Aku takut kamu lepas kendali dan membuat putriku trauma,"
Setelah mengatakan itu, Zeva lalu masuk ke dalam kamar rawat Marsha. Tak peduli bagaimana wajah Aaron saat ini.
***
Beberapa hari kemudian, keadaan Marsha semakin membaik. Bahkan, dirinya sudah mulai bercanda bersama Raihan.
"Siapa yang paling cantik?" Tanya Raihan yang duduk di hadapan Marsha.
"Malcha!" Seru Marsha.
"Siapa yang paling pintar?" Tanya Raihan kembali.
"Malcha!"
"Siapa yang paling malas?"
"Malcha!"
Raihan menahan tawanya, wajah Marsha masih ceria tanpa merasa dirinya sedang di kerjai.
"Siapa yang paling bau?"
"Malcha!"
Wajah Marsha yang tadinya tersenyum tiba-tiba berubah menjadi kesal, lantaran Raihan malah tertawa keras.
"Siapa yang ...,"
"Siapa yang paling jelek kau!"
"HAHAHAHAH!!"
"Kecal kali aku." Gerutu Marsha membenarkan duduknya.
Ayla dan Zeva yang sedang sarapan pun turut hanyut dalam keceriaan Marsha.
"Oh iya, bibi bagaimana?" Tanya Marsha.
"Ibuk mau kesini, dia khawatir sama Marsha. Tapi, dia lagi gak enak badan. Jadi belum bisa kesini." Jawab Ayla.
"Ehm begitu, lebih baik gitu Ay. Kasihan bibi, sudah tua. Pasti capek," ujar Zeva.
Cklek!
Atensi mereka teralihkan, terlihat Aaron datang dengan membawa paper bag. Melihat siapa yang datang, Marsha pun berteriak keras.
"DADDY!"
Degh!!
Jantung Zeva berdetak kencang, pertama kalinya dia mendengar Marsha memanggil daddy pada Aaron. Karena sebelumnya, Marsha hanya menatap Aaron tanpa mau berbicara, apa yang sudah Zeva lewatkan?
"Princess daddy!"
Marsha berdiri di atas brankarnya, dia menepuk tangannya senang. Padahal, selang infusnya masih terpasang.
"E-eh!! jangan banyak tingkah cil!" Pekik Raihan.
Aaron mendekat pada MArsha, dia menaruh paper bag di nakas dan meraih tubuh putrinya.
"Eum ... princess daddy, belum mandi yah? masih bau acem nih."
Marsha yang tadinya tersenyum, seketika senyuman itu luntur. Dia menatap datar Aaron yang tersenyum.
"Jujul kali bilangna!" Kesal Marsha.
"Ngadu sama bundanya sana!" Kompor Raihan.
Marsha menatap Zeva, melihat tatapan putrinya. Zeva langsung berjalan mendekat.
"Marsha mandi sama bunda mau?" Tanya Zeva.
"Bunda? Bundana Malcha," ujar Marsha kembali tersenyum.
Zeva mengangguk, dia gampang nangis ketika berhubungan soal anak. Bahkan, di panggil bunda sata ketika putrinya sakit. Hati Zeva sudah terenyuh.
"Iya sayang, mau mandi sama bunda?" Ajak Zeva, sembari memegang tangan putrinya.
"Mau." Jawan Marsha.
Zeva akan mengambil Marsha, tetapi Aaron malah mencegatnya.
"Biar aku saja," ujar Aaron.
"Iihh nda mau!! Mau cama bunda!" Pekik Marsha.
Marsha segera merentangkan tangannya lada Zeva, Zeva pun menyambut baik sang putri. Bibir Aaron melengkung ke atas, merasa bahagia setelah melihat putrinya.
Setelah Zeva dan Marsha hilang di balik pintu kamar mandi, Raihan pun mencoba untuk berkomunikasi dengan Aaron.
"Gimana? lo udah buat keputusan?" Tanya Raihan.
Raut wajah Aaron balik ke bentukan pabrik, dia memandang datar Raihan yang iseng membuka paper bag miliknya.
"Cepat buat keputusan bang, jangan rakus." Sarkas Raihan.
"Lo udah bohongin Marsha tentang kondisi keluarga kalian yang tidak harmonis, setelah dia tahu tentang keluarga dia yang sebenarnya. Dia akan sangat kecewa," ujar Raihan.
"Sama seperti lo, bagaimana rasnya melihat ibu lo menikah dengan pria lain? sakit bukan? dan aoa lo mau Marsha merasakannya juga? lo mau, putri lo merasakan kehidupan pahit lo?"
Aaron terdiam, perkataan Raihan memang selalu bisa membuatnya tertampar. Dirinya jadi teringat bagaimana kesakitan dirinya duku ketika ibunya menikah dengan oria lain.
"Amnesia Marsha adalah suatu keberuntungan buat lo. Karena amnesia dia itu, dia mau nerima lo sebagai daddy nya dengan mudah. Coba kalau enggak, mana mungkin dia mau nerima lo?"
katakan Raihan tidak sopan, dia hanya geram dengan kakaknya yang tidak tegas dengan Kehidupan nya.
"Saran gue, jangan lanjutin pernikahan lo dengan Sofia. Mumpung undangan belum di sebar, dari pada nyesel di akhir."
Tiba-tiba, Raihan mendekatkan dirinya pada Aaron. Dia berbisik pada abangnya itu.
"Bayar perceraian lebih mahal dari pada biaya nikahnya loh,"
Aaron menatap tajam Raihan yang malah menertawainya. Dia merasa sudah di candai oleh seorang anak kecil.
"KAU!!" Tangan Aaron akan melayang ke bibir Raihan, tetapi suara pintu kamar mandi terbuka membuat Aaron menghentikan niatnya.
"Sudah mandinya Marsha?!"
Aaron menghembuskan nafas pelan, netranya menatap Zeva yang tengah membaringkan Marsha di brankar.
"Aku sudah membeli baju Marsha, ada di dalam paper bag," ujar Aaron dengan ekspresi datar.
"Ehm, terima kasih," ujar Zeva yang masih sibuk membaluri minyak telon pada perut Marsha.
"Aku akan pergi, mungkin nanti malam baru kembali."
Kegiatan tangan Zeva terhenti, dia mengangkat wajahnya. Menatap Aaron yang juga tengah menatapnya.
"Aku akan segera memutuskan pilihanku," ujar Aron menatap lekat mata sang istri.
Setelah mengatakan itu, Aaron menunduk untuk mendekatkan bibirnya pada kening sang putri.
Cup!
"Daddy kerja dulu yah sayang, Marsha baik-baik sama bunda," ujar Aaron mengelus rambut putrinya.
"Eum, ingat janjina. Katana kalau panggil daddy di kacih toko es klim, udah di belikan belum?"
"EH?!"
Aaron menegakkan tubuhnya, semua pasang mata menatap ke arahnya dengan menahan tawa. Akhirnya mereka tahu, mengapa Marsha sempat sekali memanggil daddy padanya.
"Biar pun amnesia, tapi sifat morotinnya masih melekat pada dirinya." Batin Ayla.
****
WEEHH AUTHORNYA KAGET NGELIAT KOMENAN KALIAN KEMARIN, SAMPE 100 KOMENTAR😱😱😱
SAMPE ADA YANG NGASIH KOPI BANYAK BANGET😱 TERKEJUT AUTHOR. JADI MELEK MATA 🤭 YANG TADINYA NGANTUK😆
KARENA AUTHOR GAK KAU MENGECEWAKAN, JADI KITA UP LAGI YAH. JADI HARI INI, TRIPLE UUUPP🥳🥳🥳