Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Dua hari kemudian
Pagi ini Tama sedang berada di tengah rumah ditemani oleh bi Ningsih assisten rumah tangganya.
"Aww sakit Bi pelan-pelan hmm." Ucap Tama yang sedikit kesakitan karena bi Ningsih sedang mengelap beberapa bekas lukanya dengan air hangat pagi ini.
"Hehe iya maaf Den." Sedikit nyengir bi Ningsih pun meminta maaf lalu melanjutkan tugasnya mengelap beberapa luka yang ada di beberapa bagian di tubuh Tama.
"Memang siapa sih Den sebenarnya yang sudah buat Aden jadi seperti ini?" Tanya bi Ningsih sedikit penasaran karena dia belum tahu cerita yang sebenarnya kenapa Tama bisa jadi luka seperti ini.
"Hmm, aku juga nggak tahu Bi sebenarnya belum jelas siapa orang yang ada di balik semua ini. Tapi yang jelas aku mau cari tahu sendiri biar aku tahu apa maunya orang itu soalnya aku ngerasa bener-bener nggak pernah cari masalah semenjak tinggal di sini." Tama menjawab dengan jujur walaupun dia belum tahu persis siapa orang ada di balik kejadian ini.
"Oh gitu ya, mungkin orang itu iri kali sama Aden, kalau nggak ada maksud tertentu mana mungkin dia bisa melakukan hal seperti ini coba." Ujar bi Ningsih mencoba mengira-ngira.
"Apa yang mau diiriin dari aku Bi ah? Lagian aku juga belum begitu lama tinggal di sini." Tama sedikit mengelak karena buat apa orang itu sampai harus iri terhadapnya.
"Ya orang kan mana ada yang tahu Den, siapa tahu kan orang itu cemburu atau gimana gitu sama Aden." Ucap bi Ningsih sambil mencelupkan kembali handuk ke dalam baskom yang berisi air hangat.
"Cemburu sama siapa, Husna maksud bibi?" Sedikit mengerutkan dahinya, Tama bertanya kepada bi Ningsih.
"Husna? Siapa ih bibi aja nggak tahu itu Husna?" Bi Ningsih malah balik bertanya karena memang tak tahu Husna itu siapa.
"Ah bibi tahu nih sekarang, kayanya ini masalah perempuan ya?" Bi Ningsih malah mengira-ngira sambil menunjuk ke arah Tama dengan wajah curiga.
"Hmm bibi, Husna itu temen sekelas aku Bi, memang sih aku sama dia lagi deket. Tapi kan itu hak aku orang Husna nya juga suka sama aku hehe." Sedikit tertawa Tama pun menjelaskan siapa sosok Husna yang sebenarnya.
"Tuh kan, terus si Husna itu udah punya pacar belum?" Tanya bi Ningsih kembali dengan nada penasaran.
"Em udah sih sebenarnya, tapi Husna nggak mau ko Bi sama cowok itu makanya aku kejar terus." Sedikit membela diri, Tama menjawab pertanyaan bi Ningsih.
"Lah ko bisa, kalau Husna nggak mau sama itu orang mana mungkin mereka pacaran hmm. Aden ini ada-ada saja ah." Bi Ningsih yang merasa aneh dan tak mengerti, dia hanya berbicara sambil menggelengkan kepalanya.
"Ah ceritanya panjang Bi, rumit." Ucap Tama sambil menarik nafas berat.
"Hmm dasar anak muda aneh-aneh aja, yaudah lain kali lebih hati-hati lagi ya Den! Soalnya orang kalau udah cemburu bisa melakukan apa saja loh Den." Ucap bi Ningsih sambil menunjuk seolah memperingatkan kepada Tama.
"Masa iya?" Tanya Tama yang tak percaya.
"Iya Den beneran loh." Jawab bi Ningsih dengan wajah seriusnya.
"Ah tapi aku nggak takut ko Bi, daripada Husna terpaksa pacaran sama itu orang kan mending sama aku yang bener-bener tulus." Dengan pedenya dan merasa tidak takut, Tama beralasan kepada bi Ningsih.
"Emang Aden sudah tahu kalau Husna juga sayang sama Aden?"
"Tahu dong, aku tahu dari pancaran mata dia pas lagi deket sama aku, aku merasa kalau dia itu bener-bener sayang sama aku Bi." Sambil mengangkat tangan ke depan dan membayangkan Husna, Tama berkata di hadapan bi Ningsih.
"Idih bisa gitu ya kaya peramal aja, iya deh iya mudah-mudahan bener ya." Sambil menggelengkan kepala, Bi Ningsih terkekeh melihat kelakuan Tama.
"Hmm bibi nggak percaya nih sama aku?" Tanya Tama sedikit cemberut.
"Haha iya iya bibi percaya ko, tenang aja pasti bibi dukung deh seratus persen." Dengan tawanya bi Ningsih hanya bisa mengiyakan anak majikannya itu.
"Haha gitu dong sip deh." Ucap Tama sambil memberikan jempol.
Ketika sedang asik mengobrol dan bercanda, tiba-tiba terdengar suara klakson mobil dari arah luar yang terdengar sampai berkali-kali.
"Siapa ya itu Bi?" Tanya Tama sambil melihat ke arah luar dari balik jendela.
"Nggak tahu Den, yaudah bibi ke depan dulu atuh ya takutnya ibu atau bapak yang pulang." Bi Ningsih pun langsung meminta izin karena takut Bu Yeni atau pak Ghani yang tiba-tiba pulang.
"Hmm yaudah Bi kalau gitu." Ucap Tama mempersilahkan bi Ningsih untuk segera membuka gerbang.
Bu Ningsih pun beranjak dari ruangan menuju ke arah depan. Tama yang juga penasaran dia mencoba berdiri dengan menggunakan tongkat karena kakinya masih belum bisa berjalan seperti biasa.
"Siapa sih beresiko banget itu mobil?" Gumam Tama sambil berjalan terpincang-pincang.
Tama menyusul bi Ningsih ke arah depan, tapi dia hanya berhenti dan diam di depan pintu rumah melihat dari kejauhan.
Setelah pintu gerbang terbuka, terlihat sebuah Mobil Jeep Wrangler yang berisi empat orang anak muda yang nongol dari jendela mobil sambil melambaikan tangan ke arah Tama.
"Aissh si anjir ngapain pada ke sini coba?" Ucap Tama sambil menepuk jidat, dia terkejut karena mereka berempat adalah sahabat dekatnya saat sekolah di Jakarta.
Mereka adalah Zidan, Daniel, Rendy dan Fauzi. Saat di Jakarta mereka berlima termasuk Tama adalah sahabat dekat bahkan orangtua mereka sudah saling mengenal satu sama lain.
Bi Ningsih yang merasa mereka sudah saling kenal dengan Tama, langsung mengizinkan mobil mereka untuk masuk dan di parkir di dalam.
Tama hanya bisa tersenyum senang walaupun terkejut karena bisa bertemu kembali dengan sahabat lamanya itu. Sampai akhirnya mereka turun dari mobil dan langsung menghampiri Tama bersalaman.
"Lah elo kenapa Tam, Habis kecelakaan? Tanya Daniel sambil memperhatikan keadaan Tama yang menghawatirkan di hadapannya.
"Em nanti aja deh ceritanya di atas, sekarang ayo kita ke kamar nanti cerita di atas aja." Tama yang belum mau membahasnya langsung mengajak mereka semua menuju kamar atas.
Tama pun di tuntun oleh beberapa temannya menuju lantai atas sambil terpincang-pincang.
Setelah di kamar, Tama langsung menjelaskan semua kejadiannya dari awal. Tama juga cerita tentang sosok Husna dan Frian kepada mereka, tapi di sini Tama belum mau menuduh Frian sebagai otak dari penyiksaan nya karena belum tentu juga dia yang melakukan ini semua.
"Brengsek amat itu orang! Kalau memang benar-benar dia yang ngelakuin ini semua nggak bisa dikasih ampun sih." Daniel yang memang cepat emosi dia langsung berbicara sambil mengepalkan tangannya sambil melihat ke arah luar lewat jendela.
"Udah santai dulu apa, orang belum tentu dia juga ko Niel pelakunya, yang penting gua udah agak baikan sekarang." Ucap Tama mencoba sedikit menenangkan Daniel yang mulai emosi.
Daniel hanya bisa menarik nafas, dalam benaknya dia langsung penasaran dengan sosok Frian seperti apa.
"Eh kalian ko bisa ngedadak gini sih? Memangnya kalian sudah libur?" Tanya Tama sedikit mengalihkan pembicaraan.
"Ya kita sih ngeliburin diri Tam, lagian bete semenjak nggak ada lu di sekolah, udah nggak seru lagi." Jawab Zidane dengan wajah sedikit sedih.
"Hmm, jangan lama-lama nanti dicariin coba sama orangtua kalian." Ucap Tama sedikit mengingatkan.
"Ah tenang aja Tam, lagian kayanya kita bakalan agak lama nih di sini. Sumpah penasaran gua sama guru tengil yang elu sebut tadi." Daniel yang kembali emosi ingin sesegera mungkin tahu tentang sosok Frian.
"Ah elah, lagian kalaupun dia pelakunya gua sanggup ko sendirian, kalian nggak perlu ikut campur ini masalah sepele." Jawab Tama yang kembali menenangkan Daniel yang memang emosinya sulit untuk di kontrol.
"Oh nggak bisa gitu lah Tam, dari dulu kita selalu sama-sama loh. Masa lihat temen kami sampe kaya gini kami diem aja, nggak mau tahu gua harus diberesin ini masalah." Rendi yang ikut emosi tak terima melihat sahabatnya sampai babak belur seperti ini.
"Ah kalian ini, terserah ah yang penting kalau orangtua kalian marah jangan salahin gua ya." Tama yang sudah nyerah hanya bisa mengiyakan keinginan mereka.
"Kalem Tam, paling si Fauzi tuh yang di cariin emaknya haha." Ucap Zidan yang tiba-tiba menyebut nama Fauzi yang sedang asyik tiduran di atas kasur.
"Apaan dih, emak gua udah baik hati sekarang tenang aja. Soalnya kan gua habis ngelacak selingkuhan bapak gua. Jadi emak gua bangga sekarang sama gua hehe." Fauzi sontak menjawab perkataan Zidan yang seperti meledeknya.
"Dih si pea, kaya gitu malah dibilang bangga. Dasar aneh." Sahut Rendy sambil mengeplak kepala Fauzi.
"Haha, biarin lah." Fauzi hanya bisa tertawa karena memang mereka suka sekali bercanda.
"Berarti beneran Zi bokap lu itu selingkuh?" Tanya Tama yang jadi penasaran kepada orangtua Fauzi.
"Iya beneran Tam, emang sialan tuh aki-aki. Tapi udah tobat sih kayanya dia sekarang soalnya identitas si cewenya udah gua sebar, sampe gua di temenin mereka nih buat nempelin selebaran di kampungnya cewek itu." Jawab Fauzi menjelaskan kepada Tama yang memang belum tahu.
"Jir kejam banget lu Zi, malu banget pasti itu cewe." Ucap Tama dengan wajah sedikit kaget.
"Emang parah Tam ini orang, eh Zi lu kalo ngebobol sosial media mantan gue bisa berarti ya?" Tanya Rendy yang jadi ingin meminta bantuan kepada Fauzi.
"Ya kecil lah itu mah, tapi buat apa anjir yang ada Lo salah gunain nanti pasti." Jawab Fauzi sambil terbangun dari posisi tidurnya.
"Ya kali aja Zi ada file tersembunyi nya, nanti gua bagi lu deh kalau ada." Ucap Rendi sambil mengedipkan matanya ke arah Fauzi.
"Ogah, mantan lu kan nggak ada yang cakep Ren." Fauzi menolak seketika sambil meledek.
"Si anjir malah ngeledek. Emmm." Rendi pun kembali mengeplak kepala Fauzi karena jadi sedikit kesal.
"Haha becanda anjir." Ucap Fauzi yang jadi tertawa.
setoran bab