Namaku Delisa, tapi orang-orang menyebutku dengan sebutan pelakor hanya karena aku berpacaran dengan seseorang yang aku sama sekali tidak tahu bahwa orang itu telah mempunyai pacar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vina Melani Sekar Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Saat pelajaran olahraga dimulai, Delisa tampak sedikit pucat, namun ia berusaha untuk tetap mengikuti arahan dari pelatih. Matahari siang itu terik, dan para siswa berkumpul di lapangan, siap untuk bermain bola voli. Namun, Azka, yang biasanya ada di persahabatan, sedang berada di kantin bersama teman-temannya. Delisa berusaha mengabaikan rasa pusing yang mulai terasa.
Saat pertandingan berlangsung, tubuh Delisa semakin lemah. Kakinya mulai terasa ringan, dan samar-samar kabur. Ia mencoba mengangkat tangan untuk memberi tanda pada pelatih bahwa dia tidak enak badan, tapi tubuhnya tidak merespon dengan baik. Sebelum ia sempat berkata apa-apa, dunia seakan berputar cepat di depan matanya, dan dalam sekejap, Delisa terjatuh ke tanah, tak sadarkan diri.
Melihat kejadian itu, teman-teman Delisa langsung panik. Beberapa di antara mereka berlari ke arah Delisa, sementara yang lainnya memanggil pelatih dan guru olahraga yang sedang mengawasi di sisi lapangan. Pelatih segera memindahkan beberapa siswa untuk membantu membawa Delisa ke ruang UKS, sementara istirahat diberi waktu untuk istirahat.
Di kantin, Azka yang sedang asyik tiba-tiba tiba-tiba melihat kerumunan siswa berlarian menuju UKS. Teman-temannya mengira ada siswa yang terluka atau kecelakaan kecil biasa, tapi Azka merasa ada kebocoran yang tidak enak. Ketika mendengar beberapa siswa memanggil nama Delisa, tanpa pikir panjang ia langsung bangkit dan berlari ke arah ruang UKS, meninggalkan makanan yang baru saja ia beli di atas meja.
Saat Azka tiba di depan UKS, ia melihat Delisa terbaring lemah di atas kasur, wajahnya pucat. Perawat sekolah sedang memeriksa denyut nadinya, sementara beberapa temannya berdiri di sekelilingnya, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran.
“Delisa kenapa, Bu?” tanya Azka dengan suara penuh cemas. Dia nyaris tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir yang semakin menghantui pikiran.
Perawat mengangkat wajahnya dan tersenyum lembut. "Sepertinya dia kelelahan dan kurang makan. Mungkin karena panas matahari juga. Jangan khawatir, dia hanya perlu istirahat sebentar."
Azka merasa sedikit lega, tapi rasa khawatirnya belum sepenuhnya hilang. Ia duduk di samping Delisa dan menggenggam tangan gadis itu dengan lembut. Saat itu, Delisa mulai membuka matanya perlahan. Pandangannya agak kabur, namun setelah beberapa detik, ia mulai menyadari keberadaan Azka di keberadaannya.
"Azka?" bisiknya lemah, mencoba mengumpulkan kesadaran penuh.
Azka tersenyum lega. "Iya, Del, aku di sini. Kamu bikin semua orang khawatir, tahu."
Delisa tertawa kecil, meski lemah. "Maaf, aku tidak sengaja... Cuma rasanya pusing banget tadi."
Azka mengusap rambut Delisa dengan lembut, merasa lega bahwa gadis itu sudah mulai pulih. "Kamu kenapa tidak bilang kalau tidak enak badan? Kita bisa izin dari awal kalau kamu merasa tidak kuat."
Delisa hanya tersenyum dan mengangkat bahu. "Aku pikir tadi cuma pusing biasa, nggak nyangka bakal separah ini."
Setelah beberapa saat, perawat datang membawa segelas air dan beberapa potong roti. "Delisa, coba makan ini dulu ya, biar tenaga kamu pulih. Mungkin kamu belum sarapan yang cukup tadi."
Delisa menerima roti tersebut dengan senyuman tipis, sementara Azka tetap setia duduk di sana, memastikan ia makan dengan baik. Dia bahkan membantu menyuapkan udara pada Delisa dengan hati-hati, seperti takut gadis itu akan pingsan lagi jika bergerak terlalu banyak.
Melihat hal itu, teman-teman Delisa yang lain hanya bisa tersenyum geli. Salah satu dari mereka, Lila, berbisik pada teman-teman yang lain, "Duh, Azka kayak pahlawan kesiangan, deh. Nggak mau jauh-jauh dari Delisa sama sekali."
Azka mendengar bisikan itu, tapi dia tidak mempermasalahkannya. Baginya, yang penting adalah Delisa kembali sehat. Namun, komentar itu justru membuat Delisa tersipu malu.
"Azka... gak usah sampai segitunya kali," kata Delisa pelan, pipinya memerah.
Azka tertawa kecil. "Sudah jadi tugas 'pahlawan' untuk menjagamu, bukan? Jangan protes, dong."
Delisa menghela napas panjang, merasa terharu sekaligus malu. Meski begitu, ia tidak bisa menutupi perasaan bahagianya karena Azka berada di sisinya saat ia paling membutuhkan.
Setelah beberapa saat, Delisa mulai merasa lebih baik. Meski masih lemah, ia sudah bisa duduk dengan bantuan Azka. Melihat Delisa yang mulai pulih, teman-temannya memutuskan untuk kembali ke kelas agar Delisa bisa beristirahat lebih lama tanpa gangguan.
Ketika hanya mereka berdua yang tersisa, Azka kembali menatap Delisa dengan penuh perhatian. “Del, kamu yakin sudah merasa baikan?”
Delisa mengangguk pelan. "Iya, aku nggak apa-apa. Cuma... mungkin perlu istirahat sebentar lagi."
Azka mengangguk, lalu dengan suara pelan berkata, "Kamu harus lebih menjaga diri, Del. Jangan maksa kalau nggak kuat. Aku nggak mau lihat kamu seperti ini lagi."
Delisa menatap mata Azka, melihat kekhawatiran tulus di sana. Ia menyadari betapa beruntungnya memiliki seseorang yang begitu peduli padanya.
"Terima kasih, Azka. Kamu selalu ada buat aku," ucap Delisa dengan senyum lembut.
Azka tersipu dan menggaruk belakang kepalanya. "Ah, aku cuma nggak mau kamu kenapa-kenapa, itu aja. Lagipula, kamu kan pacarku."
Delisa tersenyum kecil, namun di balik senyuman itu, ada perasaan hangat yang sulit ia jelaskan. Mungkin lebih dari kesederhanaan yang ia rasakan saat ini.
"Ya udah Del, kamu istirahat aja. Aku bakal tunggu di luar biar kamu bisa tidur sebentar," kata Azka.
Namun, saat Azka hendak bangkit, Delisa menahan tangannya. "Tidak perlu. Kamu di sini aja."
Azka kembali duduk, kali ini tanpa banyak bicara. Mereka puas, tapi suasana itu justru terasa nyaman bagi keduanya. Azka merasakan kedekatan yang semakin kuat dengan Delisa, sementara Delisa merasa tenang dengan kehadiran Azka di dekatnya.
Di tengah keheningan itu, Delisa perlahan memejamkan mata. Azka memperhatikan dengan penuh kasih saat gadis itu tertidur lelap, merasa bersyukur karena dia bisa berada di sana saat Delisa membutuhkan. Ia berjanji pada dirinya sendiri, tidak peduli apapun yang terjadi, ia akan selalu ada untuk Delisa.
Sejam kemudian, Delisa terbangun dan merasa jauh lebih baik. Azka menemaninya kembali ke kelas, dan sepanjang jalan mereka membungkuk dengan santai. Azka membuat beberapa lelucon kecil untuk menghibur Delisa, dan gadis itu tertawa, mengusir sisa-sisa ketegangan yang sempat mereka alami tadi.
Ketika mereka tiba di kelas, teman-teman mereka langsung mengerubungi Delisa, bertanya tentang kondisinya dan membuat Azka hampir tidak bisa bergerak dari kerumunan. Meski begitu, ia merasa lega melihat Delisa kembali tersenyum dan bercanda seperti biasanya.
Azka menyadari betapa dalam perasaannya pada Delisa, dan tanpa ragu lagi, ia menatapnya sambil berkata, "Delisa, mulai sekarang, kamu harus lebih jaga kesehatan. Aku nggak mau kehilangan kamu." Seketika teman-teman Delisa terbawa perasaan saat melihat bagaimana Azka sangat peduli terhadap Delisa.