BY : GULOJOWO NOVEL KE-7 😘
"Menikahlah dengan ku, aku pastikan ayah mu bisa melihat lagi."
Gluk!
"Dan jika kamu bisa membangunkan milik ku, maka aku akan memberikan apapun yang kamu inginkan."
Gluk!
Lagi-lagi Kirana, gadis yang akrab dengan panggilan Kiran itu menelan ludahnya berkali-kali saat mendengar ucapan dari bosnya yang menurut rumor yang beredar di kantor tempatnya bekerja, bosnya itu mengidap impoten.
Apakah Kirana akan menerima tawaran bosnya itu dengan iming-iming yang dijanjikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GuloJowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 1
"Sayang, kenapa kita harus ke kantor mu? Kenapa kita nggak langsung ke hotel saja?" Rengek seorang wanita seksi yang menggandeng mesra lengan seorang pria tampan yang berjalan dengan gagahnya. Sepasang pria dan wanita itu berjalan begitu saja masuk ke dalam ruangan CEO melewati seorang office girl yang sedang menyapu di depan ruangan tersebut.
Gluk!
Kirana, gadis berusia 20 tahun yang akrab dipanggil dengan sebutan Kiran itu menelan ludahnya kesusahan saat mendengar kata hotel. Bahkan bulu kuduknya ikut meremang saat otak kotornya memikirkan apa yang dilakukan oleh sepasang kekasih saat sedang berada di hotel. Tanpa sadar ia menghentikan pekerjaannya.
"Hey, apa kau baik-baik saja?" Seorang laki-laki melambaikan tangannya tepat di depan wajah Kirana saat mendapati gadis itu melamun.
Kirana terlonjak kaget, bahkan sapu yang ada di tangannya terjatuh. Kirana segera mengambil sapunya kemudian tersenyum kikuk ke arah laki-laki yang barusan menyapanya. "Ma-maaf pak." Kirana menunduk takut-takut.
Niko, sang asisten yang merangkap sebagai sekretaris CEO mengulum senyum menertawakan tingkah gadis yang ada di depannya. Niko membetulkan letak kacamata yang bertengger di hidungnya guna memperhatikan gadis yang menunduk di depannya itu dari atas hingga ke bawah.
Cantik!
"Ehem!" Niko berdehem pelan menetralkan suasana hatinya yang sempat mengagumi gadis di depannya. "Siapa nama mu?"
"Ki-Kirana pak, panggil saja Kiran." Sahut Kirana cepat. Saat ini dirinya sedang ketakutan karena merasa nasibnya sedang berada di ujung tanduk. Apakah dirinya akan dipecat hari ini karena keteledorannya yang bekerja sambil melamun.
"Lanjutkan pekerjaan mu." Niko langsung melangkah masuk ke dalam ruangannya sendiri meninggalkan Kirana yang akhirnya bisa bernafas lega.
"Huuuft!" Kirana menarik dan membuang nafasnya beberapa kali seraya mengelus-elus dadanya dramatis. "Untung nggak dipecat." Kirana langsung cepat-cepat membereskan pekerjaannya kemudian pergi meninggalkan tempat itu menuju ke pantry untuk mengambil minum.
Satu gelas penuh air putih sudah masuk melewati tenggorokannya. Namun detak jantung Kirana masih belum normal kembali. Ia kembali menuang segelas air putih kemudian langsung meneguknya lagi hingga tandas.
"Loe kenapa?" Mei teman kerja sekaligus sahabat Kirana nampak keheranan melihat tingkah sahabatnya itu.
Kirana pun menceritakan kepada Mei kalau dirinya barusan mendapat teguran langsung dari sekertaris CEO tanpa menceritakan yang lainnya. Mei yang mendengar cerita sahabatnya itu ikut bernafas lega. Beruntung sahabatnya itu ditegur oleh sekretaris Niko yang terkenal ramah dan baik hati. Coba aja tadi dirinya ditegur oleh kepala OB, pasti dirinya bakalan diomelin dari Sabang sampai Merauke.
Kirana membenarkan ucapan sahabatnya karena begitulah adanya. Kepala OB tempatnya bekerja itu terkenal dengan mulutnya yang pedas melebihi boncabe.
Ini adalah pertama kalinya Kirana bertugas membersihkan lantai teratas dari gedung tempatnya bekerja di mana ruangan CEO berada. Biasanya dirinya dan Mei sahabatnya bertugas membersihkan lantai dua di mana tempat karyawan berada. Bahkan dirinya sering dimintai tolong oleh para karyawan untuk membelikan makanan atau minuman saat para karyawan itu mager. Namun karena ada salah satu OB yang mengundurkan diri, maka dirinyalah yang dipindah untuk membersihkan lantai teratas.
Kirana hanya bisa mengangguk mengiyakan semua yang diperintahkan oleh kepala OB tanpa bantahan. Dirinya sadar bahwa ia hanyalah seorang karyawan rendahan. Masih untung ada yang menerimanya bekerja hanya dengan bermodalkan ijazah SMA. Yang terpenting ia bisa menghasilkan uang untuk menyambung hidup keluarganya.
Dering telepon yang ada di pantry mengagetkan keduanya. Kirana langsung beranjak dari tempatnya, melangkah menghampiri telepon yang ada di meja pantry dan langsung mengangkatnya. Takut-takut ada sesuatu penting yang dibutuhkan oleh si penelepon.
Suara renyah sekretaris Niko menyapa indra pendengaran Kirana. Detak jantung yang baru saja berangsur normal kembali menggila. Namun tak berselang lama tubuh Kirana yang tadinya menegang kembali melemas. Bahkan dirinya langsung lunglai merosot terduduk di atas lantai setelah panggilan telepon berakhir.
Mei yang menyaksikan itu tentu saja panik setengah mati. Cepat-cepat ia menghampiri sahabatnya itu yang sepertinya akan pingsan. "Hey, loe kenapa lagi?" Mei menggoyang pelan bahu Kirana. "Ran hey, siapa yang barusan telepon?" Karena rasa paniknya, Mei semakin menguatkan cengkramannya di bahu Kirana hingga membuat sang empunya meringis kemudian tersadar.
"Ssssttt! Apa sih Mei, sakit tau." Kirana menepis tangan Mei.
"Hih, loe itu yang kenapa? Bikin gue panik aja." Sungut Mei. "Siapa tadi yang telepon?"
"Astaga...." Kirana menepuk jidatnya kemudian segera bangkit. "Pak Niko tadi yang telpon, dia minta dibuatkan kopi dan disuruh mengantarkannya ke atas." Cepat-cepat Kirana menyalakan kompor guna merebus air.
Tak berselang lama secangkir kopi hitam sesuai dengan permintaan sekretaris Niko sudah siap. Kepulan asap nampak terlihat jelas menandakan bahwa kopi itu masih terlalu panas. Kirana cepat-cepat mengantarkan kopi itu ke atas agar si pemesannya tidak menunggu terlalu lama.
Ting!
Pintu lift perlahan terbuka. Kirana langsung melangkah keluar dari lift. Namun tak sengaja dirinya bersenggolan dengan seorang wanita yang tadi dilihatnya bersama bosnya. Keadaan wanita itu nampak kacau tak seperti saat dilihatnya tadi. Rambutnya nampak acak-acakan. Bibir merah meronanya tadi sudah berubah menjadi pucat. Wanita itu juga nampak membetulkan gaun bagian atasnya yang terlihat sedikit melorot. Bahkan kedua asetnya nampak menyembul keluar. Otak kotornya pun mulai bekerja kembali memikirkan apa saja yang dilakukan oleh wanita itu bersama bosnya hingga membuat wanita itu nampak acakadul.
"Maaf Bu." Ucap Kirana menunduk guna menghormati wanita itu.
"Bu, Bu, memangnya aku ibu mu!" Sahut wanita itu kemudian langsung masuk ke dalam lift.
Kirana tak mempermasalahkan perlakuan wanita itu kepadanya karena dirinya sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti itu. Kirana kembali melanjutkan langkahnya untuk mengantarkan kopi hitam pesanan sekretaris Niko.
*****
*****
*****
Hay hay Zeyeng, emak kembali lagi membawa cerita baru 😁 semoga para readers tercintah berkenan mampir di novel receh emak ini, happy reading 🤗
Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca terimakasih 🙏
Terimakasih
rasain luuu