Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Ketika pulang sekolah, Husna di antar oleh Tama tanpa rasa takut. Tangan Husna selalu Tama pegang agar Husna selalu merasa terlindungi.
Dari kejauhan Frian melihat Husna sedang bersama Tama di parkiran motor, amarah dan rasa cemburunya kian memuncak ketika melihat kedekatan mereka berdua siang ini.
Husna dan Tama juga sempat menengok ke arah Frian yang sedang berdiri di depan kantor guru sambil memperhatikan mereka, Husna sempat merasa takut tapi Tama langsung mengalihkan pandangan Husna ke arah lain agar tak pernah lagi memperdulikannya.
Sampai akhirnya mereka berdua pulang bersama meninggalkan area sekolah. Di perjalanan, Tama selalu menenangkan Husna dengan mengelus-elus tangannya, karena Husna terus melamun sepanjang jalan.
Ada kecemasan yang begitu besar dalam dirinya, karena Husna berpikir bahwa Frian pasti akan melakukan sesuatu dan mengadu kepada kedua orangtuanya, Husna juga takut bahwa Frian akan mengungkit perjanjian diantara mereka dihadapan orangtuanya.
Setelah sampai di rumah, Tama dan Husna disambut oleh Bu Lastri yang kebetulan sedang berada diluar. Bu Lastri sempat kembali kaget karena dua hari ini selalu Tama yang mengantar anaknya itu.
Tama dan Husna langsung bersalaman dengan bu Lastri, tapi di sini wajah Husna terlihat kusut menimbulkan kecurigaan dalam benak bu Lastri.
"Husna, kamu masuk duluan saja ya istrahat! Aku mau bicara dulu sama ibu sebentar."
Tama menyuruh Husna agar masuk duluan ke dalam rumahnya, Tama tahu bahwa saat ini Husna butuh ketenangan dalam dirinya, selain itu ada suatu hal yang ingin Tama sampaikan terhadap Bu Lastri.
Husna hanya menjawab dengan menganggukkan kepalanya karena dia paham bahwa mulai saat ini Tama akan melakukan sesuatu dan mulai berkomunikasi dengan ibunya.
Setelah Husna masuk, Tama langsung mengajak Bu Lastri untuk mengobrol. Mereka duduk di bangku kayu yang kayunya sudah sedikit lapuk.
"Ada apa Tama?" Tanya Bu Lastri dengan pandangan serius karena sepertinya ada hal penting yang akan Tama sampaikan.
"Em, Bu mohon maaf sebelumnya, bukannya saya mau ikut campur, tapi untuk kali ini saya mohon ibu dan bapak lebih menjaga Husna ya! Kalau ada apa-apa sama Husna tolong segera kabari saya, karena saat ini Husna benar-benar butuh perlindungan dari semuanya."
Tama berbicara dengan penuh permohonan kepada Bu Lastri, karena rasa khawatirnya saat ini begitu besar terhadap Husna.
"Memang ada kejadian apa sebenarnya Tam? Ada apa dengan Husna?" Bu Lastri kembali bertanya karena ingin tahu kejadian awalnya.
"Pak Frian Bu, sepertinya dia memang benar-benar bukanlah sosok yang baik untuk Husna. Bukannya saya mau menjelekkan pak Frian dihadapan ibu, tapi saya sudah melihat sendiri tadi di sekolah bahwa Husna sudah diperlakukan kasar dan tak layak oleh pak Frian, untung saja tadi saya mengetahui makanya saya yang antar pulang Husna hari ini karena saya nggak mau Husna kenapa-kenapa."
Tama mencoba menjelaskan kejadian yang menimpa Husna tadi di sekolah.
"Hmm ibu sudah duga sih. Iya nggak papa Tama, ibu sudah paham ko apa yang sudah terjadi sama Husna, tapi Apa Husna sudah cerita semuanya sama kamu kenapa sampai jadi seperti ini?"
Bu Lastri bertanya dengan maksud kenapa Tama bisa sepeduli ini kepada Husna, pasti Tama sudah tahu semuanya tentang masalah keluarga mereka.
"Husna sudah cerita semuanya ko Bu, mohon maaf ya Bu sebelumnya bukannya saya mau ikut campur dan masuk dalam masalah ini, tapi izinkan saya untuk bantu keluarga ibu. Saya akan berusaha untuk melepaskan kalian dari jebakan mereka, ibu bersedia kan bila saya ikut membantu?"
Tama meminta izin untuk ikut dalam masalah mereka, perkataan Tama yang terlihat sangat tulus dihadapan bu Lastri membuat hati bu Lastri terenyuh karena ada orang yang mau membantu permasalahan mereka selama ini.
"Iya silahkan saja, tapi maafkan kami ya sebelumnya sudah merepotkan! Ibu juga sebenarnya sudah merasa capek dengan masalah ini, kami di sini hanya orang awam yang hanya bisa menuruti kemauan orang yang punya kuasa banyak. Kami tak bisa berbuat apa-apa selama ini selain mengiyakan kemauan mereka."
Keluh kesah Bu Lastri mulai diutarakan dihadapan Tama, sepertinya bu Lastri sangat menyesali perjanjiannya waktu dulu dengan keluarga Frian.
"Mulai saat ini ibu nggak perlu khawatir, saya dan keluarga saya akan berusaha membantu masalah keluarga ibu saat ini. Husna itu anak yang baik Bu, dia sama sekali tak pantas menerima semua ini, saya ingin Husna baik-baik saja dan mulai saat ini saya akan berusaha untuk menjaga Husna dari perlakuan pak Frian."
Ucapan Tama yang begitu menenangkan, membuat bu Lastri kini menjadi merasa aman. Karena sebenarnya dia selalu dihantui rasa khawatir bila Husna sedang bersama Frian dimanapun itu.
"Makanya mulai sekarang ibu langsung kabari saya ya bila ada apa-apa, saya pasti akan langsung datang ke sini apalagi itu menyangkut keselamatan Husna, mulai hari ini ibu nggak perlu merasa takut semuanya insyaallah akan baik-baik saja."
Bu Lastri hanya bisa terdiam dan menganggukkan kepalanya karena tak menyangka sebelumnya bahwa anak seusia Tama bisa bicara sedewasa itu dihadapannya.
"Makasih ya Tama ibu mulai merasa tenang sekarang, kalau seperti ini ibu juga di sini akan mencoba melawan bila ada ancaman lagi dari mereka, ibu juga nggak mau dan nggak rela bila Husna sampai menjadi korban pada akhirnya."
Tama pun tersenyum melihat Bu Lastri yang sudah mulai berani menghadapi mereka, Tama berencana akan meminta mamanya untuk sesegera mungkin menemui keluarga Husna, karena Tama yakin bahwa Frian akan melakukan sebuah ancaman tentang perjanjian mereka waktu itu.
Saat malam hari di sebuah tempat.
Frian dan beberapa temannya sedang berada di sebuah tempat yang bisa dibilang ini adalah basecamp mereka.
Mereka sedang asik menikmati malam minggu sambil mabuk-mabukan di tempat itu.
Teman-teman Frian ini bisa dibilang berandalan kampung yang bisa disuruh oleh Frian kapanpun itu, Karena di daerah situ Frian sangat dihormati oleh teman sebayanya dengan segala kemewahan yang dia punya.
"Aduh bos kita lagi galau nih kayanya?" Ucap salah satu orang yang melihat Frian baru kali ini mabuk sampai separah itu.
"Haha, tahu aja kau ini." Jawab Frian dengan nada sempoyongan sambil kembali menenggak satu sloki minuman keras.
"Kenapa sih Bos, cerita lah! Pasti gara-gara gagal lagi ya minta jatah sama pacarnya yang super cantik itu?" Ucap salah satu temannya lagi sambil mengambil gelas sloki dari tangan Frian.
"Bukan itu saja bro, selain aku gagal terus sekarang sudah ada yang berani melindungi Husna, kurang ajar memang itu orang sudah berani-beraninya menghalangiku." Jawab Frian sambil membayangkan wajah Tama dibenaknya, rasanya dia ingin menghabisi Tama saat ini juga.
"Waduh, siapa dia Bos? Kayanya ada tugas baru nih buat kita?" Celetuk salah satu temannya yang tak terima bila Frian ada yang menggangu.
"Dia namanya Tama anak baru dari Jakarta, biasa saja sih sebenarnya aku sendiri juga mampu menghadapinya, tapi kejadiannya selalu di sekolah makanya selalu susah aku mau melawan dia."
Frian menerangkan kepada teman-temannya tentang permasalahan yang dia hadapi sekarang.
"Apa perlu kita turun tangan nih Bos? Jangan sampai Husna di rebut loh Bos sama dia, Bos kan sedikitpun belum dapat apa-apa dari Husna." Temannya itu kembali nyeletuk dan coba memberikan saran.
"Hei jangan ngomong sembarangan kamu! Husna itu calon istriku, dia adalah wanita paling cantik diantara perempuan-perempuan lainnya yang pernah saya temui." Frian berbicara sambil mengangkat kerah temannya yang nyeletuk barusan sampai temannya itu mengangkat tangan seraya memohon ampun kepada Frian.
"Ampun bos ampun! Saya kan cuma kasih saran agar Bos jangan diam saja."
"Arghh." Frian pun menghempaskan temannya itu hingga sedikit terdorong.
"Biar nanti saja saya pikirkan lagi, tapi kalian harus siap bila sewaktu-waktu saya butuh kalian!" Frian berbicara sambil memikirkan cara untuk menghabisi Tama, karena dia tak ingin mengotori tangannya sendiri apalagi di area sekolah.
"Siap Bos nggak perlu khawatir ada kami di sini, lagian masa kita kalah sama satu orang sih apalagi orang pendatang yang tengil seperti dia." Salah satu temannya meyakinkan Frian bahwa mereka akan siap membantu Frian kapanpun itu.
Mereka pun kembali berpesta malam itu, Tegukan demi tegukan yang masuk ke tenggorokannya membuat Frian lupa akan kecemburuannya kepada Tama siang tadi.
Tapi dalam hatinya dia harus sesegera mungkin menyingkirkan Tama dari kehidupan Husna, karena Frian rasa Tama ini adalah duri yang bisa saja menghancurkan semua rencana jahatnya.