Calon suaminya direbut oleh sang kakak kandung. Ayahnya berselingkuh hingga menyebabkan ibunya lumpuh. Kejadian menyakitkan itu membuat Zara tidak lagi percaya pada cinta. Semua pria adalah brengsek di mata gadis itu.
Zara bertekad tidak ingin menjalin hubungan dengan pria mana pun, tetapi sang oma malah meminta gadis itu untuk menikah dengan dosen killernya di kampus.
Awalnya, Zara berpikir cinta tak akan hadir dalam rumah tangga tersebut. Ia seakan membuat pembatas antara dirinya dan sang suami yang mencintainya, bahkan sejak ia remaja. Namun, ketika Alif pergi jauh, barulah Zara sadar bahwa dia tidak sanggup hidup tanpa cinta pria itu.
Akan tetapi, cinta yang baru mekar tersebut kembali dihempas oleh bayang-bayang ketakutan. Ya, ketakutan akan sebuah pengkhianatan ketika sang kakak kembali hadir di tengah rumah tangganya.
Di antara cinta dan trauma, kesetiaan dan perselingkuhan, Zara berjuang untuk bahagia. Bisakah ia menemui akhir cerita seperti harapannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UQies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE #12
Sore indah dengan langit jingga yang memukau. Semilir angin terasa semakin sejuk menerpa wajah tampan pria dengan baju kaos lengan panjang dan celana selutut. Seperti biasa, ketika pekerjaannya telah selesai, ia akan meluangkan waktunya untuk berisitirahat di taman depan rumahnya.
Sayangnya, keindahan pemandangan sore kali ini tak bertahan lama karena kedatangan sang istri yang lagi-lagi di antar oleh pria bernama Naufal. Dari kejauhan, Alif bisa melihat dengan jelas kedatangan mereka di balik gerbang, refleks saja ia berdiri sambil mengepalkan kedua tangannya.
"Haish, seharusnya dia balas pesanku kalau mau dijemput, bukan di antar sama pria itu!" ucap Alif kesal sambil mengingat pesan yang belum lama ia kirimkan kepada sang istri.
Jika kamu sudah selesai dengan urusan kampusmu, hubungi saya!
"Ck, awas saja kau, Naufal!"
Alif bergegas menghubungi satpam yang berjaga di dekat gerbang dan memintanya untuk melakukan apa yang ia minta, lalu segera masuk ke dalam rumah.
.
.
.
Zara begitu panik ketika mendengar satpam tersebut meminta Naufal untuk masuk. Bisa-bisa rahasia pernikahannya dengan Alif ketahuan begitu saja. Dengan langkah tergesa-gesa, Zara berjalan mendahului Naufal. "Maaf, Kak. Saya masuk duluan," ucapnya, lalu kembali melanjutkan langkahnya dengan sedikit berlari.
Bagai orang kebingungan, Zara mencari keberadaan sang suami. Ia tahu satpam tadi bertindak melalui perintah pria itu. "Pak!" panggil gadis itu dengan wajah gelisah ke sana- ke mari. Apalagi ketika jarak Naufal semakin mendekati pintu masuk rumahnya.
"Ada apa, Jasmine?" sahut Alif yang baru saja keluar dari kamarnya di lantai dua dan sedang menuruni tangga.
Zara langsung menoleh ke arah sang suami dan segera berlari menaiki tangga menghampiri pria itu. "Pak, kita perlu bicara sebentar!" ucap wanita itu dan langsung menarik tangan Alif kembali memasuki kamar.
"Pak, kenapa Bapak memanggil Kak Naufal masuk ke rumah?" tanya Zara dengan napas memburu karena lelah berlari menaiki tangga.
Saat ini posisi mereka berdiri di balik pintu kamar yang tertutup. Alif berada di dekat pintu karena ia yang tadinya menutup pintu ketika Zara menariknya masuk. Jarak mereka saat ini cukup dekat sehingga membuat pria itu berdebar tak menentu.
"Ya, tidak ada alasan khusus, hanya ingin berbincang-bincang dengan alumni sekaligus sesama dosen di kampus. Kamu tahu itu, 'kan?" balas Alif tanpa ekspresi sama sekali. Namun, berbeda dengan jantungnya yang seakan ingin melompat dari tempatnya.
"Saya tahu itu, Pak, tapi ...." suara Zara tertahan ketika seorang pelayan mengetuk pintu kamar mereka.
"Permisi, Tuan. Pak Naufalnya sudah menunggu di depan."
"Baik, sa—." Alif tak melanjutkan perkataannya karena Zara tiba-tiba menutupi mulut pria itu dengan tangan mungilnya. Mata Alif bahkan membola karena sangat terkejut dengan tindakan yang sangat tiba-tiba dari sang istri.
"Please, Pak! Tolong jangan lakukan itu karena seluruh kampus nanti bisa tahu hubungan kita," ucap Zara mulai memelas.
"Saya tadi mendengar, katanya hubungan antara mahasiswa dan dosen di jurusan yang sama itu dilarang. Jika itu terjadi, maka salah satu dari kita akan di pindahkan. Saya mohon, Pak. Saya ingin menyelesaikan kuliah ini dengan cepat," lanjut Zara dengan wajahnya yang sedikit ketakutan.
Untuk sesaat, Alif tak menjawab perkataan Zara. Ia hanya diam memandangi wajah cantik sang istri yang jaraknya sangat dekat. Tangan sang istri pun sengaja tak ia pindahkan dari mulutnya hingga wanita itu sendiri yang melepasnya.
"Baiklah," jawab Alif kemudian. Ia segera mengambil ponselnya dan menghubungi satpam.
"Beralih ke rencana B!"
Zara mengerutkan dahi mendengar perkataan Alif. Bukannya lega karena sang suami menuruti keinginannya, ia semakin bingung dengan apa yang akan dilakukan pria itu.
"Apa yang akan Bapak lakukan?" tanya Zara sambil mengikuti Alif yang kini berpindah ke sofa. Pria itu membuka sebuah rekaman CCTV dari ponselnya yang kini memperlihatkan Naufal sedang berbincang-bincang dengan seorang pria paruh baya yang merupakan salah satu orang kepercayaan Alif di rumahnya.
"Dia hanya akan mengaku sebagai kerabatmu," ucap Alif lalu mengganti video rekaman yang ia tampilkan tadi dengan CCTV yang berada di depan gerbang rumahnya.
Mata Zara membola ketika melihat motor besar Naufal di bawa oleh mobil derek. Tatapannya kini beralih kepada sang suami seakan meminta penjelasan pria itu.
"Itu hukuman untuk pria yang suka deketin istri orang," ucap Alif datar seakan tahu dengan apa yang ingin ditanyakan oleh Zara.
"Tapi, Pak ...."
"Tidak ada tapi-tapi. Kali ini saya akan melakukan apa yang saya rasa perlu," kata Alif tegas.
Zara yang merasa tidak enak hati mulai tampak gelisah. Ada rasa bersalah sekaligus bingung harus menuruti siapa. Satu sisi ia sudah berjanji pada sang nenek untuk bersikap baik pada suaminya, tetapi di sisi lain, ia juga harus bersikap baik pada Naufal.
Beberapa detik berlalu, Zara mulai tidak tahan dengan rasa bersalah yang menyelimuti hatinya. Gegas ia berjalan cepat hendak keluar kamar, tetapi langkahnya terhenti ketika Alif kembali berbicara.
"Ingat, Jasmine. Kamu meminta saya untuk memahami kamu, oke saya akan lakukan. Tapi ingat! Kamu juga perlu memahami saya. Saya tidak suka jika kamu mengabaikan saya, sementara pria lain tidak. Saya lebih berhak atas kamu daripada pria itu."
Zara berbalik menatap pria yang kini juga sedang menatapnya dari sofa. "Saya tidak bisa mengabaikan Kak Naufal, Pak. Saya berutang nyawa padanya. Saya tidak tahu bagaimana cara membalasnya selain bersikap baik padanya."
"Utang nyawa?" tanya Alif mengulangi perkataan sang istri.
"Iya, Pak. Dua tahun lalu saya pernah hampir mati karena tindakan bodoh saya sendiri, tetapi dia menyelamatkan saya saat itu ketika saya benar-benar berada di titik terendah," jawab Zara, lalu segera keluar dari kamar meninggalkan Alif sendirian.
Alif terdiam di kamarnya sambil tertunduk lesu. Beberapa kali ia menarik napas dan mengembuskannya perlahan demi menenangkan hatinya. "Pria itu benar-benar licik!"
.
.
#bersambung#