Keluarga Wezumo adalah salah satu keluarga paling berkuasa di Asia. Mereka menguasai pasar bisnis dan memiliki perusahaan raksasa yang bergerak di bidang otomotif, Fashion dan properti.
Darrel, putra sulung keluarga Wezumo terpaksa menikahi Hope Emilia, putri seorang sopir keluarganya. Dua tahun menikah, Darrel tidak pernah menyentuh Hope, hingga Darrel tidak sengaja meminum obat perangsang malam itu.
Hubungan keduanya makin dekat saat Darrel mengangkat Hope menjadi asisten dikantornya. Namun kemunculan seorang pria tampan yang amat berbahaya di dekat Hope memicu kesalahpahaman di antara keduanya.
Belum lagi Hope tidak sengaja mendengar fakta sebenarnya dibalik pernikahan mereka. Membuatnya berada dalam pilihan yang sulit. Meninggalkan Darrel, atau mempertahankan pria itu bersama anak Darrel yang ada dalam kandungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8
"Kau yakin?"
Darrel memiringkan kepalanya. Ia tahu Hope menunjuk asal, jadi dia bertanya lagi.
"Iya mas."
Pria itu pun mengembuskan napas pelan, lalu melangkah ke bagian koper warna cokelat tua yang di tunjuk Hope dan mengambilnya. Setelah itu ia memanggil pelayan yang berdiri dekat situ.
"Kami ingin ambil yang ini." kata Darrel seraya memberikan koper di tangannya ke pelayan toko tersebut.
"Baik pak, nanti tinggal ambil di kasir ya." ujar pelayan itu ramah. Darrel kembali berjalan di ikuti Hope dari belakang.
"Masih ada yang ingin kau beli?" Darrel menoleh ke belakang lagi. Hope menggeleng. Tidak enak dibeliin suaminya. Walau tidak aneh karena mereka suami istri, tapi rasanya aneh saja. Apalagi Hope tahu Darrel tidak mencintainya.
Sesaat kemudian mereka memasuki toko tempat pakaian. Lebih tepatnya Darrel yang masuk ke sana. Hope ikut-ikutan saja. Ia pikir pria itu ingin membeli pakaian untuk dirinya sendiri, ternyata tidak. Karena toko pakaian yang mereka masuki adalah toko khusus untuk perempuan.
Apakah ada perempuan lain yang ingin di belikan baju oleh suaminya? Apa jangan-jangan Darrel diam-diam punya kekasih di luar sana?
Hope menundukkan wajah. Membayangkan suaminya memiliki kekasih lain yang laki-laki itu cintai, membuatnya merasa sedih.
"Aku mau ini, ini, dan ini." dilihatnya Darrel menunjuk beberapa pakaian mewah kepada seorang perempuan, pelayan toko yang sudah berdiri tepat di sampingnya.
Hope memperhatikan pelayan itu tampak genit dan sok cantik di depan suaminya. Hope memutar bola matanya malas. Ya ampun, kalau jualan ya jualan aja. Jangan caper ke suami orang.
Darrel memang tampan, tidak aneh kalau pandangan para wanita akan tertuju padanya ke manapun dia pergi. Tapi bisa dikondisikan sedikit bukan? Tidak tahu apa di dekat sini ada istrinya?
"Mm mas, mau beli semuanya? Buat kekasih mas-nya ya?" pelayan wanita tersebut bertanya dengan nada sok akrab. Hope kembali memutar bola matanya malas. Sok kenal som dekat banget tuh perempuan.
Perempuan itu bahkan terang-terangan memberi Hope tatapan sebelah matanya.
Ia memandang penampilan Hope dari bawah ke atas lalu tersenyum merendahkan. Seolah mengatakan Hope sama sekali tidak pantas berdampingan dengan Darrel. Atau menyangka Hope adalah pembantu Darrel?
"Wanita itu pembantu mas-nya ya?" ia bertanya lagi pada Darrel. Pria yang nampak sibuk memilih-milih baju yang ingin dia beli itu pun memandangi sih pelayan sok akrab.
"Hanya istriku yang bisa memanggilku mas, kau bukan siapa-siapa. Jangan bicara padaku seolah kita akrab."
Jleb.
Pelayan itu tersenyum canggung sekaligus malu. Beberapa pelanggan lain yang ada di dalam tempat itu sampai memperhatikan, bahkan ada yang menertawakan perempuan itu. Hope tertawa dalam hati. Baru tahu dingin-nya Darrel kan? Kapok. Makan tuh mas-mas.
"Menjauh dariku, istriku ada di sana. Kau menghalangi jalannya." kata Darrel lagi. Pelayan perempuan itu pun cepat-cepat menjauh, memberi jalan pada Hope dengan raut wajah memerah karena malu.
Hope melewatinya dengan senyuman penuh kemenangan. Hari ini dia puas karena Darrel tanpa sengaja sudah membantunya membuat pelayan itu malu. Hope ini adalah tipikal perempuan yang hanya tunduk pada suami dan keluarganya.
Pada orang lain, dia tidak akan membiarkan mereka dengan sengaja menindasnya. Mungkin dia tampak bodoh dan lelet dari luar, namun sebenarnya dia cukup pintar melawan orang-orang yang bersikap kasar padanya di luar sana. Dia akan baik pada orang yang baik.
Untuk keluarga Darrel sendiri, dia merasa berhutang pada mereka. Walau mereka sering meremehkannya, tapi mereka jugalah yang mengizinkannya tinggal di rumah besar itu setelah papanya meninggal. Sekarang ini hanya mereka keluarga Hope. Dia percaya suatu hari nanti mereka pasti akan menerima keberadaannya sebagai menantu di rumah ini. Asal dia bertahan saja.
"Kau mau yang mana, warna ini atau yang ini?" pertanyaan tersebut membuat Hope mengerjab-ngerjabkan mata. Apa dia tidak salah dengar?
"Mas beli untuk aku?"
"Menurutmu?" alis Darrel naik turun menatap wanita itu.
"Semua baju tadi itu untuk aku?"
"Kau istriku, menurutmu aku akan membelikannya untuk siapa?"
Hope tersipu malu.
"Ta ... Tapi sepertinya aku tidak cocok pakai pakaian mahal begitu mas." kali ini wanita itu mendekati Darrel, berjinjit dan berbisik pelan di telinga lelaki itu.
"Ini untuk keperluan saat kau bekerja sebagai asistenku nanti. Aku tidak ingin kau terlihat seperti gembel saat bersamaku. Tidak mungkin kau datang ke kantorku dengan gaya begitu."
Oh. Benar juga. Hope baru ingat dia akan bekerja sebagai asisten pria itu. Ternyata dia saja yang terlalu banyak berpikir. Wanita itu tersenyum ke suaminya, meski dalam hati ia agak sedikit kecewa. Ia pikir hati Darrel sedikit mencair terhadapnya, ternyata itu hanya untuk keperluan pekerjaan nanti.
Habis membayar semua belanjaan, mereka mampir ke suatu tempat sebentar karena Darrel ada keperluan lain, lalu pria itu membawanya makan di restoran mengingat memang sudah waktunya makan malam, setelah itu barulah mereka pulang.
Suasana dalam mobil sangat hening dan terkesan canggung. Tak ada di antara mereka yang bicara. Waktu makan di restoran tadi pun sama. Sikap Darrel sangat kaku. Hope sendiri tidak tahu mau ngomong apa. Alhasil, mereka diam-diaman. Seperti di mobil sekarang ini.
Hope memilih terus memandang keluar jendela untuk mengurangi kecanggungan, menikmati pemandangan malam di luar sana. Darrel sibuk menyetir. Pandangannya fokus ke depan. Sesekali ia melirik Hope yang menikmati pemandangan Jalan. Raut wajahnya tak terbaca saat menatap wanita itu.
Jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam ketika mereka sampai di rumah. Jam segini semua orang sudah masuk ke kamar mereka masing-masing. Hanya ada dua orang pekerja yang berjaga di depan rumah.
Darrel menatap Hope yang tampak nyaman dalam tidurnya. Wanita itu bahkan tidak terbangun saat mereka sampai. Darrel menepuk pipinya beberapa kali mencoba membangunkan sang istri, sayangnya Hope tidak terbangun-bangun juga.
Darrel pun hanya bisa menggendong wanita itu menuju kamar mereka. Ia sangat berhati-hati menaiki anak tangga.
"Uh, so sweet ..." suara tersebut menghentikan langkah Darrel. Ia menatap ke bawah. Rey sedang berdiri menatap mereka dari bawah sana. Adiknya itu terlihat sedang menertawai dirinya.
"Aku pikir kau tidak akan pernah jatuh cinta pada perempuan itu, ternyata oh ternyata ..." kata Rey lagi bertepuk tangan.
"Jangan sembarangan kalau bicara Rey," balas Darrel tajam. Rey malah tertawa.
"Ya ya, ya. Terserah kau saja. Tapi jangan sampai mama tahu kau sudah jatuh cinta padanya."
Darrel ingin membalas perkataan Rey lagi namun laki-laki itu sudah menghilang dalam sekejap mata. Darrel membuang napas kasar. Pandangannya berpindah ke Hope lagi, kemudian lanjut naik ke lantai atas.