(Warning !! Mohon jangan baca loncat-loncat soalnya berpengaruh sama retensi)
Livia Dwicakra menelan pil pahit dalam kehidupannya. Anak yang di kandungnya tidak di akui oleh suaminya dengan mudahnya suaminya menceraikannya dan menikah dengan kekasihnya.
"Ini anak mu Kennet."
"Wanita murahan beraninya kau berbohong pada ku." Kennte mencengkram kedua pipi Livia dengan kasar. Kennet melemparkan sebuah kertas yang menyatakan Kennet pria mandul. "Aku akan menceraikan mu dan menikahi Kalisa."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 22
Untuk sejenak Erland mematung, ternyata firasat seorang anak begitu kuat. Kennet pasti mendatanginya. "Ah, kau memiliki firasat kuat."
Anita menyenggol tangan Erland. Sontak pria itu menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Maksudnya firasat kuat dan tidak mungkin."
Livia menatap curiga, alisnya tertarik ke atas. Ada sesuatu yang aneh, tidak mungkin Kennet benar-benar mendatanginya atau memang benar. Ia tiba-tiba teringat dua pria yang mengatakan salah kamar. Jangan-jangan Kennet memang sudah menyadarinya.
"Anita, Erland aku ingin berbicara dengan kalian." Livia mengajak keduanya keluar ruangan.
Anita dan Erland menunggu Anita berbicara. Mereka yakin Livia pasti menanyakan keberadaan Kennet.
Livia menatap dalan Anita dan Erland. "Jawab aku dengan jujur. Anita, Erland apa Kennet ke rumah sakit? Apa dia ada di sini?"
Erland mengangguk, ia tidak bisa berbohong karena mungkin Kennet bisa saja ketahuan oleh Livia.
"Emm itu Livia, maafkan kami. Kennet memang melihat anak-anak tapi dia sudah pergi."
Livia teringat pada anak-anaknya. "Apa saat aku berada di rumah sakit Kennet datang menemui mereka? Apa yang kalian lakukan?"
Anita menunduk, satu sisi ia takut pada Kennet. Tapi ia juga tidak ingin mengecewakan Livia. "Maafkan kami, hanya Caesar yang tau. Wajahnya yang mirip dengan Kennet membuat anak itu yakin bahwa Kennet adalah ayahnya dan anak mu yang lain tidak tau."
Livia menganga, mulutnya membentuk huruf o. Ia langsung terduduk lemas di kursi tunggu. Rasanya ia tidak percaya bahwa Caesar mengetahunyi, padahal bisa saja Caesar mengatakannya padanya. Namun anaknya tidak mengatakannya. Justru memendamnya.
"Maafkan kami Livia. Kami juga tidak bisa menceganya karena Caesar cepat tanggap."
"Semenjak kapan Kennet mengetahuinya?"
"Aku tidak tau. Kennet yang mengatakannya sendiri." Sahut Erland. Dia tidak tau bagaimana pria itu mengetahuinya. "Mungkin Kennet menyadari karena wajah Caesar."
"Wajah Caesar?" Dia tidak bisa berbohong bahwa wajahnya sangat mirip. Tuhan seakan mengatakan pada Kennet bahwa pria itu memiliki anak.
Drt
Erland memgambil ponselnya di dalam sakunya. Dia melihat nama Kennet. "Kennet?"
"Angkatlah, biar Livia tau." Anita tak ingin ada rahasia. Livia pasti curiga.
"Iya Kennet." Erland mengeraskan suara ponselnya.
Terdengar beberapa helan napas seakan pria itu mengalami hal berat.
"Bagaimana kabar Damian? Dia sudah membaik? Lalu bagaimana keadaan Livia? Aku berharap dia baik-baik saja." Membayangkan betapa rumitnya dulu saat Livia merawat anak-anaknya sudah pasti sangat sulit.
"Mereka baik-baik saja." Sahut Erland.
Kennet sejenak terdiam. Ia ingin sekali berbicara dengan Livia dan anak-anaknya. "Erland menurut mu apa yang harus aku lakukan?"
"Sayang." Sapa seorang wanita. "Sayang kau sedang apa? Kau harus beristirahat."
Terdengar suara lembut Kalisa dan membuat Livia teringat masa lalu kelam itu. Livia merasakan luka itu lagi, padahal ia sudah tidak ingat apa pun.
"Kennet aku tutup dulu, sepertinya kau sedang berbicara dengan Kalisa." Erland tak nyaman pada Livia yang mendengarkan suara Kalisa.
"Oh kau menghubungi Erland?"
Tanpa menunggu jawaban Kennet. Erland memutuskan panggilannya. Dia merasa bersalah pada Livia karena sahabatnya itu. Kalisa hidup bahagia sedangkan Livia dan anak-anaknya malah sebaliknya.
....
Kennet menatap Kalisa merasa suaminya akhir-akhir ini banyak pikiran. “Tidurlah, kau baru saja sampai.”
“Aku belum mengantuk.” Kennet melihat jam 03.00 di atas mejanya. Setelah pulang dari indonesia ia tidak bisa menikmati waktu tidurnya walaupun hanya sebentar.
Kalisa memang merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Kennet. Namun pria itu selalu mengatakan tidak ada sesuatu. “Sayang apa ada masalah pekerjaan mu?”
“Tidak ada Kalisa.”
Kalisa mencoba memikirkannya lagi. “Apa kau merasa kesepian? Kau ingin memiliki anak?” Tanya Kalisa dengan hati-hati.
Kennet yang tertuju pada laptop di depannya langsung menoleh ke arah Kalisa. Tentang anak jelas ia menginginkannya. Ia ingin bersama dengan anak-anaknya. “Aku memang ingin memiliki anak.”
Kalisa merasa kasihan pada Kennet. Sampai lima tahun ini ia belum juga mengandung, ia tau Kennet memang mandul jadi ia tidak mengharapkan anak. “Bagaimana kalah kita adopsi saja?”
Kennet terdiam, ia dan Kalisa tidak memiliki anak. Lucunya ternyata Livia yang telah ia ceraikan malah memiliki anak dengannya dan bodohnya ia tidak mengetahuinya malah mengabaikannya.
“Kita bisa mengadopsi.”
“Aku tidak mau Kalisa.” Kennet mengucapkan dengan nada dingin. Bagaimana bisa ia menghidupi anak orang lain sedangkan anaknya sendiri ia tidak becus menjaganya dan merawatnya. Bahkan mereka kekurangan kasih sayangnya hingga mereka benci padanya.
Kalisa merasa bingung dengan kemauan Kennet. Pria itu ingin memiliki anak, tapi untuk mengadopsinya saja tidak mau. “Lalu, kau ingin anak tapi kau tidak ingin memilikinya. Kennet aku bingung dengan kemauan mu.”
“Sudah cukup Kalisa. Aku tidak ingin membahasnya.” Kennet melanjutkan pekerjaannya agar wanita itu tidak mengungkitnya lagi.
…
Keesokan harinya.
Kalisa menghubungi temannya, dia ingin meminjam anaknya sebentar. Siapa tau Kennet berubah pikiran untuk mengadopsi anak.
“Kalisa aku titip putra ku pada mu. Jika dia menangis hubungi aku,” ucap seorang wanita berambut pendek dan pirang. Wanita itu teman arisan Kalisa.
“Iya Flora, aku akan menghubungi mu nanti. Terima kasih karena mau meminjamkan anak mu.” Ia berharap Kennet akan berubah pikiran melihat anak yang menggemaskan ini.
Flora mencium putranya. “Baiklah, aku pergi dulu.”
Kalisa tersenyum, ia merasa senang menggendong anak Flora. Wajahnya bulat dan lucu. “Aku harus menemui Kennet. Dia pasti berada di ruang kerjanya.”
Kalisa membuka pintu, dia melihat Kennet sedang memejamkan kedua matanya sambil menyandarkan kepalanya di kepala kursi. Sedangkan laptopnya masih di buka.
“Sayang bangunlah dan lihat ini.” Kedua netra Kalisa melihat ke arah laptop Kennet yang masih hidup. Dia mepihat seorang anak laki-laki yang tidur dan ada selang infus di tangannya.
Kalisa kembali membangunkan Kennet. “Sayang bangun, ini sudah pagi.”
Kennet membuka kedua matanya. Ia memposisikan tubuhnya dengan benar. Sekujur tubuhnya terasa pegal. Siapa sangka ia malah ketiduran. “Kenapa kau di sini?”
“Tentu saja aku membangunkan mu.” Kalisa melihat anak kecil itu melihat sekeliling ruangan yang terlihat penasaran. “Sayang lihatlah, anak ini lucu kan?”
Kennet mengerutkan keningnya. Ia sama sekali tidak ada melihat kelucuan. “Anak siapa itu? Kenapa kau membawanya kesini?” Kennet berdiri, dia hendak pergi untuk membersihkan tubuhnya.
“Anak teman ku, dia menitipkannya pada ku. Sayang coba kau gendong.”
“Aku tidak mau.” Kennet melangkah pergi. Anaknya sendiri ia tidak pernah menggendongnya apa lagi anak orang lain. Ia tidak akan mau untuk melakukannya. Ia lebih memilih untuk menggendong anaknya.
“Sayang cobalah …”
“Cukup Kalisa, aku tidak mau.” Kennet menatap tajam sebelum pergi. Dia sejenak melihat anak yang hampir menangis itu.