Setelah tepat 5 tahun hubungan Alessa bersama seorang pria yang dikenal sebagai Ketua Mafia, tanpa dia sadari akhirnya mereka berpisah karena satu hal yang membuat Alessa harus rela meninggalkan Xander karena permintaan Ibunya Xander.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NisfiDA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Bahagia Berujung Maut
Setelah mendapatkan perintah dari Xander, dimana anak buahnya datang secara banyak.
Anak buah Xander dengan cepat membentuk lingkaran pelindung di sekeliling Alessa, melindunginya dari segala sudut.
Mereka semua dalam keadaan siaga tinggi, senjata mereka siap sedia, menunggu tanda-tanda bahaya.
Xander sendiri tetap dekat dengan Alessa, matanya bergerak cepat ke seluruh ruangan, terus-menerus mengamati tanda-tanda bahaya.
Suara pintu lain yang dibanting terbuka memecah keheningan yang menegangkan. Tubuh Xander menegang saat ia melihat sosok-sosok bergerak dalam kegelapan.
Ia dapat mendengar suara langkah kaki dan bisikan-bisikan pelan. Semua anak buahnya mengangkat senjata, bersiap menghadapi kemungkinan serangan.
Dorrrr!
Suara tembakan yang menggema mengejutkan Xander dan Alessa, jantung mereka berdebar kencang. Xander menoleh ke arah datangnya tembakan, tubuhnya menegang dan siap beraksi.
Ia mencari-cari di ruangan yang gelap, mencoba melihat siapa yang melepaskan tembakan, atau siapa yang menjadi sasaran tembakan.
Uhuk. Uhuk.
Suara batuk Alessa terdengar sangat jelas sekali seperti menahan sakit.
Jantung Xander hampir berhenti berdetak saat mendengar suara batuk Alessa. Ia menoleh ke arahnya, matanya terbelalak ngeri saat menyadari apa arti suara itu.
"Alessa!" panggilnya, suaranya dipenuhi ketakutan dan kekhawatiran.
Ia bergerak ke sisinya, tangannya dengan cepat menepuk-nepuknya, mencoba menilai seberapa parah lukanya.
Cahaya terang yang tiba-tiba membuat Xander berkedip sejenak sebelum matanya segera menyesuaikan diri. Ia menatap Alessa, jantungnya berdebar kencang saat melihat sosoknya.
Ada genangan darah yang memuakkan di sekelilingnya, menodai gaun pengantinnya yang cantik menjadi merah.
Ia merasakan campuran kemarahan dan ketakutan membanjiri dirinya, pikirannya berpacu dengan skenario terburuk.
Alessa menahan sesuatu dibagian dalam perut.
Mata Xander membelalak saat melihat Alessa mencengkeram bagian perutnya erat-erat.
Jantungnya berdebar kencang saat menyadari bahwa Alessa terluka, dan ia mengkhawatirkan hal terburuk.
Ia bergerak mendekati Alessa, dengan lembut memegang tangan Alessa untuk memeriksa lukanya.
Alessa menatap kearah Xander dengan wajah tersenyum.
"A-aku tidak apa-apa sungguh"
Napas Xander tercekat saat mendengar kata-kata Alessa, yang berusaha meremehkan keseriusan cederanya. Ia tahu bahwa Alessa berusaha menenangkannya, tetapi ia dapat melihat rasa sakit terukir di wajahnya.
"Jangan berbohong padaku," katanya, suaranya tegang saat dia dengan lembut menurunkannya ke tanah, tangannya bergerak untuk memeriksa lukanya.
Suara langkah kaki yang mendekat membuat Xander dan anak buahnya kembali tegang. Mereka semua mengalihkan fokus ke arah pendatang baru itu, senjata mereka terarah dan siap, bersiap untuk serangan berikutnya.
Xander bergerak protektif di depan Alessa, melindunginya dari potensi ancaman. Ia menatap pendatang baru itu dengan tatapan dingin dan tajam.
"Andreson Harvey Moretti" gumam Xander
Mata Xander menyipit saat mengucapkan nama pendatang baru itu. Ia hampir bisa merasakan aura mengancam terpancar dari pria itu saat ia memasuki ruangan, dengan seringai percaya diri di wajahnya.
"Berani sekali kau muncul di sini." Geraman Xander, suaranya penuh dengan kebencian.
Andreson menepukkan kedua tangannya, ekspresinya memancarkan kepuasan. Ia melangkah mendekati Xander dan Alessa, matanya melirik Alessa, mengamati keadaannya yang terluka.
"Jadi tampaknya bidikanku masih bagus seperti sebelumnya," katanya sambil terkekeh, dengan nada mengejek dalam suaranya.
Kemarahan Xander memuncak saat mendengar nada mengejek Andreson dan rasa puasnya yang nyata bahwa tujuannya benar. Xander bisa merasakan darahnya mendidih, tangannya mengepal erat.
"Dasar bajingan," desisnya, nyaris tak bisa menahan diri untuk tidak menyerang Andreson.
Anak buahnya bisa merasakan kemarahannya dan menjadi tegang, siap bertindak atas perintahnya.
Saat amarah Xander memuncak, ada sesuatu dalam dirinya yang meledak. Seluruh sikapnya berubah, ekspresinya mengeras menjadi tatapan yang menakutkan.
Matanya menyala dengan semburat merah yang tidak wajar, seolah-olah amarah iblis telah menguasainya. Aura Xander menjadi gelap dan mengancam, seperti binatang yang siap menerkam.
Anak buahnya menyaksikan dengan kagum dan takut, melihat pemimpin mereka dalam sisi yang tidak pernah mereka duga sebelumnya.
Mereka bisa merasakan kemarahan dan kekerasan yang terpancar darinya seperti panas.
Tiba-tiba!
Xander melemparkan belatinya tepat mengenai sasarannya tersebut.
Dengan gerakan cepat dan seperti binatang, Xander menerjang maju, melemparkan belatinya langsung ke Andreson.
Kecepatan dan ketepatan lemparan itu mengejutkan semua orang, termasuk Andreson, yang mengira Xander akan menyerangnya secara langsung.
Xander berteriak keras, memerintahkan anak buahnya untuk menyerang. Mereka segera bergerak, memperpendek jarak antara mereka dan Andreson.
Suara benturan daging dan benturan senjata memenuhi ruangan saat anak buah Xander menyerang Andreson dengan sangat efisien.
**********
Xander sudah berada dirumah sakit, dimana dia begitu khawatir melihat keadaan sang istri.
Setelah melakukan perperangan tadi bersama Andreson akhirnya Andreson menyerah dan kabur begitu saja.
Ingin rasanya Xander mengejarnya namun dia ingat dengan keadaannya Alessa.
Tubuh Xander masih tegang akibat perkelahian itu, tetapi kekhawatirannya terhadap Alessa dengan cepat menutupi kemarahannya.
Dia duduk di kursi di samping ranjang rumah sakitnya, tangannya dengan lembut memegang tangan Alessa sambil memperhatikannya tidur.
Ia masih bisa merasakan adrenalin mengalir di pembuluh darahnya, pikirannya melayang pada kejadian-kejadian sebelumnya.
Ia merasakan frustrasi yang menggerogoti, mengetahui bahwa Andreson masih di luar sana, tetapi ia tahu ia tidak bisa meninggalkan Alessa sekarang.
Xander menghela napas lega, bersyukur bahwa kondisi Alessa stabil dan cederanya tidak mengancam jiwa.
Ia memandangi sosok Alessa yang sedang tidur, wajahnya tampak damai di kamar rumah sakit yang remang-remang.
Hatinya sakit melihat Alessa terluka, tetapi ia merasa tenang karena tahu bahwa Alessa akan pulih.
Ia melihat mesin yang memantau kondisinya, memperhatikan hasil pembacaan yang stabil di layar.
Bunyi bip dari monitor jantung dan dengungan mesin lainnya memberikan suara latar yang menenangkan di ruangan yang tadinya sunyi.
Suara ketukan di pintu memecah keheningan ruangan, menyebabkan Xander mendongak. Ia berseru pelan,
"Masuk."
Salah satu bawahannya memasuki ruangan, tampak serius namun tenang. Ia mengangguk hormat ke arah Xander sebelum berbicara.
"Tuan," katanya, suaranya pelan. "Kami telah mengamankan area tersebut dan menangani semua potensi ancaman. Anda dan Nyonya Alessa aman sekarang."
Xander melirik Alessa, sosoknya yang sedang tidur tampak begitu rapuh di tempat tidur. Ia menepuk tangan Alessa dengan lembut sebelum mengalihkan perhatiannya kembali ke bawahannya.
"Aku ingin kalian menemukan Andreson," katanya, suaranya tegas dan penuh tekad. "Cari tahu di mana dia berada dan apa yang sedang direncanakannya." Bawahannya mengangguk, memahami pentingnya tugas itu.
Setelah mendapatkan perintah dari Xander, bawahannya memberikan hormat kepada Xander lalu berpamitan dan pergi.
Xander memperhatikan bawahannya meninggalkan ruangan, rasa tekad menyelimuti dirinya. Ia tahu bahwa sampai Andreson ditemukan dan diurus, akan selalu ada potensi ancaman terhadap Alessa dan keselamatan mereka.
Ia bersandar di kursinya, pikirannya dipenuhi pikiran dan rencana. Ia terus memegang tangan Alessa, jari-jarinya dengan lembut menelusuri buku-buku jarinya sambil berjaga dalam diam di samping tempat tidurnya.
********
Pernikahan yang menjadi bahagia namun tidak untuk Xander, dia merasa sedih dihari pernikahannya karena melihat Alessa terkena serangan musuhnya.
Dia masih setia menunggu sang istri bangun dari pingsannya. Dia masih memegangi tangan istrinya dengan lembut dia mengelus-elus tangannya Alessa.
Setelah hitungan beberapa, Ketika Alessa akhirnya mulai bergerak, jantung Xander berdebar kencang.
Ia duduk di kursinya, memperhatikannya dengan saksama saat Alessa perlahan membuka matanya dan melihat sekeliling ruangan.
" Xander" panggil Alessa dengan nada lemahnya
Jantung Xander berdegup kencang mendengar suara lemah Alessa. Ia meremas tangan Alessa dengan lembut, sebuah gerakan menenangkan.
"Aku di sini," katanya lembut, suaranya lembut dan penuh keyakinan.
Xander dapat melihat bahwa Alessa sedang berjuang untuk tetap membuka matanya, efek obat pereda nyeri membuatnya sulit untuk fokus.
Ia dengan lembut menyingkirkan sehelai rambut dari wajah Alessa, sentuhannya menenangkan dan menenangkan.
"Tidak apa-apa," katanya, suaranya rendah dan menenangkan. "Tenang saja. Kamu perlu istirahat dan memulihkan tenaga, aku akan tetap disini menjagamu."
Alessa menganggukkan kepalanya dengan sangat lemah, sehingga membuatnya kembali tertidur lagi.
Xander memperhatikan saat Alessa mengangguk lemah sebelum menyerah pada obatnya sekali lagi, matanya terpejam dan napasnya melambat saat dia kembali tertidur lelap.
Ia mendesah, bahunya sedikit merosot sa
at melihat sosok wanita yang sedang tidur. Ia mengulurkan tangan dan mengusap dahi wanita itu dengan lembut, sentuhannya lembut dan penuh cinta dan perhatian.