setelah suatu insiden tragis yang menewaskan keluarganya, seorang pemuda bernama arka tiba - tiba di hadiahi sebuah "Sistem" oleh makhluk misterius. sistem ini memberikan arka misi-misi untuk mengeliminasi makhluk supranatural dari berbagai dimensi.
setiap kali ia berhasil menyelesaikan misi, ia mendapatkan poin untuk membeli kemampuan baru atau memperkuat dirinya. Namun, setiap misi beresiko, dan jika ia gagal, ia harus membayar "hukuman", yaitu kehilangan bagian tubuh atau ingatan tertentu. Akankah arka bertahan hidup dan membalas dendam, atau malah terjerat kekuatan sistem yang lebih besar dari dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby samuel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu malam mencekam
Arka bergerak cepat, menyusuri jalan setapak di dalam hutan bersama pria yang baru saja ia selamatkan. Hutan yang sebelumnya sunyi kini terasa semakin mencekam, bayangan pohon seolah bergerak mengikuti langkah mereka. Medali di tangannya masih berdenyut, menghangat seperti detak jantung yang cemas.
Pria yang bersamanya, yang tampak tidak lebih tua dari Arka, berjalan tertatih-tatih. Luka di kakinya parah, dan darah terus menetes ke tanah, meninggalkan jejak. “Tunggu... aku tidak bisa terus begini...” ujarnya dengan napas terputus-putus, wajahnya pucat pasi.
Arka berhenti, memandang pria itu dengan cepat. “Kita tidak punya waktu. Organisasi tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja.” Ia merogoh kantongnya, mengeluarkan perban seadanya. Dengan cekatan, ia membalut luka pria itu, meskipun ia tahu itu hanya akan menunda pendarahan.
“Aku... Arya,” pria itu memperkenalkan diri setelah beberapa detik, suaranya serak. “Kau... kau menyelamatkanku. Terima kasih.”
Arka tidak menjawab. Bukan karena ia tidak peduli, tetapi pikirannya terlalu sibuk memikirkan rencana berikutnya. Ia membantu Arya berdiri kembali, lalu mulai berjalan lagi. Setiap langkah terasa berat, bukan hanya karena beban tubuh mereka, tetapi juga tekanan dari ancaman yang terus membayangi.
Kilasan Masa Lalu
Bayangan pohon dan aroma tanah basah di hutan itu mengingatkan Arka pada tempat lain. Sebuah desa kecil di mana ia tumbuh besar, dikelilingi oleh pepohonan serupa. Ingatan itu muncul dengan tiba-tiba: senyum ibunya yang lembut, suara tawa kakaknya, dan aroma masakan sederhana yang memenuhi rumah mereka. Namun, seperti semua kenangan bahagia, itu berakhir dengan kekacauan.
Arka mengepalkan tangan. Kematian keluarganya adalah alasan ia menerima Sistem. Ia telah bersumpah untuk tidak pernah lagi menjadi korban, tetapi setiap kali ia bertarung, ia merasa semakin jauh dari dirinya sendiri.
“Apa yang sebenarnya aku lakukan di sini?” pikirnya.
Kembali ke Hutan
Arya tiba-tiba menarik perhatian Arka dengan pertanyaannya. “Mereka... siapa mereka? Orang-orang yang mengejarku tadi?”
Arka menghela napas, melirik ke belakang untuk memastikan mereka belum diikuti. “Organisasi. Kelompok bayangan yang mengincar apa saja yang mereka anggap berbahaya. Kadang mereka benar, tapi lebih sering mereka salah.”
“Kenapa aku?” Arya bertanya lagi, suaranya memecah keheningan yang menekan.
“Entah. Mungkin kau berada di tempat yang salah pada waktu yang salah.” Arka berhenti sejenak, menatap medali di tangannya. “Atau mungkin kau juga punya sesuatu yang mereka inginkan.”
Arya tampak bingung, tetapi tidak bertanya lebih jauh. Ia hanya mengikuti langkah Arka, meskipun rasa sakit di kakinya semakin nyata.
Malam Tiba
Mereka akhirnya menemukan sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik semak belukar. Arka memastikan tidak ada jejak yang terlihat dari luar sebelum membantu Arya masuk. Gua itu cukup untuk berlindung sementara, meskipun dingin dan gelap.
Arka mengumpulkan beberapa ranting kering dari luar untuk membuat api kecil. Cahaya dari api itu memantulkan bayangan di dinding gua, menciptakan suasana yang suram.
“Cerita sedikit tentang dirimu,” ujar Arka sambil memeriksa perban Arya. “Kenapa kau berada di sini? Apa kau sendirian?”
Arya ragu sejenak sebelum menjawab. “Aku berasal dari distrik sebelah. Keluargaku... mereka sudah tiada. Aku mencoba melarikan diri ketika retakan pertama muncul. Awalnya aku pikir aku akan aman di sini, tapi kemudian mereka menemukanku.”
Arka mengangguk pelan, merasa ada kemiripan antara mereka. Namun, ia tidak mengungkapkan hal itu. Sebaliknya, ia berkata, “Kau harus lebih berhati-hati. Dunia ini bukan tempat yang sama lagi. Retakan itu telah mengubah segalanya.”
“Apa yang sebenarnya terjadi?” Arya bertanya dengan suara pelan. “Aku mendengar desas-desus tentang makhluk dari dimensi lain, tetapi aku tidak mengerti. Apakah semua ini ada hubungannya dengan retakan?”
Arka menghela napas panjang, merasa beban penjelasan ini terlalu berat untuk ditanggung sendiri. “Retakan itu... adalah pintu antara dimensi kita dan dimensi lain. Makhluk yang kau lihat bukan berasal dari dunia ini. Mereka tidak seharusnya berada di sini. Dan sayangnya, retakan itu tidak hanya membawa mereka, tetapi juga sesuatu yang lebih buruk.”
Arya memandang Arka dengan mata penuh rasa takut. “Lebih buruk?”
“Sesuatu yang bahkan aku belum sepenuhnya mengerti,” jawab Arka. Ia menggenggam medali di tangannya, cahayanya meredup seiring malam semakin larut.
Malam itu terasa panjang, tetapi Arka tidak bisa tidur. Matanya terus mengamati api yang perlahan padam, telinganya menangkap setiap suara di luar gua. Ia tahu mereka belum aman.
Saat fajar hampir menyingsing, Arka mendengar langkah-langkah berat mendekat. Ia segera membangunkan Arya, memberi isyarat untuk diam. Dengan hati-hati, ia keluar dari gua, membawa belati di tangan.
Bayangan besar terlihat di antara pepohonan. Sosok itu tidak bergerak seperti manusia, tetapi juga tidak menyerupai makhluk biasa. Tubuhnya besar dan berotot, dengan kulit seperti logam yang memantulkan cahaya matahari pertama.
“Monster dari dimensi lain,” pikir Arka. “Tapi kenapa di sini?”
Makhluk itu tampaknya mencari sesuatu. Kepalanya yang besar berputar perlahan, matanya yang merah bersinar menembus kegelapan. Arka menahan napas, berharap makhluk itu tidak menyadari keberadaan mereka.
Namun, harapannya pupus ketika Arya, yang mencoba melihat keluar, menginjak batu kecil yang kemudian jatuh dan memantul ke tanah. Suara itu cukup untuk menarik perhatian makhluk itu.
“Lari!” teriak Arka, menarik Arya kembali ke dalam gua.
Makhluk itu mengeluarkan suara menggeram yang dalam, seperti gemuruh petir. Dalam sekejap, ia menerjang ke arah gua, menghancurkan semak-semak yang menghalangi jalannya.
Arka tahu mereka tidak punya pilihan. Ia harus bertarung, meskipun peluangnya kecil. Dengan medali yang mulai bersinar terang, ia berdiri di depan Arya, siap menghadapi makhluk itu. “Kali ini, aku tidak akan mundur.”