Kisah sebuah pertemanan yang berawal manis hingga renggang dan berakhir dengan saling berdamai. Pertemanan yang salah satu diantara keduanya menaruh bumbu rasa itu terjadi tarik ulur. Sampai memakan banyak kesalahpahaman. Lantas, bagaimanakah kisah selanjutnya tentang mereka? apakah keduanya akan berakhir hanya masing-masing atau asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. POV Keisya
Setelah seminggu kelas 10 melaksanakan ulangan yang di awasi oleh Langit dan Adhara kini mereka menjalani KBM seperti biasanya.
Pada jam istirahat pertama ada seorang gadis polos bernama Keisya Arunika Jian yang katanya keponakannya Adhara.
Gadis berambut panjang di ikat tersebut biasa di panggil dengan sebutan 'Kei'. Ia terlihat polos namun berbeda dengan kehidupan nyatanya yang menjadi seorang gamers.
Kei berjalan di tepi lapangan basket yang sedang ada pemainnya yang bermain bola.
Sebuah bola basket melambung tepat ke arah Kei, namun ia tak mengetahuinya.
"Wah, lain kali liat-liat kalo main. Ada cewek nih," celetuk seseorang di depan Kei yang sudah menangkap bola yang melambung.
Seketika Kei terkejut melihat seorang laki-laki yang terlihat masih seumuran dengannya itu menolongnya dari sasaran bola tersebut.
"Eh, iya-iya, sorry." sahut sang pemain mengambil bola dari tangan lelaki yang menolong Kei.
Lelaki tersebut langsung pergi setelah menolong Kei tanpa berucap satu kata apapun. "Eh, btw makasih udah nolongin." cicit Kei mengejar lelaki itu.
"Sama-sama." jawabnya singkat.
Pov Keisya.
"Kalo boleh tau lo kelas berapa?" tanyaku pada cowok yang sudah menolongku tadi.
Cowok itu tetap berjalan menaiki anak tangga. Aku pun berjalan beriringan dengannya. "Sekelas sama lo," balasnya dingin.
Aku malah bingung, sejak kapan aku sekelas sama cowok kek dia ini? "Kemaren pas ulangan lo liat gue?" aku penasaran sama cowok itu.
"Liat,"
Devan bukan sih? kok gue ngerasa kalo nih cowok yang di ceritain sama Aurel, ya? Batinku masih berjalan di koridor.
Lalu kami pun memasuki kelas karena jam istirahat akan selesai dalam waktu 5 menit.
"Nama lo Devan?" aku terus bertanya sampai ia mau menjawab tentang siapa namanya.
Cowok itu tidak memakai nametag coba? gimana mau tau itu cowok siapa? masa iya dia Devan? nggak mungkin lah.
"Bukan,"
"Tapi mirip muka lo sama temen gue yang namanya Devan." ucapku terus terang.
Ia duduk di kursi dengan santai tapi gayanya seperti cowok cool. Lah, di sekolah ini yang cool kan cuma kak Langit. Ketua osis paling ganteng seplanet Mars. Hehe bercanda kak.
"Itu sepupu gue." jawabannya membuat aku tak percaya.
"Serius? terus nama lo siapa?" tanyaku terus penasaran.
"Dion,"
"Ohh ..."
Cowok itu ternyata namanya Dion, ia duduk di kursi sebelah kiriku. Ah, kalo dinilai sih ini cowok cakep juga seribu persen deh!
"Nama lo siapa," pertanyaan itu muncul dari seorang Dion.
"G-gue ... Keisya." jawabku gugup.
Dion diam tak menjawab lalu, "Dipanggilnya apa?"
"Kei," ucapku singkat.
"Oh."
Ya nggak heran lagi sih sama semua cowok di SMA Harapan Bangsa ini yang karakternya cuek dan dingin semua kecuali beberapa cowok yang lumayan humoris.
Bel masuk pun berbunyi nyaring. Guru pengajar sudah masuk ke kelasku dan hari ini adalah pelajaran Bahasa Indonesia. Mapel yang terlihat gampang ternyata rumit. Huft, sungguh sulit.
"Assalamualaikum anak-anak, hari ini kalian harus mengerjakan tugas yang kemarin belum selesai." tutur seorang guru perempuan.
"Baik, Bu ..." seru teman-temanku kompak.
Kemudian di tengah-tengah sedang mengerjakan tugas ada beberapa nomer yang aku tidak tahu maksudnya apa. Lalu, aku pun menghampiri guru untuk minta dijelaskan.
"Bu, nomor enam ini maksudnya gimana, ya?" tanyaku maju ke meja beliau.
Sang guru hanya melihat soal yang ku tunjukkan kemudian beliau menyuruhku untuk duduk kembali.
"Dion, sini kamu maju ke depan." perintah Bu Eva.
Dion yang merasa di panggil pun segera maju ke depan dan tak lama ia kembali ke tempat duduknya.
Ia meraih buku tulis miliknya seraya menuju ke kursi kosong tepat ia duduk di bangku-ku.
Aku sontak bingung, loh kenapa Dion jadi duduk di samping aku? wah ... jangan-jangan perintah bu guru tadi...
"Mana yang lo nggak paham?" tanya cowok yang ada di sampingku. Ya, dia Dion.
Aku tak menoleh ke arahnya, "Ngapain nanya-nanya." jawabku judes.
Dion merebut buku ku tanpa ada alasan. "Makanya kalo libur tuh belajar, bukan nonton drakor sama anime."
Dih? apa-apaan si Dion cowok dari kutub utara. "Apa-apaan lo ngerebut buku gue!" ketusku mengambil buku ku kembali.
"Dibantuin nolak, nggak tau terima kasih." ujarnya asal membuatku ingin menjambak rambutnya. Dasar cowok sok ganteng!
Bu Eva mendengar suaraku yang keras, "Dion ibu suruh untuk ajarin kamu mengerjakan tugas hari ini. Karena setiap jawaban kamu, ibu baca isinya cuma alur drakor sama karakter anime apalah itu." ungkap beliau jujur.
Seketika aku langsung malu sampai urat tolonggg ... ini gara gara Dion! iya, Dion itu ngeselin!
"Ya karena saya sering nonton drakor dan suka nonton anime." jawabku terus terang malah membuat semua anak anak tertawa.
HAHAHAHAHA ...
"Sudah-sudah, lanjutkan tugas kalian. Saya ke kantor dulu." kata Bu Eva berjalan keluar dari kelas.
"Baik, Bu," jawab semua anak anak.
"Sini mau diajarin nggak," ucap si Dion.
Aku memasang wajah kesal padanya. "Yaudah buru jelasin," ketusku sudah badmood.
Tiba-tiba si Aurel datang dan mulai bertingkah menyebalkan, apalagi kalau bukan meledekku?
"Lo nggak boleh nolak bantuan, Kei." kekeh Aurel di depan mejaku.
Aku melotot tajam pada Aurel, "Lebih baik sepupunya daripada dia." balasku tanpa melirik Dion yang masih di sampingku.
Lalu, ada seorang cowok yang tiba tiba masuk ke kelasku. Ya, pasti ia adalah Devan.
"Hai, Kei." sapa Devan sambil menatap Dion sekilas.
"Ya." tanggapku singkat.
Devan kembali menatap Dion lagi, ada apa dengan dia? apa ada sesuatu yang perlu di bahas mengenai mereka berdua?
"Kata Aurel lo suka sama cowok diantara gue sama Dion, bener?" pertanyaan itu terlontarkan dari Devan.
Maksudnya apa ini, kenapa aku jadi ngga bisa fokus belajar gara gara ada mereka?
"Bukan suka, mau aja lo di sesattin sama Aurel." cibirku acuh.
Devan terkekeh mendengar jawabanku. "Bukannya gue gimana ya, yang lo suka itu yang pernah konser di Taman Cemara itu kan?" tebak Devan terlihat serius.
"Iya,"
"Feeling gue lo bakal malu lagi deh, Kei." pendapat Aurel sudah berperasaan tak enak.
"Berisik lo." cetusku.
Aurel malah cengingisan tak jelas seraya menatapku puas meledek. "Tapi emang bener sih Van, yang Kei tunjuk itu yang main drum." ujar Aurel.
Devan dan Aurel saling melirik satu sama lain. "Eh,, lo jangan diem aja. Kasih tuh klarifikasi tentang siapa yang ikut les musik." celetuk Devan ke Dion yang sedang bermain ponselnya.
"Apa? nggao usah ganggu gue mau ngajarin materi, belum waktunya istirahat, belum waktunya basa-basi." balasan Dion di luar dugaanku.
Ternyata sosok Dion adalah cowok yang tidak suka keramaian. Tapi, dia suka ngumpul sama 3 temennya.
"Lah, banyak alasan lo. Buka hati aja susah." dengus Devan bete dan pergi ke kelasnya sendiri.
"Huh, dasar Kei," cibir Aurel, padahal aku tak tau apa apa.
••••••
Akhirnya setelah beberapa menit tugasku telah selesai dan kini tinggal menunggu bel istirahat kedua.
Kringg ... kringg ... kringg ...
"Eh, Di, tunggu. Ajarin gue cara belajar sama ringkas materi lah." ucapku memohon.
Dion hanya diam saja, "Nanti." jawabnya singkat. Ah, kenapa lagi dengan si cowok kutub utara itu sih. Susah banget di tebak.
Aku pun segera ke kantin untuk membeli batagor kesukaanku. Hari ini aku tidak bareng sama Aurel karena ya aku kesal sama dia.