Di malam satu Suro Sabtu Pahing, lahirlah Kusuma Magnolya, gadis istimewa yang terbungkus dalam kantong plasenta, seolah telah ditakdirkan untuk membawa nasibnya sendiri. Aroma darahnya, manis sekaligus menakutkan, bagaikan lilin yang menyala di kegelapan, menarik perhatian arwah jahat yang ingin memanfaatkan keistimewaannya untuk tujuan kelam.
Kejadian aneh dan menakutkan terus bermunculan di bangsal 13, tempat di mana Kusuma terperangkap dalam petualangan yang tidak ia pilih, seolah bangsal itu dipenuhi bisikan hantu-hantu yang tak ingin pergi. Kusuma, dengan jiwa penasaran yang tak terpadamkan, mencoba mengungkap setiap jejak yang mengantarkannya pada kebenaran.
Di tengah kegelisahan dan rasa takut, ia menyadari bahwa sahabatnya yang ia kira setia ternyata telah menumbalkan darah bayi, menjadikan bangsal itu tempat yang terkutuk. Apa yang harus Kusuma lakukan? mampukah ia menyelamatkan nyawa teman-temannya yang terjebak dalam kegelapan bangsal 13?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bobafc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hantu Anak Kecil
"Hah. Jam tujuh malam! Aduh, aku terlambat tugas malam. Kusuma! Awas kamu ya sudah ninggalin aku." Agvia tampak kesal dengan kelakuan kedua temannya. Terburu-buru dia mengenakan pakaian, lalu berangkat menuju rumah sakit. Sedikit berlari dia menelusuri jalan dengan pepohonan besar di sisi kiri dan kanan.
Terdengar suara wanita memanggil. Agvia pun berhenti sejenak. Pria penakut itu mencari sumber suara panggilan.
Tampak seorang gadis berpakaian serba putih berada di bawah pohon Seruni, wajahnya terlihat pucat dengan lingkaran hitam di kedua bola matanya dengan rambut panjang terurai melambaikan tangan kepadanya.
Tanpa berpikir panjang Agvia mengeluarkan jurus langkah seribu kali seraya berteriak, "Setan! Tolong ...."
Setelah berlari cukup lama akhirnya Agvia sampai di rumah sakit dan berjumpa dengan Abdi yang baru saja keluar dari aula dan berada di bagian pendaftaran. "Kamu kenapa? Muka kok pucat! Keringatan lagi. Seperti orang dikejar setan!" ejek Abdi.
"Ini gara-gara kalian tinggalin aku sendiri. Bukannya dibangunin! Sudah mimpi dicekik setan, berangkatnya ketemu setan juga."
Agvia terlihat kesal yang disambut tawa oleh Abdi.
"Bantu Kusuma cek pasien di bangsal empat! Dia sudah dari tadi di sana," perintah Abdi dengan menunjuk arah kanan, Agvia pun segera menyusul Kusuma.
Pria berambut ikal itu berjalan dengan lesu setelah mengetahui bangsal empat berada di ujung belakang rumah sakit. Menelusuri koridor rumah sakit dengan penerangan yang tidak memadai, membuat suasana rumah sakit semakin mencekam.
"Aduh, alamat ketemu yang aneh-aneh lagi ini. Bangsal empat di ujung sebelah kiri lagi," keluh Agvia.
Sendiri menelusuri lorong rumah sakit ternyata begitu menyeramkan. Terutama bagi Agvia yang seorang penakut. Pria tinggi itu bernyanyi sambil berjoget untuk menghilangkan rasa takut. Tiba-tiba kakinya terasa ada yang memegang yang membuatnya sulit melangkah.
"Ya Allah, apa lagi ini.." Agvia berdoa dalam hati sambil memejamkan mata mencoba menarik kakinya yang terasa berat.
"Om, aku ikut, dong." Suara gadis kecil terdengar lirih di telinganya. Seketika keringat mengucur deras, rasa takutnya membuat ia ingin kencing di celana.
Agvia melirik ke bawah, tampak seorang gadis kecil yang tadi hadir di dalam mimpinya. Gadis berambut panjang dengan wajah putihnya itu terlihat pucat sedang memeluk kaki kanan Agvia dengan sangat erat.
"Tolong.. ada anak setan..!"
Agvia meronta-ronta, menarik kakinya hingga terlepas. Dia pun segera berlari tanpa menoleh, diiringi suara tawa sang gadis kecil yang bergema di lorong rumah sakit. Pria itu terus berlari hingga menabrak Kusuma yang baru saja keluar dari bangsal empat.
"Agvi, kenapa sih kamu! Lari kaya orang kesetanan. Berantakan semua kan jadinya!" bentak Kusuma sembari mengambil peralatan yang jatuh.
"Anak itu kenapa, ya? Di mimpi tadi dia hadir menggangguku, di sini masih ketemu lagi. Dasar anak demit." Agvia menggerutu tidak jelas.
"Ngomong apa sih kamu? Grenengan nggak jelas. anak kecil mana yang kamu maksud?" tanya Kusuma dengan menendang kaki kiri Agvia.
"Aw! Itu tadi di lorong tepat berada di depan bangsal kosong, aku bertemu anak kecil yang ada dalam mimpiku tadi. Aduh.. demi Tuhan Kusuma, senyumnya mengalihkan duniaku," jelas Agvia pada Kusuma.
"Seperti Afgan saja kamu. Sudahlah, ayo, kita balik ke aula!" ajak Kusuma.
Berjalan bersama Kusuma membuat Agvia sedikit agak berani karena dia tahu Kusuma dapat membantunya. Belum lama mereka berjalan terlihat seseorang di kegelapan masuk ke dalam bangsal kosong yang selalu terkunci rapat.
"Sst.. diam Kusuma kita sembunyi dulu. Ada orang yang memasuki bangsal kosong itu." Agvia menarik Kusuma untuk sembunyi.
"Itu seperti seorang dokter, apa yang ia lakukan malam-malam begini di sini? Apa kamu nggak curiga Agvia." Kusuma penasaran.
"Apaan, sih! Aku cuma penasaran saja. Kenapa ada seseorang yang sampai repot-repot, malam-malam datang ke sini.. ayo kita intip," ajak Agvia.
"Kamu sendiri, ya. Aku tunggu di sini, capek aku, Vi." Kusuma yang kelelahan menangani pasien, membuat Agvia berjalan sendiri mengikuti langkah dokter itu.
Dengan langkah hati-hati, Agvia mengikuti dokter yang tak terlihat wajahnya ke ruangan kosong yang tak berpenghuni.
Akan tetapi, keanehan terjadi di depan mata pria berambut ikal itu. Dokter tadi menghilang, ia tidak ada, ruangan itu di ruangan itu kosong dan tidak ada siapa pun.
Tiba-tiba nyali Agvia yang tadinya besar jadi hilang ketika sebuah tangan menyentuh pundaknya. Bulu kuduk berdiri. Rasa ingin terkencing-kencing menghinggapinya. Terlebih, ketika sebuah kepala sudah tepat berada di bahunya dan bersentuhan dengan pipi Agvia.
Pria itu memejamkan mata sembari menahan kencing.
Aba-aba untuk berlari pun sudah ia persiapkan. Dengan keberanian yang masih tersisa, Agvia membuka mata untuk membalikkan badannya. Tiada terduga ternyata Kusuma yang berada di sampingnya.
"Ah.. Kusuma! Hampir saja aku kencing di celana!" teriak Agvia dengan tangan menahan kencing.
"Sudahlah, kita balik temui Abdi." Agvia menggandeng tangan Kusuma, lalu mengajaknya pergi.
Kusuma hanya terdiam. Mereka berjalan melewati koridor. Angin berhembus dengan kencang membuat rambut panjang Kusuma sedikit berantakan.
"Kusuma, rambutmu berantakan," ujar Agvia seraya mencoba menyibakkan rambut yang menutupi wajah manisnya.
Detak jantung terasa terhenti, wajah yang tadi terlihat manis kini berubah menjadi rusak dan busuk. Kulit wajah Kusuma terkelupas hingga memperlihatkan serat daging utuh bercampur dengan darah kental berwarna kehitaman, bau anyir darah membuat Agvia terpaku dalam ketakutan yang luar biasa.
Perlahan, Kusuma tersenyum hingga menunjukkan taring tajam penuh darah. Bahkan, Agvia bisa melihat puluhan belatung hidup bersarang di mulutnya. Kusuma mendekat ke arah Agvia dengan raut wajah yang sangat mengerikan, darah menetes dari pelupuk matanya.
Agvia memejamkan mata dengan kuat, peluh membasahi tubuhnya, rasa takut mendominasi jiwa dan raga.
"Agvi! Kamu kenapa?" Suara seseorang terdengar di telinganya.
Sesaat setelah membuka mata, Agvia kembali dikejutkan dengan keberadaan Kusuma. "Kusuma!" Ia panik dan hendak menjauhi Kusuma.
"Ada apa?" tanya Kusuma panik.
"Ka-kamu Kusuma?" balas Agvia dengan nada patah-patah, seperti nyala lilin yang hampir padam di tengah badai.
"Iya, ini aku. Kamu kenapa?" Kusuma mulai curiga dengan gelagat Agvia yang terlihat ketakutan.
"Ta-tadi.."
Angin kembali berhembus kencang, pintu dari ruangan bangsal yang kosong membuka dan menutup sendiri. Bayangan hitam mulai melintas di sekitar mereka, sosok putih mulai terlihat dari ujung koridor. Sebuah kepala menggelinding dan berhenti tepat di depan Agvia.
"Ha-hantu!" teriak Agvia ketakutan. Kusuma pun menggandeng tangannya untuk menjauh dari para arwah usil di koridor.
"Sudah jangan takut! Ada aku disini!" Kusuma mencoba menenangkan Agvia yang masih ketakutan. Hingga tiba-tiba suara tawa Kusuma menggelegar tatkala melihat sahabatnya kencing di celana.