NovelToon NovelToon
Malam Yang Merenggut

Malam Yang Merenggut

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: megawati

Terdengar Musik yang terus di putar dengan kencang di sebuah bar hotel, disertai dengan banyaknya wanita cantik yang menikmati serta berjoget dengan riang. Malam yang penuh dengan kegembiraan, yang tak lain adalah sebuah pesta bujang seorang gadis yang akan segera menikah dengan pujaan hatinya. Ia bernama Dara Adrianna Fauza, gadis cantik dan manis, anak sulung seorang pengusaha sukses.

"Dar, gue ngak nyangka banget Lo bakalan nikah. Selamat ya bestie?" Ucap salah seorang gadis yang merupakan teman SMA dara.

"Iya. Makasih yah bestie. Gue doain semoga Lo cepet nyusul yah? Biar gantian, gue yang di undang." Ucap Dara sambil tersenyum.

Dara yang merasa haus pun segera mengambil sebuah jus untuk di minum, ia pun meminumnya.

Pesta terus berjalan dengan lancar, semua teman dara menikmati pesta dengan bahagia. Seketika dara yang sedang bersama dengan teman-temannya pun menjadi pusing. Mata menjadi sangat berat, pandangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab

"Saya selalu memberikan semua yang putri saya inginkan. Anda pasti tahu akibatnya jika berani menolak pernikahan ini. Pikirkan dengan bijak sebelum mengambil keputusan," ucap Rizal santai.

Crista Pranaja, istri Rizal tiba-tiba berdiri dan memandang ke arah jendela.

"Sayang sekali jika tempat seindah dan sebesar ini akan hilang dalam sekejap," ucap Crista.

Mendengar ucapan halus, namun penuh ancaman dari keluarga Pranaja, Dara akhirnya memutuskan sesuatu.

"Ta, gue ngak bisa nikah sama kak Rangga. Kalau di pikir-pikir lagi, sepertinya gue ngak bisa mencintai kakak lo. Rasanya aneh jika harus menikah dengan pria yang sudah gue anggap seperti kakak gue sendiri." Ucap Dara setelah kepergian keluarga Pranaja. Ia mengatakan hal itu di depan anggota keluarga Rawal yang lain.

Keputusan Dara membatalkan pernikahan dengan Rangga, tentunya ditentang oleh kakak beradik itu. Apalagi, Rangga tampak begitu kecewa dengan Dara.

"Aku ngak mau menikah dengan wanita itu. Pasti ada sesuatu yang mereka inginkan. Aku hanya beberapa kali ketemu dengan wanita itu, bagaimana mungkin dia bisa jatuh cinta sama aku? Datang-datang dan langsung mau menikah sama aku? Di saat aku akan menikah sama Dara?" Tegas Rangga.

"Kak, tenangin diri Kakak dulu," bisik Dara.

Tidak, Rangga tidak bisa tenang dan menerima semuanya. Dia pun pergi dari ruang keluarga dengan kemarahan yang begitu kentara.

Sementara itu, Burhan dan Ribka tak bisa mengatakan apapun kepada Dara, kecuali meminta maaf padanya.

"Dara, meskipun kamu tidak jadi menikah dengan Rangga, kamu sudah kami anggap sebagai keluarga kami sendiri. Sekali lagi, Om minta maaf yah, Dara?" sesal Burhan.

"Om ngak perlu minta maaf sama aku. Justru aku berterima kasih karena kalian semua sangat memperhatikan aku dan sayang sama aku," jawab Dara dengan senyuman.

Dan senyuman Dara itu segera pudar keesokan paginya.

Dara yang baru saja sampai di tempat kerja, langsung di panggil Brama ke ruangannya.

Brama Pranaja dan Jeniffer Pranaja. Dua anggota keluarga Pranaja itu telah berhasil menggagalkan rencana pernikahan Dara untuk kedua kalinya. Dara menjadi muak mendengar nama Pranaja ada di mana-mana.

"Ada perlu apa anda memanggil saya?" Tanya Dara datar.

Brama mengamati Dara yang tak bersikap seperti biasanya. Dara terlihat tenang, tindak tersenyum ataupun marah karena Brama berhasil menggagalkan rencana pernikahannya. Apa kira-kira yang sedang Dara pikirkan? Brama penasaran karena tak dapat membaca ekspresi Dara.

"Baca!" Perintah Brama seraya memutar tablet yang menunjukkan beberapa komentar dari situs perusahaannya.

Setelah membaca beberapa komentar anonim di profil perusahaan itu, Dara segera tahu jika komentar tersebut di tunjukkan padanya. Walaupun isi komentar itu tidaklah benar.

📩"Seleksi masuk di perusahaan ini sangat ketat. Kenapa mereka malah menerima wanita murahan yang sering berganti pria sampai dikabarkan hamil diluar nikah di antara para pelamar normal yang lain? Apakah Tuan Brama sengaja menerima wanita itu untuk menyenangkan dirinya sendiri? Bukankah ini tidak adil bagi pelamar lain? Haruskah kami juga memberikan tubuh kami agar di terima di perusahaan ini?"

"Kamu bilang akan izin hari ini untuk mendaftarkan pernikahan kamu, bukan? Kenapa kamu masih disini? Pulang dan segera urus pernikahan kamu. Bawa salinan dokumen itu besok pagi. Semua ini bukan hanya tentang kamu lagi, Nona Dara. Nama baik saya juga bisa ikut tercemar karena kamu." Ucap Brama.

Brama mengetuk-ngetuk meja dengan pena, menanti respon dara yang terdiam cukup lama. Mata Dara masih tertuju pada layar tablet di atas meja.

"Bagaimana jika saya tidak bisa memberi anda Salinan dokumen itu?" Tanya Dara seraya melemparkan tatapan pada Brama.

Dalam sekejap, Brama terpukau oleh sepasang mata indah yang seolah menyihirnya. Brama tak bisa mengalihkan pandangan dari mata Dara yang seakan menguncinya.

"Kamu sudah tahu jawabannya. Serahkan dokumen itu secepatnya atau tulis surat pengunduran diri." Tegas Brama.

Dara merogoh sesuatu dari saku blazernya. Dia kemudian menyerahkan sebuah amplop putih yang terlipat dua di atas meja.

"Maaf, Tuan. Saya tidak bisa menyerahkan salinan dokumen pernikahan tersebut. Jadi, saya akan mengundurkan diri dari perusahaan Pranaja mulai hari ini." Ucap Dara.

"Kamu masih ingat biaya penalti yang harus kamu bayar saat mengundurkan diri, bukan?" Ucap Brama bicara setenang mungkin supaya tidak membuat Dara terlalu tertekan. Meskipun dadanya terasa panas karena kebodohan wanita di hadapannya yang bersikeras tak mau mengungkap kebenarannya.

Dara mengeluarkan kertas lain dan menyerahkannya kepada Brama.

"Saya sudah membaca baik-baik surat kontrak kerja ini, Tuan. Jika belum satu bulan bekerja disini, maka saya bisa mengundurkan diri tanpa membayar biaya penalti. Saya hanya tidak akan mendapatkan gaji saya dan saya bersedia menerima itu." Ucap Dara tegas.

Sebelumnya, pikiran Dara terlalu kacau untuk membaca ulang surat kontrak tersebut. Dia hanya mendengarkan ucapan Brama tentang biaya penalti tersebut sehingga membuatnya percaya begitu saja.

Kenapa Brama harus membohongi dirinya mengenai biaya penalti itu? Apa tujuannya sebenarnya?

Dara sempat penasaran, tetapi dia sudah tak peduli lagi dan segera menepis tanda tanya dalam benaknya.

"Jadi, kamu tidak jadi menikah dan rela kehilangan pekerjaan kamu begitu saja? Kamu tidak peduli dengan anak yang sedang kamu kandung itu?" Tanya Brama datar.

"Maaf, Tuan. Tapi ini masalah saya. Anda tidak perlu khawatir," jawab Dara halus.

Brama membaca surat pengunduran diri Dara yang di tulis tangan dengan rapi. Benaknya berperang hebat memikirkan rencana selanjutnya.

Brama sama sekali tak menyangka jika Dara tak mau mengungkap kehamilan itu padanya hingga akhir. Sebenarnya, apa yang diinginkan gadis itu? Apakah Dara berpikir bahwa Brama tidak mampu menjadi seorang ayah?

Dalam hati, Brama ingin sekali bertanya langsung pada Dara. Tetapi, rasa angkuh untuk menjaga harga diri lebih dominan menguasai dirinya.

Dara melihat jam di pergelangan tangannya. Dia kemudian berkata.

"Jika tidak ada lagi yang ingin anda sampaikan, saya permisi undur diri, Tuan. Terima kasih karena sudah memberi saya kesempatan untuk bekerja di sini." Ucap Dara.

Selesai sudah, beban Dara telah menghilang satu. Dara tak perlu pusing memikirkan tekanan batin setiap kali bertemu Brama.

Hanya ada satu yang masih mengganjal dalam pikiran Dara saat hendak meninggalkan tempat itu. Dara terus menatap kalung yang masih melingkar di leher Brama. Ingin sekali rasanya merampas kalung itu sekarang juga. Tetapi, masalah akan menjadi semakin runyam jika dia melakukan itu.

"Maafin aku, Ma. Aku ngak bisa menjaga barang peninggalan mama sampai akhir. Suatu saat nanti, aku akan kembali untuk membeli kalung itu dari Tuan Brama," batin Dara.

Dara pun beranjak dari kursi dan meninggalkan ruangan Brama dengan langkah mantap. Tanpa menunggu Brama mengatakan sesuatu padanya.

Brama bergumam setelah kepergian Dara.

"Kamu tidak menginginkan kalungmu lagi? Kalau begitu, aku yang aka memberikannya padamu nanti. Tunggu saja, Dara Fauza. Aku selalu mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku." Batin Brama.

***

Di depan gedung perusahaan Pranaja, Aleta telah menanti dirinya. Dara menghubungi Aleta dan telah menceritakan tentang pengunduran dirinya dari perusahaan itu serta meminta maaf karena Aleta sudah berusaha payah mencarinya pekerjaan, tapi ia malah mengundurkan diri.

Dara juga sudah meminta maaf kepada Rangga karena sudah mengecewakannya dan mematahkan hatinya.

Namun, Rangga belum membalas pesannya. Pria itu bahkan tak terlihat di rumah sejak marah-marah tadi malam.

"Apa yang akan Lo lakuin sekarang, Ra?" Tanya Aleta seraya melingkarkan tangan di lengan Dara.

"Gue akan cari pekerjaan biasa aja. Ngak mungkin gue bisa bekerja di perusahaan besar dalam keadaan hamil tanpa suami." Ucap Dara menghela nafas panjang.

"Oh iya. Apa kebun Om Burhan butuh karyawan?" Tanya Dara.

"Kalau pun butuh karyawan, Papa ngak mungkin izinin Lo kerja di sana. Bekerja di kebun ngak semudah kelihatannya, Ra. Apalagi Lo kan lagi hamil, ngak baik kalau Lo kerjanya berat-berat." Ucap Aleta.

Dara dan Aleta berjalan ke kafe yang terletak tak jauh dari gedung perusahaan itu sambil mengobrol ringan. Setelah memesan makanan, Aleta langsung menagih janjinya.

"Ra, Lo bilang, Lo bakalan ngasih tau gue siapa pria itu. Gue kan udah janji ngak bakalan ngasih tau siapa pun, termasuk keluarga gue. Jadi, cepet kasih tau gue," bisik Aleta agar tak terdengar oleh siapa pun.

Dara terdiam cukup lama. Untuk menyebut nama Brama Pranaja saja lidahnya kelu, bibirnya pun menjadi kaku.

"Ra? Ayo?" Desak Aleta tak sabar. Jika sudah tahu siapa pria itu, Aleta berencana menyuruh orang untuk menghajarnya tanpa sepengetahuan Dara.

Setelah lama terdiam, Dara akhirnya menyebut nama itu.

"Brama Pranaja." Ucap Dara.

Aleta dibuat kebingungan oleh ucapan Dara.

"Kenapa Lo malah bicarain atasan Lo? Lo nyesel karena keluar dari perusahaan dia? Lo ngak perlu mikirin soal pekerjaan, gue akan bantuin Lo untuk cari pekerjaan yang lain nanti. Jadi sekarang yang terpenting, Lo ngasih tau sama gue sekarang. Siapa pria itu?" Tanya Aleta.

"Gua baru aja bilang, Ta. Dia orangnya" ucap Dara.

Aleta membelikannya mata dengan mulut terbuka lebar setelah mencerna setiap kata yang diucapkan Dara. Brama Pranaja yang telah menghamili Dara?

"Serius"? Tanya Aleta memastikan sekali lagi. Siapa tahu, Dara sedang bingung karena baru saja kehilangan pekerjaan.

"Serius. Gue ngak bohong. Malahan kalung nyokap gue masih ada sama dia, Ta." Ucap Dara lirih dengan mata berkaca-kaca.

"Kalung yang hilang itu? Kurang ajar!" Pekik Aleta seraya menggebrak meja dengan keras sambil berdiri.

Dara menarik tangan Aleta agar duduk dan kembali tenang. Aleta dapat merasakan tangan Dara yang begitu dingin dan wajahnya ketakutan.

"Maaf, Ra. Gue kelepasan. Kurang ajar sekali orang itu, dia udah buat Lo kesulitan kayak gini. Di tambah lagi, mencuri kalung Lo. Dia juga nekan Lo untuk undurin diri dari perusahaan. Lo seharusnya nuntut dia, Ra! Gimana kalau kita kembali dan labrak dia? Gue yang akan ngomong sama dia kalau Lo ngak berani," geram Aleta.

"Jangan, Ta. Meskipun gue ngak pernah menginginkan bayi ini, gue ngak mau kalau sampai orang itu nyuruh gue untuk menggugurkan bayi ini. Orang seperti dia ngak mungkin Sudi kalau sampai nama baik dia ternoda karena wanita seperti gue." Ucap Dara.

Bisikan para wanita itu terdengar jelas di telingan Brama. Siapa bilang Brama akan melepaskan Dara begitu saja meskipun wanita itu telah memberikan surat pengunduran dirinya?

Orang suruhan Brama yang duduk di belakang meja Dara dan Aleta dengan membawa alat penyadap itu segera pergi dari sana. Tugasnya telah selesai begitu Brama mengetahui alasan Dara tak mau menuntut pertanggungjawaban darinya.

"Apa saya terlihat sebejat itu sampai dia mengira bahwa saya akan tega membunuh darah daging saya sendiri? Jawab!" Bentaknya, membuat Gilang kaget bukan main.

"Tidak, Tuan," jawab Gilang.

Brama berdiri dan berjalan memandang ke arah luar dinding kaca. Kafe tempat Dara dan Aleta berada sekarang, terlihat dari tempat Brama berdiri.

Ketika Brama berbalik membelakangi arah kafe tersebut. Beberapa pria terlihat masuk secara paksa ke tempat itu.

Dara dan Aleta saling menatap penuh tanya. Para pria berbaju hitam itu menyerahkan sesuatu pada pemilik kafe, kemudian para pelayan segera menuju ke meja para pelanggan dan mengusir mereka dengan sopan.

"Ada apa ini, Ra?" Tanya Aleta menggandeng erat tangan Dara ketika mereka dipaksa keluar dari tempat itu.

"Gue juga ngak tau. Mending kita pergi aja. Lo markir mobilnya dimana, Ta?" Tanya Dara.

(Siapa kah orang-orang itu? Apakah Yang akan terjadi kepada Dara dan Aleta? Tunggu next partnya ya..)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!