"Perkenalkan, dia yang akan menjadi suamimu dalam misi kali ini."
"Sebentar, aku tidak setuju!"
"Dan aku, tidak menerima penolakan!"
"Bersiaplah, Miss Catty. Aku tidak menoleransi kesalahan sekecil apapun."
Catherine Abellia, bergabung dengan organisasi Intel, Black Omega Agency, untuk mencari tau tentang kasus kematian ayahnya yang janggal. Berusaha mati-matian menjadi lulusan terbaik di angkatannya agar bisa bergabung dengan pasukan inti. Mencari selangkah demi selangkah. Ia mencintai pekerjaannya dan anggota timnya yang sangat gila.
Namun, ketika dia sudah lebih dekat dengan kebenaran tentang kasus Ayahnya, Catty harus bekerjasama dengan anggota Dewan Tinggi! Oh, really? Dia harus bekerjasama dengan orang yang gila kesempurnaan yang bahkan sudah lama tidak terjun lapangan? Wait, mereka bahkan harus terlibat dalam pernikahan? Ia harus menikahi pria yang memiliki kekasih? Tuhan, ini sangat buruk!
Oke, fine! Atasannya sudah gila!
Ayo, ramaikan lapak ini dengan Vote dan komen.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon seraphic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Urusan penting
"Kau akan ke kampus hari ini?"
"He'em!" Catty menjawab pertanyaan pria itu sambil mengisi keperluan kuliahnya ke dalam tas. "Kenapa?"
"Nanti siang akan diadakan rapat, aku tidak bisa menjemput," jawab Sean. "Pulanglah bersama dengan temanmu."
"Benarkah?"
Gadis dengan rambut berwarna hitam itu segera mengecek ponselnya dan membuka aplikasi khusus intelnya. Dengan mata berbinar ia bertanya, "Apa akan ada misi baru?"
"Mungkin saja."
"Yes!" sorakan Catty membuat sudut bibir Sean terangkat tanpa ia sadari. Sebenarnya, apa yang begitu menyenangkan dari melaksanakan misi?
Sedangkan, Catty, ia sudah bersiap-siap dengan bayangannya sendiri tentang misi yang bahkan belum tentu ia diikutsertakan. Tapi, daripada misi, ada hal yang lebih membuatnya bersemangat kali ini untuk kedatangannya ke markas.
Suasana kampus hari ini masih seperti sebelum ia meliburkan diri beberapa hari yang lalu. Ramai, mahasiswa yang berlalu lalang menuju tujuan masing-masing.
Hanya saja, hari ini mereka menyempatkan diri untuk berdiri dan menatapnya, lalu berbisik dengan orang yang bersebelahan dengan mereka.
Tanpa melihat dan mendengar pun, Catty tau orang-orang ini pasti tengah membicarakannya.
"Catherine!"
Seseorang menubruknya dari belakang sebelum Catty sempat menoleh untuk melihat siapa yang baru saja memanggilnya.
"Ive, mengejutkan ku saja!"
Ive hanya memamerkan cengiran saja. Gadis itu datang bersama dengan kekasihnya, Brian. Catty menyapa singkat pada pria itu sebelum Brian meninggalkan Ive dengannya.
"Bagaimana dengan lukamu? Apa sudah sembuh total?"
"Ck, hanya luka kecil saja."
Ive menggeplak ringan lengan temannya. Apanya yang luka kecil? Itu tergores lumayan dalam kemarin!
Kedua gadis itu berjalan bergandengan menuju fakultas mereka. Melihat orang-orang di sekeliling mencuri pandang ke arah mereka terus menerus, Ive berdecak.
"Kau sudah viral sekarang ini."
Catty menoleh, tak mengerti dengan ucapan temannya.
Ive menyorot para mahasiswa dengan dagunya. "Aksimu kemarin sudah menjadi topik trending, semua orang membicarakan mu. Mahasiswa pertukaran pelajar yang memberantas kejahatan!"
Mata Catty melebar mendengar penuturan Ive. "Hahaha, sial, memberantas kejahatan apanya!" jawab gadis itu dengan tawanya yang terdengar nyaring.
Plak!
Sekali lagi Ive menggeplak temannya dengan kesal. "Tentu saja, kau menyelamatkan teman yang dibully dan dipaksa untuk memakai obat-obatan terlarang! Itu adalah aksi heroik!"
"Astaga, baiklah baiklah!" Catty meredam tawanya, lagipula ia tak bisa mengatakan ia memang datang untuk mengulik kasus ini bukan? Anggap saja, sekalian menyelamatkan pria yang ditindas kemarin itu.
"Oh ya, bagaimana dengan pria yang jadi bulan-bulanan Deon?" tanya Catty penasaran.
Ive mengangkat bahunya acuh. "Dia tak pernah terlihat lagi semenjak kejadian hari itu. Seseorang menjemputnya di rumah sakit Joana, lalu ia tak lagi datang ke kampus."
Catty hanya ber'oh' ria mendengar hal itu.
Teman-temannya yang lain menyambutnya dengan antusias ketika melihat sosoknya yang memasuki ruang kelas. Catty, bahkan kelimpungan menjawab berbagai macam pertanyaan dari mereka. Mereka bahkan mengolok-oloknya juga dengan memanggilnya pahlawan. Sangat menggelikan.
Pada akhirnya, situasi yang ramai itu mereda ketika dosen memasuki ruangan dan pembelajaran segera dimulai.
"Kau mendapat pesannya?" tanya Janessa berbisik dengan suara yang hampir tidak terdengar sama sekali, kecuali professional yang mendapat pelatihan khusus seperti mereka berdua.
"Hu'um." Catherine bergumam dengan anggukan pelan. "Ayo pergi bersama."
...'*'*'*'*'*'...
...'*'*'*'*'*'*'...
"Catty! Jennie!"
Catty dan Janessa menoleh saat mendengar nama misi mereka dipanggil oleh seseorang.
"Wah, James! Aku sangat merindukanmu, sialan!" seru Janessa dengan antusias sambil memeluk pria yang memanggil keduanya.
James tertawa. "Aku juga merindukan turun lapangan bersama kalian!"
Catty mendecih dan tertawa kesal. Terakhir kali, dia hampir mati dalam misi, dikarenakan James yang tak mencari tau lebih baik lagi posisi misi mereka. Untung saja, misi penyelamatan sandera itu berakhir dengan baik.
Meskipun begitu, ia tetap memeluk pria yang menatapnya dengan alis yang di naik turunkan.
"Selamat untuk langkah pertama misi kalian. Setelah sebulan, akhirnya kalian menemukan terobosan!" ucap James dengan tulus.
"Hanya hal kecil saja." Janessa dengan sombongnya mengibaskan rambut.
Catty menggulirkan bola matanya, sedangkan James tertawa sambil menganggukkan kepalanya berulang kali.
"Apa kalian datang untuk rapat?"
Dua gadis itu mengangguk dengan semangat.
"Bukankah terlalu awal? Masih ada tiga puluh menit lagi sebelum rapat dimulai." James sangat mengerti dengan dua manusia ini, mereka bukanlah makhluk yang begitu tepat waktu.
"Ck, kami harus mengurus urusan lainnya terlebih dulu."
"Benar. Kita pergi sekarang?" tanya Janessa melirik pada Catty yang menyeringai senang.
James tak sempat bertanya lebih lanjut karena Catty dan Janessa langsung pergi meninggalkannya yang memasang raut kebingungan dengan begitu bersemangat.
BRAK!
Catty menendang pintu sel penjara khusus setelah Janessa membuka kuncinya. Suara dentuman yang dihasilkan tentu saja membuat penghuni di dalamnya terkejut setengah mati.
Catty mendengus saat melihat bagaimana rupa pria yang tengah meringkuk di sudut ruangan. Astaga, apakah ini Deon yang mereka kenal?
"Mana barangnya?" tanya pria itu dengan suara dalam. Kepalanya tersembunyi diantara lengan yang terlipat diatas lututnya.
Mendengar tak ada jawaban dan pergerakan apapun. Ia mendongak dan berteriak, "MANA BARANGNYA? KEMBALIKAN OBAT-OBATAN KU!"
Namun, yang dilihatnya bukanlah sipir penjaga, melainkan dua orang yang memakai topi dan penutup wajah.
"Siapa kalian? Mana obatku?" tanyanya dengan marah.
Mata yang cekung dan merah. Tubuh yang entah memang tremor atau menggigil. Yang pasti, Deon yang angkuh masih ada. Pria itu tengah mengalami gejala pemutusan obat, namun, sipir yang menjaga sel mengatakan tahanan memaksa untuk mendapatkan kembali barang terlarangnya.
Janessa mendecih. "Obat?"
"Ini, ku kembalikan barangmu, sialan!" teriaknya kesal.
Bugh! Bugh! Bugh!
Deon tentu saja tak siap dengan serangan yang datang bertubi-tubi itu. Tidak, bahkan, jika dia siap pun dia juga tetap takkan sanggup melawan kekuatan penuh Janessa yang dalam kondisi prima dan penuh dendam.
Janessa mengakhiri serangan kemarahannya dengan tendangan di perut pria itu.
Uhuk! Uhuk! Uhuk!
Dibalik maskernya, Janessa tersenyum senang saat melihat pria itu terbatuk dan meringkuk memeluk perutnya.
Catty melihatnya dengan mata yang menyipit. "Owh, Nona Jennie, bukankah kau sangat kejam?" tanya Catty. Ia merasa kasihan sekarang pada pria itu.
"S-s-siapa kalian?!" tanya Deon dengan tubuh yang bergetar.
"Penjaga! Sipir!"
"Ck, tak perlu berteriak! Mereka sedang istirahat sekarang," ujar Catty tenang. Kukunya menggaruk pelipis saat ia melihat wajah pria itu.
Janessa memukul Deon dengan brutal, ia bahkan tak tau dimana dia harus melayangkan pukulannya sekarang.
"Hei, sialan. Ku dengar, kau tak ingin bekerjasama dengan penyelidikan?" tanya Catty.
Deon tertawa keras dengan sinis. "Ah, ternyata mereka mengirim kalian untuk menginterogasi ku? Tak bisa bertanya jadi mereka menggunakan kekerasan?"
Catty mengernyitkan dahi saat mendengar tawa menyebalkan pria itu. Awalnya, ia masih ingin bersabar, namun, kakinya tak bisa sinkron. Ia memutar tubuhnya dan ....
Bruk!
Kakinya menendang pria itu dengan tepat!
...'*'*'*'*'*'*'...
...'*'*'*'*'*'*'...
Beuhh.....
Siapa disini yang kesabarannya kaya tisu basah?! Ngakuuu!
Jangan lupa buat vote+komen dulu.
Love,
Sera<3
penataan bahasanya loh keren