Anelis Siera Atmaja, wanita cantik berumur 23 tahun yang setiap harinya harus membanting tulang demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan sepasang anak kembarnya, Arsha Abelano Aillard dan Arshi Ariella Agatha.
Anelis selalu menikmati setiap momen berharga dengan kedua buah hatinya. Baginya, Arsha dan Arshi adalah kebahagian terbesar dalam hidupnya, anugrah yang dikirimkan Tuhan di tengah rasa putus asanya.
Namun di hari itu, penederitaan seolah kembali menyergapnya, saat kenyataan pahit yang tak pernah ia bayangkan, kini menghampirinya dengan tiba-tiba.
"Putra anda menderita penyakit Juvenile Myelomonocytic atau kanker darah. Kita memerlukan tindakan transplantasi sumsum tulang belakang segera"
Seketika itu air matanya langsung luruh, apakah Tuhan sekejam ini hingga tega memberikannya cobaan seberat ini.
Haruskah ia mencari keberadaan ayah mereka, laki-laki yang tanpa hati telah menghancurkan kehidupan sederhananya, demi keselamatan buah hatinya.
Salam sayang dari Reinata Ramadani
Ig : Chi Chi Rein
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinata Ramadani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Urusan Kita Belum Selesai
°°°~Happy Reading~°°°
Di ruangan yang begitu mewah nan megah itu, kini ia hanya berteman oleh rasa sepi, ia gundah gulana, frustasi apa lagi, ia tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan, semua telah ia kerahkan, mata-mata profesional pun telah ia turunkan, namun tetap saja hasilnya nihil, semua terasa begitu rumit tanpa menemukan titik terang.
Di tenggak nya wine itu lagi sampai tandas, hanya minuman itu yang kini menjadi teman setianya di tengah kepenatan nya dalam sebuah penantian.
Benar kata orang, bahwa dengan minuman itu kita bisa melupakan pelik nya kehidupan, meski hanya sementara. Namun cukup membuatnya merasa lebih nyaman di banding sebelumnya.
Sebuah ketukan menggema dari balik ruangannya, di lihatnya pintu yang mulai melebar dan tampaklah Willy tengah mendekat ke arahnya.
Ia menghela nafas dalam-dalam, pastilah asisten tak becus itu akan kembali mengecewakannya dengan janji-janji manis yang tak kunjung ada hasilnya.
" Pergilah jika hanya kabar buruk yang ku dapatkan Will... " Pangkas nya, belum juga Willy mengatakan satu patah katapun, namun ia sudah di usir saja dari ruangan itu.
" Saya memiliki dua kabar tuan, kabar baik dan kabar buruk... " Seloroh Willy.
" Ck... Tetap saja kabar buruk yang ingin kau sampaikan padaku bukan... " Senyum sinis tersungging dari bibir nya yang memang jarang tersenyum itu.
" Apa kabar buruknya kau tak berhasil menemukan nya lagi? " Ingin rasanya ia mengumpat pada asistennya yang tak bisa berbuat apa-apa itu.
" Bukan tuan. Kabar buruknya adalah selama ini ada pihak yang berusaha menyembunyikan nona Anelis dengan menyabotase semua bukti-bukti keberadaan nona Anelis, tuan... "
Marvell mengerutkan keningnya, bola matanya menajam, wajahnya berubah beku, kedua tangannya mengepal erat ingin melampiaskan semua amarah yang jauh terpendam dalam lubuk hatinya.
" Siapa yang berani-berani bermain dengan ku, hahhh... " Sahut Marvell dengan sorot mata tajam, menghunus, siap menerkam.
" Tuan Edgardo, tuan... "
" Apa!!! Papa? " Sontak nya kaget, apa yang di lakukan papa nya itu dengan wanita itu.
" Benar tuan, mata-mata kita menemukan bahwa tangan kanan tuan Edgardo terbukti menyabotase semua rekaman CC TV dan menghilangkan jejak nona Anelis secara keseluruhan, sehingga beberapa hari yang lalu tim kita kesulitan menemukan keberadaan nona Anelis... "
Marvell tak henti-hentinya berdecak, kesal bukan main, papa nya itu selalu ikut campur dengan urusannya.
" Lalu kabar baik nya... " Sambil mengurut pelipisnya yang terasa berdenyut. Hufffft... Benar-benar memusingkan.
" Kami telah menemukan keberadaan nona Anelis tuan "
Sepersekian detik ruangan itu sunyi, Marvell belum bisa menangkap semua perkataan Willy, hingga akhirnya Marvell mulai tersadar, ia tersentak bukan main mendengar kabar yang baru saja di terima nya itu.
" Apa kau bilang barusan!!! " Sentak nya.
" Kami telah menemukan keberadaan nona Anelis tuan... "
" Sttt... Kenapa kau tak bilang dari tadi, hahhh... kau membuang-buang waktuku saja Will... " Rutuk nya sembari bangkit dari duduknya, kenapa ia memiliki asisten yang sangat tidak peka seperti Willy itu, ahhh... Sial.
Alhasil Marvell memutuskan untuk menemui Anelis saat itu juga, tanpa menunda sedetikpun, ia ingin cepat menemui mereka, ia tak perduli dengan berkas-berkas yang telah menggunung di ruangannya, masa bodoh dengan berkas-berkas itu, yang terpenting ia menemukan keberadaan wanita itu dan tentunya kedua buah hatinya.
Perjalanan 2 jam itu terasa sangat lama, berkali-kali Marvell mengeluh untuk menambah kecepatan, namun secepat apapun mobil itu melaju, tetap saja CEO arogan itu tetap tidak pernah merasa puas.
Hingga akhirnya mereka tiba di sebuah rumah sederhana, bahkan di katakan kumuh oleh bola mata Marvell yang memang sedari kecil di limpahi dengan segala sesuatu yang berbau kemewahan.
" Benar ini rumahnya? " Marvell kembali mengkonfirmasi saat kaki jenjangnya mulai menapaki halaman rumah itu untuk yang pertama kalinya.
" Benar tuan "
Marvell mulai melangkahkan kakinya, entah kenapa ada gejolak dalam hatinya, ini pertama kali dia akan menemui seorang wanita yang sekaligus menjabat sebagai ibu dari kedua buah hatinya
Di ketuknya pintu kayu itu, sama sekali ia tak mengeluarkan suaranya, ia tak ingin wanita itu sampai menolak kedatangan nya sebelum benar-benar menerima kehadiran nya.
Tak ada sahutan, suasana begitu lengang, di ketuknya lagi dengan tidak sabar, hatinya setengah jengkel karena baru sekarang ia merasa di acuhkan.
Baru ketukan yang ketiga pintu kayu itu mulai terbuka, ternyata ia salah, bukan wanita itu yang membukakan pintu untuknya. Melainkan putranya sendiri, Arsha Abellano Aillard.
Seketika suasana menjadi hening, Marvell menelisik tubuh putranya, menatap wajah dinginnya, terlihat begitu kelam bahkan lebih kelam dari wajahnya.
Ada rasa sesal kenapa dulu ia acuh dengan putranya, kenapa ia tak memandang wajah putranya untuk sekedar memastikan nya, karena benar ucapan mama Clara jika wajah putranya itu menuruni garis wajah nya, dingin tanpa ekspresi.
Menatap wajah dingin itu, entah mengapa membuat hatinya tersentuh, rasa bersalah kian tumbuh dalam hatinya, tangan yang sedari tadi terkepal kini mulai mengendur, di ayunkannya tangan kanan nya, ia ingin mengusap wajah dingin itu, menyalurkan rasa rindu yang entah kapan tiba-tiba saja menelisik dalam relung hatinya.
" Berhenti... "
Teriakan itu berhasil menggagalkan aksinya, ia menarik kembali tangannya, menoleh pada sang pembuat onar, siapa yang berani-berani mengganggunya tanpa permisi.
Dilihatnya wanita itu, wanita yang dulu pernah ia hina, wanita yang dulu pernah ia rendahkan, wanita yang dulu pernah ia caci maki, wanita yang merupakan ibu dari kedua buah hatinya, dan wanita yang telah ia renggut kesuciannya. Tak terasa begitu banyak dosa yang telah ia buat untuknya.
Wanita itu tampak berlari kencang bak merebutnya garis finis, wajahnya sudah basah oleh air mata, hingga tiba di hadapannya, wanita itu menghalanginya dari wajah tampan putranya, ia melindungi tubuh putra mungil nya itu di balik tubuhnya yang tinggi semampai.
" Apa yang anda lakukan di sini tuan? Sepertinya anda salah jalan, anda sudah tersesat terlalu jauh jika ingin ke kota... " Sahut Anelis dengan nafas memburu, perasaannya campur aduk, rasa takut, resah, gelisah, semua bercampur menjadi satu.
" Ada hal yang harus kita bicarakan " Nada suara Marvell masih sama, dingin tanpa ingin di bantah.
" Sepertinya urusan kita sudah selesai, jadi anda silahkan pergi dari rumah sederhana saya tuan... " Tegasnya, Anelis tak kalah menatap tajam wajah Marvell, bola matanya menyiratkan segala nya, bahwa ia begitu benci dengan laki-laki di depannya.
" Urusan kita belum selesai!!! " Hardik nya, membuat Anelis seketika tersenyum getir, ia muak dengan obrolan singkat itu.
" Saya telah melunasi semua hutang saya pada anda. Lalu apanya yang belum selesai tuan, ataukah... Ada bunga yang harus saya bayar? Maka katakanlah, akan saya selesaikan sekarang... " Sahutnya bernada angkuh dan sombong.
" Cih... Uang? Aku tak butuh itu, aku ingin membicarakan soal anak-anak ku... "
Mendengar itu, sontak membuat hati Anelis terlonjak kaget, di eratkan nya genggaman tangannya pada tubuh Arsha yang masih ia sembunyikan di balik tubuhnya.
" Sepertinya anda salah alamat, rumah saya hanya rumah sederhana, tidak mungkin anak-anak anda bersedia bermain di sini... "
Setenang mungkin Anelis berusaha menyanggahnya, ia tak boleh terlihat lemah di hadapan laki-laki itu, walau sebetulnya, berdiri saja ia sudah mulai limbung, ia tak kuasa menahan semua beban ini sendiri, namun penderitaan ini akan tetap berlangsung, jadi mau tak mau, suka atau tak suka, ia harus bertahan.
" Cukup... Jangan bermain teka-teki lagi denganku, cukup kita bicarakan soal anak-anak kita... " Marvell mulai muak jika harus selalu menekan kesabarannya.
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Othor khilaf kok udah update aja
Biasanya kan dua hari sekali ✌️
Happy Reading
Saranghaja 💕💕💕