Ditindas dan dibully, itu tak berlaku untuk Cinderella satu ini. Namanya Lisa. Tinggal bersama ibu dan saudara tirinya, tak membuat Lisa menjadi lemah dan penakut. Berbanding terbalik dengan kisah hidup Cinderella di masa lalu, dia menjelma menjadi gadis bar-bar dan tak pernah takut melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh keluarga tirinya.
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anim_Goh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah Alamat
"Bu, Richard menghubungiku. Dia marah." Wajah Hanum sendu setelah menyampaikan kabar tersebut. "Katanya aku ceroboh sembarang memasukkan orang ke rumah Tuan Lionel."
Arina tak langsung merespon. Dia diam menunggu Hanum menyelesaikan ucapannya.
"Gadis bengal itu sangat tidak tahu diri dan suka bersikap lancang. Kalau sampai Tuan Lionel dan Nyonya Kinara marah, maka kita akan terdampak masalah besar. Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?"
"Kita tidak perlu melakukan apa-apa. Tunggu dan lihat dulu seperti apa ke depannya nanti. Kalau Lisa masih tetap berperilaku seperti itu, barulah kita mengambil tindakan," ucap Arina santai. Tersusun beberapa rencana untuk membuat gadis itu menjadi jera.
"Tindakan seperti apa yang ingin Ibu lakukan?"
"Ibu belum bisa menjawab sekarang. Yang jelas anak tidak tahu diri itu akan menyesal karena sudah berani tidak patuh pada kita."
Smirk tipis muncul menghiasi bibir Hanum setelah mendengar perkataan sang ibu. Di hatinya sama sekali tak ada rasa iba membayangkan Lisa yang akan menerima hukuman. Justru Hanum merasa senang karena bisa menyaksikan adik tirinya menderita.
"Oya, Num. Bukankah sekarang sudah waktunya gadis bengal itu pulang?" tanya Arina seraya bersilang kaki. Bibirnya tampak menyunggingkan senyum tipis. Ada sesuatu yang ingin dia lakukan.
"Em masih kurang setengah jam lagi, Bu." Hanum menatap sang ibu penasaran. "Kenapa memangnya, Bu? Tumben Ibu peduli dengan jam pulang Lisa."
"Bukan peduli, hanya ingin melakukan sesuatu saja."
"Sesuatu?"
Arina mengangguk. "Lebih baik sekarang kau pergilah berganti pakaian. Ibu ingin mengajakmu pergi menjemput Lisa di rumah Tuan Lionel."
"Hah? Menjemput Lisa?"
Kedua mata Hanum membelalak lebar. Dia kaget, juga tak percaya mendengar keinginan ibunya.
"Bu, apa Ibu tidak salah bicara? Menjemput Lisa? Ya Tuhan, ini sangat aneh. Ibu mulai iba padanya ya?"
"Sudah jangan banyak bertanya. Cepat ganti pakaianmu dan kita berangkat ke sana. Cepatlah."
Setelah memberi perintah, Arina bergegas masuk ke dalam kamar guna bertukar pakaian. Dia berencana mendekati keluarga kaya raya itu dengan maksud menjodohkan Hanum dengan Tuan Lionel. Richard cukup baik dan royal, tapi kedudukan serta kekayaan Tuan Lionel jauh lebih menyilaukan. Arina butuh menantu yang mempunyai uang tak berseri. Dengan begitu kenyamanan hidupnya baru akan terjamin.
Tak butuh waktu lama untuk Hanum dan Arina bersiap kemudian meluncur ke kediaman keluarga Bellin. Begitu diberitahu rencana yang sebenarnya, wajah Hanum langsung berseri-seri. Dia seperti mendapat angin segar saat membayangkan menjadi nyonya di rumah megah tersebut.
Tin tin
Dari dalam rumah berlari seorang gadis kurus menuju gerbang. Melihat hal itu pun Hanum langsung menyeringai lebar. Dengan penuh percaya diri dia membuka kaca mata dan menurunkan kaca jendela mobil begitu Lisa membukakan pintu gerbang.
"Hei kau pelayan bodoh. Kenapa lama sekali membukanya? Sedang sibuk menyikat lubang WC ya?" ejek Hanum dengan kejam.
"Oh ternyata para tukang sihir yang datang. Tahu begini ku bawa saja kotoran dari dalam kamar mandi yang sedang ku bersihkan," sahut Lisa santai membalas ejekan Hanum.
"Kau!"
"Hentikan, Num. Kita sedang berada di kediaman keluarga Bellin. Harus pandai-pandai menjaga sikap supaya mereka tidak ilfeel," bisik Arina mengingatkan. Dia tahu ada kamera yang mengawasi dari salah satu sudut bangunan. Jika ceroboh, rencananya bisa gagal.
Lisa memicingkan mata menyaksikan ibu dan saudari tirinya saling berbisik-bisik. Curiga sedang merencanakan sesuatu yang buruk, dengan sengaja dia memukul kaca mobil menggunakan kemoceng yang dibawanya.
Brak
"Yakkk!" Hanum dan ibunya kompak berteriak. Kaget.
"Hehehe, kaget ya?"
"Lisa, apa yang baru saja kau lakukan? Sengaja ya ingin membuat kami terkena serangan jantung?" tegur Arina dengan nada suara pelan yang dibuat-buat. Menghadapi gadis tengik ini tak boleh memakai kekerasan, apalagi mereka sedang berada di tempat berharga. Berpura-pura tersakiti akan sangat membantu rencananya agar berjalan mulus.
"Halah, tidak perlu bersandiwara di depanku. Penyihir tetap saja penyihir," tandas Lisa tak termakan tipu muslihat yang coba dimainkan ibu tirinya. Dia tak sebodoh itu untuk terpedaya.
"Jaga ucapanmu, Lis. Kau sedang bicara dengan orang tua."
"Iya orang tua, tapi orang tua yang tidak punya hati. Kejam, juga pencuri."
Hampir saja Hanum lepas kontrol kalau tangannya tak dicubit oleh sang ibu. Dia tak terima saat ibunya dikatai pencuri.
"Lis, siapa yang datang?"
Kinara berdiri di depan pintu rumah sambil menatap ke arah gerbang. Tadi dia meminta Lisa membukakan pintu, tapi gadis itu tak kunjung kembali. Penasaran, Kinara memutuskan untuk keluar dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"Nyonya, ada orang yang salah alamat. Mereka mengira ini adalah tempat penangkaran monyet," seru Lisa dengan lantang. Dalam hati dia tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi yang muncul di wajah Hanum dan ibunya. Kedua penyihir ini pasti panik sekali.
"Penangkaran monyet?"
(Kenapa Lisa bicara seperti itu ya? Apa rumahku tak cukup megah sehingga dikira tempat penangkaran binatang? Aneh sekali. Atau jangan-jangan ini adalah kenakalan Lisa? Astaga, anak itu)
"Em t-tidak seperti itu, Nyonya. Kami .... "
Cepat-cepat Arina keluar dari dalam mobil dan berniat menghampiri Nyonya Kinara. Kesalahpahaman ini harus segera diatasi sebelum wanita itu murka dan tersinggung. Tetapi baru juga dia berjalan beberapa langkah, Lisa sudah lebih dulu menghentikannya. Ingin rasanya Arina menampar pipi gadis ini, tapi tak mungkin dia lakukan karena ada Nyonya Kinara di sana.
"Maaf Nyonya, tempat ini merupakan kediaman keluarga Bellin kalau kau mau tahu. Jadi silahkan pergi ke tempat lain saja jika ingin mencari saudara kalian yang hilang," usir Lisa sambil tersenyum lebar. Puas rasanya bisa mengerjai kedua penyihir tersebut.
"Kau jangan keterlaluan, Lisa. Jangan bersikap seolah kita adalah orang asing," geram Arina menekan suaranya agar tidak terlalu kuat. Dia lalu tersenyum saat Nyonya Kinara menatapnya lekat.
"Faktanya kita memang orang asing, Nyonya. Lupa ya kalau diantara kita tidak ada hubungan darah selain kalian yang menjadi parasit menggerogoti harta peninggalan ayahku?"
Kinara makin dibuat penasaran oleh interaksi tak biasa antara Lisa dengan tamu tak diundang itu. Ingin mendekat, tapi entah kenapa dia merasa tak harus ikut campur dengan urusan mereka. Kinara yakin ada sesuatu yang disembunyikan di sana.
"Bersyukurlah karena kau tidak sedang berada di rumah. Kau selamat kali ini," gertak Arina.
"Tidak perlu mengancam dan tidak harus di rumah jika ingin menyiksaku. Lakukan saja di sini, atau di tengah keramaian sekali pun. Kulitku sudah cukup kebal untuk menerima semua itu," tandas Lisa tanpa merasa takut.
"Teruslah kau bersikap angkuh. Jangan menangis saat aku benar-benar melakukan perhitungan denganmu."
"Di sepuluh tahun terakhir ini apa kalian pernah melihatku menangis saat sedang disiksa? Ingat ya nenek sihir, aku bukan Cinderella di dalam dongeng yang suka menangis dan meratap saat mendapat penganiayaan dan ketidakadilan. Aku Lisa, Cinderella abad 21 yang tidak akan pernah mengeluh pada keadaan. Hati dan tubuhku sekuat baja. Tidak akan lemah hanya karena gertakan iblis berwujud manusia seperti kalian!"
Wajah Arina berubah menjadi merah padam karena kehabisan kata untuk menggertak Lisa. Tak mau mempermalukan diri di hadapan Nyonya Kinara, dia segera mengangguk hormat pada wanita tersebut kemudian berbalik masuk ke dalam mobil.
(Awas saja kau, Lis. Di sini kau bisa sesuka hati menghinaku, tapi nanti? Aku bersumpah akan membuat kau menyesal karena sudah berani menyinggungku. Huh!)
***
Apa kau adalah saudara tirinya Lionel?
lisa adalah definisi pasrah yang sebenernya. udah gk takut mati lagi gara2 idup sengsara