Tak perlu menjelaskan pada siapapun tentang dirimu. Karena yang menyukaimu tak butuh itu, dan yang membencimu tak akan mempercayainya.
Dalam hidup aku sudah merasakan begitu banyak kepedihan dan kecewa, namun berharap pada manusia adalah kekecewaan terbesar dan menyakitkan di hidup ini.
Persekongkolan antara mantan suami dan sahabatku, telah menghancurkan hidupku sehancur hancurnya. Batin dan mentalku terbunuh secara berlahan.
Tuhan... salahkah jika aku mendendam?
Yuk, ikuti kisah cerita seorang wanita terdzalimi dengan judul Dendam Terpendam Seorang Istri. Jangan lupa tinggalkan jejak untuk author ya, kasih like, love, vote dan komentarnya.
Semoga kita semua senantiasa diberikan kemudahan dalam setiap ujian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DTSI 32
"Dek, lebih baik kamu berhenti kerja jadi seles. Maaf, bukannya aku bermaksud buruk. Tapi demi kebaikan kamu dan Salwa. Kasihan Salwa, dia harus dirumah dan mengurus semuanya sendirian." Rahman mengutarakan kekhawatirannya dan berharap Ningsih mau mendengarkannya.
"Bagaimana lagi, mas. Kalau aku gak kerja, bagaimana aku mencukupi kebutuhan di rumah ini. Ibuku butuh perawatan dan juga biaya lebih. Dan Salwa juga harus tetap sekolah tercukupi kebutuhannya." Balas Ningsih dengan menghembuskan nafasnya dalam, matanya menatap kosong ke arah lalu lalang orang di dalam gedung bioskop.
"Aku paham kegelisahan kamu, tapi juga gak baik membiarkan Salwa tumbuh tanpa pengawasan, apalagi dia sudah beranjak remaja. Kalau kamu gak keberatan, biarkan aku yang mencukupi kebutuhan kamu dan juga Salwa. Insyaallah aku masih sanggup." Sahut Rahman dengan wajah serius. Hati laki laki itu sangat lembut, apalagi pada orang yang memiliki tempat spesial di hatinya.
"Tapi aku gak bisa, mas. Aku gak mau merepotkan siapapun, dan menjadi beban kamu yang bahkan kita tidak punya hubungan yang mengharuskan kamu mencukupi kebutuhan kami. Maaf, aku hanya gak ingin ada yang berpikiran buruk tentang kita nantinya." Sahut Ningsih mengutarakan isi hatinya.
"Aku akan menikahi kamu, jadilah istriku. Kita sudah bukan remaja yang sedang pacaran dan jatuh cinta. Kita sudah sama sama dewasa dan hubungan yang baik adalah ikatan yang halal. Ijinkan aku untuk menjaga dan melindungi kamu dan Salwa. Aku janji tidak akan menyia-nyiakan kalian, percayalah." Sambung Rahman dengan wajah teduhnya. Berharap niat baiknya akan tersambut.
"Apa mas Rahman sudah benar benar yakin dengan keputusan mas ini? Aku ini janda loh, mas. Dan aku juga tidak punya pendidikan tinggi dan juga bukan dari keluarga berada. Aku jauh dari kata layak untuk laki laki seperti kamu." Sahut Ningsih jujur apa adanya, takut jika perbedaan antara mereka menjadikan masalah di dalam hubungannya nanti.
"Dari awal aku sudah tau seperti apa kehidupan kamu, jadi alasan kekhawatiran kamu tidak akan menghalangi niat ini untuk menjadikan kamu pendampingku. Aku menyukai kamu tulus dari sini, dari hati." Sahut Rahman dengan menunjuk dada dengan penuh keyakinan.
"Terimakasih mas, terimakasih sudah menerimaku apa adanya. Insyaallah, aku juga berharap untuk bisa menjadi istrimu. Tapi aku..." Sebelum Ningsih melanjutkan kata katanya, Rahman sudah memotongnya.
"Alhamdulillah, terimakasih. Aku akan segera membawa orang tuaku untuk melamarmu. Terimakasih sudah memberikan kesempatan untukku menjadi pendampingmu." Balas Rahman dengan senyum merekah. Wajahnya langsung berseri dan matanya tak lepas menatap wajah teduh wanita yang begitu spesial di hatinya.
"Tapi bagaimana dengan keluarga kamu, mas. Apa mereka sudah tau aku dan keadaan keluargaku?" Sambung Ningsih yang masih merasa khawatir.
"Sudah, aku sudah menceritakan apapun tentang kamu sama keluargaku. Dan itu tidak masalah untuk mereka, karena keluargaku bukan tipe orang yang mengukur semua dari harta. Percayalah, kita pasti akan bahagia. Karena aku akan membuatmu menjadi wanita paling beruntung di dunia ini." Sahut Rahman sambil tersenyum lebar, matanya baik turun untuk menggoda Ningsih yang terlihat tersipu. Wanita mana yang tidak meleleh mendengar janji manis dari orang yang di cintai.
"Salwa kok belum kembali, apa dia kesasar ya?" Rahman yang baru ingat jika Salwa sejak tadi belum kembali dari supermarket yang ada di lantai bawah untuk membeli minuman dan juga cemilan.
"Tenang saja mas, Salwa sudah biasa kok begitu. Paling dia masih muter muter cari jajanan kesukaannya." Sahut Ningsih santai, karena sudah tau kebiasaan anaknya itu.
"Emangnya tadi kaku kasih Salwa uang berapa, mas?" Sambung Ningsih yang penasaran, karena Rafi tidak begitu jelas yang yang diberikan Rahman untuk Salwa membeli cemilan.
"Dus ratus ribu." Sahut Rahman sambil tersenyum tipis.
"Kok banyak banget, mas. Nanti Salwa pasti banyak banget itu beli jajannya. Duh, kenapa tadi gak dikasih lima puluh ribu saja." Balas Ningsih yang merasa gak enak pada Rahman, karena Ningsih yakin, Salwa pasti akan memborong jajanan kesukaannya.
"Biarkan saja, kan bisa dibawa pulang dan buat cemilan Salwa dirumah." Sahut Rahman santai, membuat Ningsih menghembuskan nafasnya kasar. Dan seketika itu juga Salwa muncul dengan dua kantong kresek yang berisi penuh jajanan dengan senyuman sumringah.
"Kan benar, tuh dia borong semua jajan kesukaannya." Ningsih menatap anaknya tajam, tapi Salwa terlihat santai dan mengambil tempat duduk di dekat Rahman yang tersenyum hangat ke arah Salwa.
"Beli apa saja, tadi om Rahman takut kalau Salwa nyasar loh, karena lumayan lama perginya." Sambut Rahman lembut dan Ningsih milih diam memperhatikan Rahman yang begitu sabar dan perhatian pada Salwa.
"Muter muter mulih jajan, gak papakan uangnya Salwa buat beli ini semua. Om Rahman gak marah, kan?" Balas Salwa dengan wajah lugunya.
"Ya gak papa dong, kan memang uangnya buat Salwa. Nanti om kasih lagi kalau habis, asal itu jajannya di makan semuanya." Sahut Rahman santai dan Salwa langsung memekik senang mendengar jawaban Rahman.
"Beneran om? Ya Allah Alhamdulillah. Makasih ya, om." Sahut Salwa dengan wajah sumringah.
"Iya dong, asal Salwa harus nurut sama mama dan harus rajin ngaji juga rajin belajarnya, oke?" Balas Rahman yang berusaha untuk membuat Salwa merasa nyaman dan senang.
"Janji, om. Salwa akan sekolah yang rajin dan ngaji. Juga gak akan ngelawan mama, nurut sama mama." Sahut Salwa sambil melihat ke arah Ningsih yang memilih diam saja. Namun hatinya tak henti mengucapkan syukur.
Yasudah, yuk masuk. Tuh sudah dibuka." Sahut Rahman sambil menunjuk pintu bioskop yang sudah mulai dibuka, karena film yang ditonton akan segera mulai.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Sedangkan di lain tempat, Kanti tengah berada di dalam kamar hotel bersama Hendra. Mereka sudah saling berbagi peluh sejak dua jam yang lalu. Pasangan itu sudah sering melakukan hubungan suami istri padahal mereka belum menikah.
"Kamu selalu membuatku puas, sayang. Makasih ya, aku harap kamu gak pernah berpikir untuk meninggalkan aku." Ucap Hendra sambil memeluk tubuh polosnya Kanti.
"Asal kamu gak pelit dan gak selingkuh, aku akan tetap sama kamu." Sahut Kanti manja sambil tangannya bermain di dada Hendra.
"Kapan sih aku pelit sama kamu, kamu minta apapun selalu aku turutin. Emang sekarang kamu mau apa dariku, katakan saja. Mumpung aku lagi banyak uang." Balas Hendra jumawa.
"Beneran, aku boleh minta sesuatu yang mahal?" Sahut Kanti yang langsung antusias dan terlihat sumringah.
"Iya, katakan kamu mau minta apa?" Sahut Hendra sambil mencium rambut Kanti yang tergerai.
"Aku mau beli tas branded dan juga jam tangan. Paling cuma dua puluh jutaan." Sahut Kanti manja. Berharap Hendra mengabulkan keinginannya. Agar dia bisa menunjukkan pada semua orang kalau hidupnya sekarang sudah enak dan banyak uang.
"Nanti aku transfer, tapi senangkan aku dulu. Aku mau kita menginap sampai besok siang, gimana?" Balas Hendra yang tak mau rugi tanpa mendapatkan imbalan.
"Siapa takut." Sahut Kanti sumringah, tak perduli dengan dosa yang dilakukan, yang penting pundi pundi rupiah mengalir deras kerekeningnya. Untuk urusan ibunya itu soal gampang, Kanti akan menggunakan Ningsih untuk alasan. Kanti akan bilang kalau dia menginap dirumahnya Ningsih, pasti ibunya akan percaya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Hati Yang Kau Sakiti
#Dendam terpendam seorang istri
Novel Tamat
#Anak yang tak dianggap
#Tentang luka istri kedua
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
#Ganti istri [Tamat]
#Wanita sebatang kara [Tamat]
#Ternyata aku yang kedua [Tamat]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
sekedar saran utk karya2 selanjutnya, kurangi typo, dan di setiap ahir bab jgn terlalu banyak yg terkesan menggantung.
semoga smakin banyak penggemar karyamu dan sukses. terus semangat.. 💪😊🙏
mksh ka/Kiss/sumpah ceritanya bagus buat candu
entah apa hukumnya wandi mentalak irma tanpa saksi juga ..syahkan cerainya. ktnya hrs dpn saksi jatuhin talak