BY : GULOJOWO NOVEL KE-7 😘
"Menikahlah dengan ku, aku pastikan ayah mu bisa melihat lagi."
Gluk!
"Dan jika kamu bisa membangunkan milik ku, maka aku akan memberikan apapun yang kamu inginkan."
Gluk!
Lagi-lagi Kirana, gadis yang akrab dengan panggilan Kiran itu menelan ludahnya berkali-kali saat mendengar ucapan dari bosnya yang menurut rumor yang beredar di kantor tempatnya bekerja, bosnya itu mengidap impoten.
Apakah Kirana akan menerima tawaran bosnya itu dengan iming-iming yang dijanjikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GuloJowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 6
"Eh, eh, kenapa ini?!" Seru Mei merasakan sesuatu terjadi dengan motornya.
"Ada apa Mei?" Tanya Kirana yang membonceng di belakang saat sahabatnya itu menepikan motornya di pinggir jalan.
"Turun dulu deh Ran." Mei dan Kirana pun langsung turun dari atas motor. "Ah sialan!" Mei menendang ban motornya bagian depan yang ternyata kempes.
"Aduh kok bisa kempes sih Mei, ini udah hampir jam tujuh." Keluh Kirana saat melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan hampir pukul tujuh pagi.
"Ya mana gue tahu." Mei melotot ke arah sahabatnya itu. Memangnya dia yang minta ban motornya kempes? Dia sendiri juga tidak mau ban motornya kempes di tengah jalan dan mengakibatkan mereka terlambat datang ke kantor.
Sudah bisa dipastikan, Bu Winda atasannya itu pasti akan langsung memberikan siraman rohani kepada keduanya saat nanti mereka berdua tiba di kantor.
"Terus gimana ini?" Kirana melepas helm yang terpasang di kepalanya kemudian mengedarkan pandangannya mengelilingi sekitar untuk mencari bengkel. Mei pun juga ikut mengedarkan pandangannya. Namun sayangnya mereka berdua tidak melihat ada bengkel motor di sekitar sana.
"Mending sekarang loe telepon Bu Winda dulu aja deh Ran. Kasih tahu kalau kita datang terlambat karena ban motor kempes." Perintah Mei yang langsung diangguki oleh Kirana.
Kirana segera mencari ponselnya yang ada di dalam tasnya kemudian segera menghubungi atasannya itu. Tepat di dering pertama panggilan itu sudah tersambung. Kirana langsung memberitahukan kepada Bu Winda tentang keadaannya saat ini. Dan sudah tidak bisa dihindari lagi, atasannya itu langsung mengomelinya. Spontan Kirana langsung menjauhkan ponselnya dari telinganya karena telinganya terasa berdengung mendengar ocehan Bu Winda.
Setelah panggilan terputus, Kirana membantu mendorong motor Mei. Mereka berdua masih mengedarkan pandangannya seraya melajukan motornya. Tidak ada satupun orang yang melintas yang dapat mereka tanyai di mana letak bengkel. Akhirnya keduanya terus melanjutkan langkahnya hingga menemukan bengkel.
Cukup membuat keduanya berkeringat di pagi hari. Berjalan sambil mendorong motor hingga beratus-ratus meter. Setelah menitipkan motornya pada pegawai bengkel dan berjanji akan mengambilnya setelah mereka pulang kerja nanti, Mei dan Kirana langsung menyetop angkot yang kebetulan lewat di depan bengkel.
*****
Arsen dan sekretaris Niko tiba di kantor dan langsung masuk melewati lobby yang nampak ramai karena memang banyak karyawan yang baru saja datang. Semua karyawan yang ada di sana langsung menunduk saat bos mereka melintas.
Keduanya langsung masuk ke dalam lift menuju ke lantai teratas di mana letak ruangan CEO beserta sekretarisnya dan juga ruangan presdir atau ruangan Papa Haris. Namun Papa Haris sudah jarang ke kantor jika tidak ada pertemuan penting yang mengharuskan dirinya hadir. Papa Haris lebih memilih menemani istrinya di rumah dan hanya sesekali saja mengunjungi kantor.
Saat tiba di dalam ruangannya, pandangan Arsen langsung tertuju ke arah meja kerjanya. Ia seperti mencari-cari sesuatu namun tidak menemukannya.
"Dimana kopi ku?!"
"Eh, iya Tuan. Kopi? Oh ya ampun, maaf Tuan saya lupa." Sekretaris Niko menepuk jidatnya sendiri karena melupakan sesuatu yang penting. Bagaimana tidak penting, semua yang berhubungan dengan bosnya itu jelas penting baginya. "Sebentar saya pesankan dulu." Sekretaris Niko berjalan ke arah meja kerja atasannya setelah bosnya itu mendudukkan tubuhnya di kursi kebesarannya. Sekretaris Niko langsung memencet tombol intercom yang tersambung ke pantry.
Saat sambungan terhubung, sekretaris Niko langsung meminta kopi kepada bu Winda. Ternyata Bu Winda lah yang mengangkat sambungan telepon itu. Sekretaris Niko meminta agar kopi pesanannya itu langsung diantarkan ke ruangan CEO.
Dengan segera Bu Winda membuatkan kopi pesanan dari sekretaris Niko dan langsung mengantarkannya ke atas.
Tok.. Tok.. Tok..
Sekretaris Niko langsung membuka pintu dan langsung mempersilahkan Bu Winda masuk ke dalam. Sekretaris Niko sebenarnya agak kaget karena bukan Kirana yang mengantarkan kopi itu. Namun tidak masalah baginya. Yang terpenting kopi pesanan bosnya sudah tiba.
Bu Winda langsung meletakkan kopi itu ke atas meja kerja Arsen atas perintah sekretaris Niko.
"Tunggu sebentar!"
Suara berat Arsen membuat Bu Winda yang baru saja membalikkan tubuh menghentikan langkahnya. Bu Winda langsung membalikkan tubuhnya kembali menghadap atasannya.
"Iya Tuan."
"Kenapa bukan gadis kemarin yang mengantarkannya?!"
"Gadis?" Beo Bu Winda yang tidak mengerti dengan ucapan atasannya itu.
"Kirana maksudnya." Sahut sekretaris Niko saat melihat kebingungan di raut wajah Bu Winda.
"Owh Kirana? Maaf Tuan, sepertinya Kirana dan Mei pagi ini akan terlambat datang ke kantor karena tadi mereka sempat mengabari kalau ban motornya kempes." Jelas Bu Winda.
"Kempes? Sudah sampai di mana mereka?" Sekretaris Niko terlihat khawatir.
"Ehem!" Arsen berdehem keras hingga membuat Bu Winda langsung menundukkan kepalanya. Sedangkan sekretaris Niko langsung menoleh ke arah atasannya yang ternyata sedang bersiap meminum kopinya.
Byuuuuurrr!!
Arsen langsung menyemburkan kopi yang baru saja menyentuh lidahnya. Membuat Bu Winda dan sekretaris Niko terkejut. Sekretaris Niko langsung menghampiri atasannya itu kemudian menyerahkan kotak tisu. Sedangkan Bu Winda semakin menundukkan kepalanya takut-takut.
"Siapa yang membuat kopi ini?!" Bentak Arsen yang hampir saja melempar cangkir yang berada di tangannya kalau saja sekretaris Niko tidak dengan cepat meraihnya kemudian menjauhkan cangkir serta lepeknya dari atasannya itu. Selain panas, kopi itu terasa terlalu manis di lidah Arsen. Dan Arsen sama sekali tidak menyukai apapun yang terlalu berlebihan. Termasuk rasa manis. Bagi Arsen kopi yang kemarin lebih cocok di lidahnya.
"Ma-maaf Tuan. Sa-saya yang tadi membuat kopi itu."
"Keluar dari ruangan saya!" Bentak Arsen lagi. "Tunggu dulu." Arsen kembali menghentikan langkah Bu Winda. "Segera suruh gadis itu ke ruangan saya kalau sudah tiba di kantor!"
"Ba-baik Tuan." Tanpa mengulur waktu Bu Winda langsung melesat keluar dari ruangan bosnya. Wanita paruh baya itu nampak gemetaran tubuhnya. Cepat-cepat Bu Winda kembali ke pantry. Ia butuh air minum untuk mengurangi keterkejutannya akibat bentakan dari atasannya.
*****
*****
*****
Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏
ntah lah karna jawaban ny hny othor saja yg tau😅😅