Zira terjebak dalam tawaran Duda saat dimalam pertama bekerja sebagai suster. Yang mana Duda itu menawarkan untuk menjadi sugar baby dan sekaligus menjaga putrinya.
Zira yang memang sangat membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan juga biaya pengobatan bibinya terpaksa menerima tawaran gila itu.
"Menjadi suster anakku maka konsekuensinya juga mengurus aku!" Ucap Aldan dengan penuh ketegasan.
Bagaimana cara Zira bertahan disela ancaman dan kewajiban untuk mendapatkan uang itu?
follow ig:authorhaasaanaa
ada visual disana.. ini Season Dua dari Pernikahan Dadakan Anak SMA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
0009
Tidak ada jawaban apapun dari Zira, wanita itu hanya menatap tidak suka Aldan yang terus mengomel pada Zira yang menunduk. Zira berjongkok hingga saling berhadapan dengan Aila, ia melihat mata anak kecil itu yang memerah sepertinya habis menangis.
Kala tangan Zira mendarat pada dahi Aila, sungguh ia terkejut karna suhu tubuh Aila sangatlah panas. “Astaga, kau demam?” Apa yang dikatakan Zira membuat Aldan terkejut.
Zira meraih tangan Aila, ia merasakan tubuh Aila yang sangat panas. “Tuan, kita harus membawa Aila ke Rumah Sakit. Takutnya kalau tetap dirumah nanti yang ada panasnya semakin bertambah.. Ini bisa bahaya, Tuan,” ucap Zira kepada Aldan yang hanya diam terus menatap lurus kedepan.
“Pergilah sendiri, aku tidak ada waktu!” jawaban Aldan sungguh mengejutkan Zira, sementara Aila hanya pasrah dalam gendongan Zira.
Sebagai sosok Ibu sambung semua perkataan Aldan sungguh menyakiti hati Zira. “Pergi sendiri? Kau waras, Tuan? Aila ini anakmu, murni anak kandungmu dengan Kak Alya. Bagaimana bisa kau berkata ketus seperti itu?” tanya Zira dengan raut wajah tidak menyangka kepada Aldan yang membelakanginya.
Mungkin sudah tidak tahan menahan rasa sakit kepala lagi hingga Aila menangis dalam gendongan Zira. “Mama.. Kepala Aila sakit, sakit banget..” Aila terus mengatakan itu kepada Zira yang bahkan bingung harus apa.
“Tuan, aku mohon..” pinta Zira dengan suara yang melemah, sungguh ia tidak tahu harus dengan cara apa agar Aldan menganggap ada saja Aila.
Tanpa sepengetahuan Zira sebenarnya Aldan sangat menghindari Rumah Sakit. Ia trauma melihat semuanya karena tempat itulah yang membuat Aldan seakan trauma kehilangan Alya.
“Suamiku, aku mohon..” Panggilan Zira kali ini membuat Aldan langsung berbalik badan.
Pandangan mata Aldan kearah Aila yang terus menangis didalam pelukan Zira, ia menjadi tidak tega melihatnya.
“Ayo,” ucap Aldan, ia ingin melangkah tapi tangannya diraih oleh Zira.
“Ini gendong anakmu,” Zira menyerahkan Aila kepada Aldan yang bahkan tidak menyangka kalau.. “Aku tidak tahan kalau menggendong Aila menuruni tangga,” ucap Zira menjelaskan.
Aldan seakan kaku menggendong putrinya sendiri, tapi ia tidak mungkin menyerahkan Aila kembali kepada Zira yang ada wanita itu akan mengamuk besar nanti. Maka mau tidak mau Aldan akan tetap menggendong anaknya sendiri yang sama sekali tidak pernah ia gendong itu dari lahir.
Rasa sakit Aldan akan kehilangan Alya membuatnya sangat membenci putrinya sendiri.
•
•
Sesampai di Rumah sakit untungnya masih ada dokter yang menangani Aila. Sehingga Aila sudah lebih baik tapi harus dirawat lebih intensif lagi, atau lebih tepatnya harus menginap lebih dahulu.
“Setidaknya Aila harus dirawat minimal dua hari untuk memastikan demamnya tidak datang lagi,” jelas dokter itu.
Zira mengangguk mengerti sementara Aldan hanya diam duduk disofa kamar ruangan Aila.
“Sakit Aila murni karena ada rasa sedih dihati, maaf kalau membuat tersinggung.. Sepertinya Aila merindukan kasih sayang dari seseorang yang sangat ia harapkan,” jelas dokter itu lagi.
“Sepertinya tugasmu sudah selesaikan, Dok?” tanya Aldan dengan posisi berdiri, tangan tersimpan dikantong celana. Tatapan mata Aldan sungguh tajam seakan menusuk, hingga dokter itu menunduk hormat lalu melangkah pergi.
Zira menatap kepergian Dokter itu dengan tatapan merasa bersalah karena perilaku Aldan. “Tidak usah menatap pria lain seperti itu? Kau ingin mencari pengganti?” tanya Aldan dengan raut wajah tidak suka.
Langsung saja Zira menoleh kearah Aldan, ia menggelengkan kepala saja karna tidak suka melihat Aldan yang selalu suka berbicara aneh-aneh. Zira berjalan hingga kini menatap Aila yang tengah tertidur karena efek obat yang baru saja ia minum.
“Aku tidak suka kau berdekatan dengan pria lain selain aku, kalau aku melihatmu berdekatan lagi.. Maka aku akan menghabisi pria itu,” ancam Aldan dengan sangat serius.
Zira menghela napas panjang, ia menoleh kearah Aldan yang sangat-sangat mudah sekali marah. “Sepertinya Tuan harus mengurangi marah-marah deh..”
“Kenapa?”
“Tu wajah udah kusut, kek pakaian belum disetrika. Kelihatan tua,” jawaban Zira membuat Aldan terkejut tentunya.
“Aku marah-marah karena kau selalu saja berbuat ulah, Zira!” bela Aldan, tapi Zira hanya diam tidak menggubris sedikitpun.
Dikatakan tua sungguh membuat hati Aldan tersinggung, kalau membunuh halal mungkin Zira sudah menjadi sosok wanita yang terbunuh sekarang.
~
Aldan duduk disofa dengan posisi Zira yang bersandar pada tubuhnya, wanita itu sudah tertidur bahkan karena memang sudah larut malam. Aldan tidak marah sedikitpun malah terlihat biasa saja, bahkan juga ikut tertidur dengan posisi tangan menopang wajah tampannya sendiri.
Suara dengkuran dari Zira mengejutkan Aldan, mata Aldan yang sangat mengantuk tadi langsung terbuka sempurna. Sungguh Aldan tidak menyangka jika Zira mendengkur disaat tidur.
“Ck, cantik-cantik tidur kaya kodok!” ejek Aldan yang mana perlahan menjauhkan tubuh Zira yang sangat menempel padanya.
“Ntah siapa tadi yang mengatakan jika tidak mau dekat-dekat duda tantrum, nanti ikut tantrum..” ucap Aldan dengan sangat kuat tepat di telinga Zira hingga wanita itu membuka mata sempurna.
Pertama kali yang Zira lihat adalah tatapan mengejek dari Aldan. Tapi disaat Zira ingin bangkit dan menghindar eh malah tangan Aldan menarik hingga Zira terduduk di pangkuannya.
“Tuan.. Jangan seperti ini,” ucap Zira yang tidak akan didengarkan sama sekali oleh Aldan.
“Sudah cukup main-mainnya bukan?” tanya Aldan sembari mencium bibir serta pipi Zira. Lalu, melumat bibir ranum itu. Tangan Aldan melingkar sempurna dipinggang ramping Zira. Tidak akan ada yang menghentikan Aldan kali ini, ia harus mendapatkan yang tertunda tadi.
“Tuan, sadarlah.. Ini Rumah Sakit,” ucap Zira dikala tautan bibir itu terlepas.
Timbul ekspresi sedih dari Aldan kepada Zira yang menatapnya tajam. “Tapi, aku sudah sangat ingin, Zira..” ucapnya dengan suara melemah.
Ntah dimana perginya keangkuhan seorang Aldan tadi. “Iya tahu, Suamiku.. Tapi, tidak disini ya.. Besok di Mansion, mau pakek kaya kuda lumping juga aku siap kok..” Ujar Zira sembari mengecup bibir Aldan berulang kali.
~
Hei hei maaf ya kemarin ga upload, karna sibuk banget ada acara keluarga. Hari ini aku akan rajin update, langsung baca ya jangan ditumpuk lagi!
dah sakit aja baru