Kehidupan ini terlalu menyakitkan, cinta yang telah Aluna perjuangkan terpaksa harus ia relakan berakhir tak bahagia bersama Rain.
Lalu bagaimana bisa seorang Aluna yang telah terpuruk dengan keadaan harus terus berjuang agar tetap hidup, bak semua komedi dirinya di paksa melupakan semuanya
"Biarkan aku pergi" Lirih Rain
---
"Rain, maafkan aku, aku terpaksa pergi, dan melanggar janjiku" Lirih Aluna
---
Ibaratkan terjebak di alam mimpi, Aluna kecil terbangun dengan keringat yang sudah melekat di bajunya
"Siapa kakak tadi ya?" ujar si toddler sambil menatap mamanya yang masih tertidur
Apakah ini kesempatan berikutnya bagi Aluna? apakah Rain juga telah lahir di kehidupan berikut nya meskipun keduanya tak lagi saling mengenal maupun memiliki perasaan yang sama, bagaimana kisahnya? yuk saksikan bersama
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putriiiiiiiiiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AMM
....
seminggu telah berlalu, semuanya berjalan dengan baik dan lancar, tak ada hambatan apapun, kini sisa menghitung hari maka mereka akan menyelesaikan sekolah mereka dan lanjut ke jenjang berikutnya yaitu Kuliah
"rain mana? kok nggak masuk?" tanya Aluna pada si trio kembar
"nggak dapat info lu dari rain?"
"nggak, kenapa emang nya? tapi tadi malam rain bilang dia akan masuk kok pagi ini udah mau masuk belum juga dateng" jelas Aluna
"rain demam lun, lagian ujian juga sudah selesai kan? sisa party doang"
"iya aku tau tapi nggak biasanya rain begini"
"yaudah jengukin aja" timpal tio
"yaudah deh, bye"
Aluna segera kembali ke kelasnya untuk memastikan apakah rain benar tidak masuk atau ia sudah masuk, namun benar, kursi rain masih kosong
"Hai lun, kenapa?"
"rain" sendu Aluna
"ohhh rain izin, dia demam, kata wali kita sih kita udah bebas, kan secara kita sudah lulus, iyakan?" jelas lili
"tapi li... nggak biasanya rain nggak datang"
"oh ya? selama sekelas dari dulu udah biasa kok rain nggak masuk"
"nggak ini ada yang nggak beres" batin Aluna merasa ada yang di sembunyikan teman temannya
"lu ke rumah rain sana, biar nggak khawatir" ujar lita menberikan saran
"iya, aku akan ke sana"
lili menoleh ke arah lita dengan sedikit panik, pasalnya rain selalu mewanti wanti mereka agar tutup mulut dengan kondisi rain dan tidak memberikan Aluna bocoran
"lu mau kita di sanksi rain?" kesal lili
"sampai kapan? sampai kapan kita harus menyembunyikan keadaan rain ke Aluna? siapa yang akan kita salahkan jika Aluna terluka? rain?"
"aku juga nggak tau" lirih lili
"biarin aja"
Aluna meraih tasnya dan segera meninggalkan sekolah, Aluna benar-benar khawatir dengan kondisi rain, parahnya rain juga tak bisa di hubungi
30 menit perjalanan akhirnya Aluna sampai di apartemen rain, ia segera mengetuk berkali-kali hingga tampak bibi yang seperti nya baru selesai berberes beres
"bi? rain mana?"
"oh non alun, den rain di dalam, lagi tidur, den lagi demam"
"oh ya bi? Aluna bisa masuk?"
"masuk aja non, kamarnya nggak di kunci kok"
Aluna segera melepas alas kakinya dan memasuki apartemen rain, namun langkah Aluna terhenti memulai bibi menjemur beberapa kain yang masih ada noda darahnya
"darah?" gumam Aluna
"non? den rain belum makan dari tadi pagi, ini tolong di bawain ya non? bibi mau ke supermarket dulu, bibi titip den rain ya?"
"iya bi"
Aluna mengambil nampan tersebut kemudian memasuki kamar rain yang sangat gelap itu, namun Aluna masih bisa melihat sedikit, ia kemudian menyalakan lampu tidur rain
pria itu begitu pucat, Aluna dengan lembut menyentuh kening rain, benar-benar panas menurut Aluna
"rain?"
"rain?"
rain merasa seseorang tengah memanggilnya namun ia kenal betul dengan pemilik suara itu, ia membuka matanya dan mendapati Aluna yang sedang bersandar pada headboard kasurnya sambil mengelus surainya
"alun" lirih rain
"makan yuk?"
"aku nggak selera"
"makan dikit, terus minum obat ya?" bujuk Aluna
"ehm"
Aluna membantu rain untuk duduk, dengan sabar Aluna menyuapi rain hingga makanannya nya tandas tak tersisa
"mau lagi?"
rain menggeleng, sebenarnya ia bukan demam, hanya ia tak mau Aluna tau, makanya ia sengaja mematikan ponselnya agar Aluna percaya bahwa ia sedang demam
"aku buatin minuman hangat ya?"
"nggak usah, di sini aja" lirih rain menahan tangan Aluna
"yaudah"
Aluna kembali ke posisi sebelum nya dan kegiatan sebelum nya, bak seorang ibu yang tengah menenangkan bayinya, Aluna masih bisa melihat ada banyak mendali, piala dan sertifikat yang di raih rain sejak masih kecil hingga sekarang, netra aluna terkunci pada foto sepasang keluarga, ia kenal wanita itu, dia adalah mama rain dan rain kecil, tapi ia tak kenal pria itu
"siapa dia?" tanya Aluna
"siapa?"
"pria yang berdiri bersama rain ku yang masih kecil dan mama Reina"
"dia papaku, papa kandung ku"
"papa?"
"iya"
"papa kamu kemana?"
"kamu akan tau suatu hari nanti, tapi jangan sekarang"
"iya"
rain menatap Aluna yang menatapnya, ia kemudian mengganti posisinya dan bersandar pada tubuh hangat Aluna
"rain aku mencintaimu" bisik Aluna
"aku nggak"
"ck" kekeh Aluna
meskipun telah mengatakan perasaan nya berkali-kali tetap saja rain mengatakan hal yang sama pula berkali-kali
sejam lamanya hingga Aluna dan rain tertidur dalam posisi yang sama, bibi tersenyum lega akhirnya rain sedikit membaik
"loh bibi? maafin alun ya bi alun kira-"
"hust jangan berisik non, kasihan den rain, tidurnya enak kayaknya"
sejak tadi malam rain tak bisa memejamkan matanya, seluruh tubuh nya terasa sangat sakit bahkan kepalanya seakan ingin pecah, bibi yang tau kondisi itu menahan tangisnya melihat anak asuhnya sangat menderita
bibi ingat betul dengan perkataan rain semalam "bi rain nggak kuat lagi bi, sakit" namun bibi menyebut Aluna hingga membuat rain menatap bibi nya itu dengan tatapan sendu, yah Aluna lah alasan rain masih sanggup berbohong bahkan menjadi sedikit kuat
"bibi mau masak apa?"
"sayur ya?" balas Aluna lagi
"iya non"
"biar Aluna yang masak untuk rain, bibi masak untuk diri bibi sendiri"
"iya non"
Aluna mulai berkutak dengan alat masak yang tersedia, bibi yang melihat itu benar-benar menaruh sedikit saja harapan agar anak yang sudah ia besarkan itu mau bertahan lebih lama lagi
"rain cuma suka sayur bi? setau Aluna rain nggak suka makan daging, mau daging ikan ayam dan lainnya"
"ya non, karena den rain itu herbivora"
"apa bi?!!"
"herbivora non" polos bibi mengundang tawa Aluna
"bibi Vegetarian bukan herbivora bibi, hahahahaha rain itu manusia bi, bukan hewan, cuma hewan yang di sebut herbivora" tawa Aluna membuat bibi ikut tertawa
"mana bibi tau non, bibi cuma lulusan SD, mana tau itu"
sepasang mata ikut merasa bahagia dengan suasana yang biasanya sunyi menjadi begitu Ranai dengan tawa Aluna, suara Aluna yang sedikit besar itu membuat suasana menjadi ramai
"oh ya bi? rain kenapa nggak suka yang ada campuran penyedap rasanya? kalau Aluna sih alergi bi"
"kalau den rain itu karena sejak masih kecil, jadi den rain itu lebih terbiasa, makanya nggak suka yang micin nya ada atau yahh sejenisnya lah non"
"oh gitu ya bi? udah serasi dong aku jadi menantu mama Reina nanti? soalnya Aluna juga nggak suka micin"
"iya non, cocok banget"
Aluna meletakkan makanan yang telah ia masak, rain segera mendekati bibi dan Aluna yang benar-benar menikmati memasak bersama
"ayo makan, ini special masakan aku loh"
"makasih" lembut rain
cup
"sama sama" kekeh Aluna yang mendapatkan kiss di kening nya
. . . .
bersambung