"Kaiden?"
Savira Azalea biasa dipanggil Zea, umurnya 21 tahun lebih berapa bulan. memilih merantau ke kota demi meninggalkan keluarga toxic nya, Zea justru bertemu kembali dengan mantan pacarnya Kaiden, sialnya Kaiden adalah anak dari majikan tempat Zea bekerja.
"Zea, kamu mau kan balikan lagi sama aku?"
"enggak Kai, aku gak bisa kita udah berbeda"
"enggak Ze, enggak!. kamu tetep Zea-nya Kaiden. gadis yang aku cintai sedari dulu. kamu dan hadirnya berarti dalam hirup aku Ze"
"kisah kita memang indah, tapi tidak untuk diulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nsalzmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Menjadi Setan
"Woi! Elah malah bengong." Ikbal menepuk pundak Kaiden yang diam bengong liat akun medsos milik Vara, bukan lagi bengong-in akun Vara tapi kayak punya rasa marah karena Vara publish foto Zea.
"Bal kemarin lo bilang mau nginep di apart gue sama Kaiden. Anjir lah! Gue udah pesan makanan juga. kagak datang kalian dua." potong Venus menunjuk kaiden dan Ikbal bergantian.
Kaiden tak menjawab ia hanya melirik ke arah Ikbal.
"Oh kemarin ya. Naufal sakit jadi gue harus jagain." kilah Ikbal.
"Lah elu Kai? Lu kenapa?"
Kaiden tersenyum tipis. "Gue kondangan berdua sama Nesha. Lupa gue." ia menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.
"Bukannya Nesha balik ke Surabaya kemaren."
kalimat yang membuat Kaiden menatap Venus dengan mata memicing. "Kok lu tau? Kan gue belum cerita?"
"Em-ee,,,kan si Nesha. Iya si 'Nesha. kemaren buat story di ig nya. Nah gue tahu dari situ." ucap Venus tergagap dia gugup.
Kaiden menaikan sebelah alisnya ke atas. "Yakin nih."
Kaiden berdiri dan mencondongkan tubuhnya kedepan mengikis jarak antara dirinya dan Venus. "Gue tahu semua." ucap nya dengan nada datar membuat Venus menelan saliva-nya kuat-kuat.
"Kai. Ven udah. Udah." sela Ikbal memisahkan.
Kaiden menatap wajah Ikbal tajam. "Jangan ngedukung yang salah Bal." ucapnya berlalu sambil menepuk punggung Ikbal.
Ikbal menepuk dadanya yang berdebar. "Njir jantungan gue."
"Yuk Ven. Ada kelas satu lagi kita." ajak Ikbal yang tak diindahkan Venus.
"Ven. Ayo! Buruan!"
Venus mengangkat kepalanya memperhatikan Ikbal dari atas sampai bawah. Ia berdiri mengikis jarak. "Kalau mau duit. Jahit mulut lo bangsat!"
"Gue gak cerita apapun ke Kaiden, Ven. Sumpah!" yakin Ikbal mengangkat kedua jarinya membentuk 'V' keatas.
Tangan Venus mengepal kuat dan mengangkat di depan bibir Ikbal. "Mau nyicip?" tawarnya dengan rahang mengeras.
Ikbal menggeleng. "Gak Ven. Enggak!"
***
Tok
Tok
"Ayo mas. Zea udah siap." ucap Zea saat pintu dibuka dari dalam. Vandra tersenyum tipis meneliti penampilan Zea. "Katanya gak ada baju?" goda Vandra dengan sebelah alis yang naik ke atas.
Bibir Zea mengerut. "Kan nyamain setelan mas. Makanya saya biasa aja."
"Emang yang gak bisa gimana?" tanya Vandra melangkah mendekat.
Kedua alis Zea mengerut dalam. "Udah deh mas katanya mau pergi. Ayo ntar kuenya keburu gak enak." ucap Zea yang langsung pergi.
Vandra berjalan dan memegang railing tangga yang terbuat dari kaca bening melihat wajah Zea yang lagi ngomel, bibirnya tertarik keatas menciptakan sunggingan senyum tipis. "Baru kali ini ada pembantu yang kayak dia." ucapnya lirih sambil menggelengkan kepalanya.
Vandra berjalan pelan menuruni tangga. Melewati kamar Vara yang sedikit terbuka.
Vandra tersenyum saat melihat adik perempuannya sedang belajar berdua sama Laskar. "Eh lagi rajin nih." ia masuk kedalam.
"Gitu dong Ra. Gak drakor mulu." ia mengelus puncak kepala adiknya. "Jangan macem-macem kalian berdua. Paham!" ucap Vandra menatap Laskar dengan tatapan tajamnya.
Vara menghembuskan nafas kasarnya. "Kita gak berdua kak."
"Iya kak. Kita bertiga disini. Insyaallah gak bakal yang macem-macem kok. Kita kan niatnya mau belajar." imbuh Laskar
"Iya bertiga sama gue."
"Buk-"
"Shutt... Udah sana kalian belajar diluar aja. Bahaya kalau didalam kamar. Ntar ada setannya." ucap Vandra yang terperanjat kaget saat mendengar suara mamanya.
"Oh jadi mana setan-nya nih." Estiana berdiri menatap melipat kedua tangannya didepan dada.
"Eh enggak mah." ucap Vandra menipiskan bibirnya.
Estiana menatap putranya dengan lirikan tajam. "Laskar sama Vara ikut sama kamu." ucapnya yang langsung berjalan mendekati Vara. Estiana menutup semua buku-buku Vara dan Laskar.
"Laskar temenin Vara ya. Ikut sama kak Vandra."
Vara menatap mamanya yang masih sibuk nutup buku. "Mah Vara belum selesai."
"Kamu siap-siap. Awas-in kakakmu itu."
Vandra berbalik mendekati mamanya. "Mah. Vandra udah dewasa tau. Ngapain juga nih dua bocil ikutan. Gak ada gak ada!"
Estiana meletakan kedua tangannya dipinggang. "Tadi adek kamu belajar berdua kamu bilang yang ketiga setan. Jelas-jelas ada mama disini yang ngawasin mereka. Lah kamu. Kamu mau jalan berdua sama Zea. Zea itu anak cewek. Nanti kalau kamu apa-apain gimana." omelan yang membuat Vandra diam dan menunduk.
Vara tersenyum liatin Vandra yang kena omel. "Yuk Las. Ikutan." seru Vara.
"Gak usah kalian belajar aja." larang Vandra.
Vara dan Laskar kompak menggeleng. "Kita mau kemana Las?" serunya.
"Mau jadi setann!" ucap Laskar yang mengundang tawa Estiana.
"Nah bener itu. Kalau setannya bocil gini. Zea aman sama kamu. Dah buruan pergi." ucap Estiana mendorong tubuh putranya keluar dari kamar Vara.
Estiana menatap Laskar bingung. "Las' kamu bawa baju ganti?"
Laskar menggeleng. "Laskar pulang dulu deh tant. Ntar balik kesini jemput Vara."
Estiana mengangguk setuju. "Jangan lama-lama ya Las." peringatnya mengantar kepergian Laskar.
Laskar berbalik. "Kalau lama tante teriak aja."
"Lah iya mah. Kan rumah Laskar dekat." ucap Vara dibarengi dengan kekehan pelan.
***
Pukul 15.30
Dan disinilah mereka berempat. Dilantai pasir putih yang gak jauh dari Jakarta. Terutama gak jauh banget dari perumahan elit milik keluarga Maverick. Hanya menempuh kurang lebih satu jam perjalanan.
"Masyaallah cantik banget pantainya." kalimat pujian yang keluar terus menerus dari bibir Zea.
"Gue bahkan dah bosen banget kesini mbak."celetuk Vara melipat kedua tangannya didepan dada.
Zea menoleh menatap wajah sembab Vara yang masih sedikit ketara meskipun sudah ditutupi make up tipis. "Saya udah lama banget non gak lihat pantai. Terakhir kali entah dimana saya lupa."
Kalimat yang spontan membuat Vara menoleh padanya. "Lupa mbak?"
"Iya non lupa. Soalnya difoto itu saya masih kecil." ungkap Zea sedikit teriak karena suaranya terkalahkan oleh hembusan angin.
Vara mengangguk pelan. "Bisa lupa ya mbak. Gue inget terus malahan."
"Inget terus gak baik Ra. Yuk move on." celetuk Laskar yang berdiri disamping Vara. Berdiri berjajar.
Bruk
"Mau jadi setan kalian berdua." sungut Vandra menarik tangan Vara menjauh.
"Ze sini duduk." pinta Vandra menunjuk space yang ia kosongkan agar Zea duduk.
Vandra benar-benar mempersiapkan segala sesuatu dengan matang. Ditengah kesibukan nya dengan dunia perkantoran. Ia bahkan menyiapkan karpet dan keranjang yang berisi buah dan yang paling utama adalah kue ulang tahun.
Zea berjalan mendekat dan mendudukan pantat di atas karpet yang digelar Vandra. "Mas prepare banget ya." ucap Zea menyelipkan rambutnya yang bolak-balik berantakan tertiup angin.
Tahu jika Zea merasa sedikit risih, Vandra mengambil karet gelang dan langsung mengikatkan di rambut Zea. "Udah lebih baik kan." ucap Vandra tersenyum tipis.
"Ekhem!" dehem Vara dan Laskar bersamaan.
"Tenggorokan aku kayaknya kemasukan pasir deh Las." dalih Vara saat mendapat pelototan tajam dari Vandra.
Laskar mengangguk. "Sama Ra. Mana aku gak bawa duit mau beli minum." ucapnya mengelus lehernya.
Vandra menyentil telinga Laskar. "Minum air laut sama. Dijamin." ia berucap memberikan jempol.
"Dijamin apanya mas?" tanya Zea yang tak paham
Vandra berdiam sebentar saat fokus mereka tertuju padanya. "Di jamin modyarr!"