Maya, seorang wanita muda yang cantik dan sukses dalam karier, hidup dalam hubungan yang penuh dengan kecemburuan dan rasa curiga terhadap kekasihnya, Aldo. Sifat posesif Maya menyembunyikan rahasia gelap yang siap mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Kecemburuan Yang Kambuh Lagi
Beberapa bulan setelah perjalanan hiking mereka, Maya dan Aldo menikmati stabilitas yang baru dalam hubungan mereka. Meskipun masih ada tantangan, mereka berdua merasa lebih terhubung dan kuat bersama. Namun, tidak semua hari berjalan mulus.
Sabtu sore, Maya dan Aldo memutuskan untuk menghabiskan waktu di sebuah kafe favorit mereka. Kafe itu terkenal dengan kopi enak dan suasana yang nyaman dan tenang. Mereka duduk di meja dekat jendela, menikmati minuman mereka sambil mengobrol santai.
“Gimana proyekmu di kantor? Masih sibuk banget?” tanya Aldo sambil menyeruput kopi.
“Masih sibuk sih, tapi aku mulai bisa mengatur waktuku lebih baik. Terima kasih udah selalu dukung aku,” jawab Maya sambil tersenyum.
Pembicaraan mereka terganggu ketika seorang wanita, dengan penampilan menarik dan senyum lebar, menghampiri meja mereka. Wanita itu tampak mengenal Aldo dengan baik.
“Hey, Aldo! Udah lama banget kita nggak ketemu,” kata wanita itu dengan antusias.
Aldo tampak terkejut, tapi segera tersenyum. “Oh, Nia! Lama nggak ketemu. Apa kabar?”
Maya langsung merasa cemas. Ini adalah Nia, wanita dari masa lalu Aldo yang sering menjadi sumber kecemburuannya. Meskipun Aldo sudah meyakinkan Maya bahwa tidak ada apa-apa antara dia dan Nia, melihat mereka berbicara membuat hatinya gelisah.
“Aldo, Maya, apa kabar kalian?” tanya Nia dengan senyum lebar, tampak benar-benar senang melihat mereka berdua.
Maya mencoba tersenyum. “Hai, Nia. Kami baik-baik saja. Kamu sendiri gimana?”
Nia duduk di meja mereka dan mulai mengobrol dengan Aldo tentang kenangan lama. Maya merasa semakin tidak nyaman setiap kali Nia dan Aldo tertawa bersama atau mengenang masa lalu. Perasaan cemburu yang sudah lama tidak muncul kembali menguasai pikirannya.
“Maaf, aku harus ke toilet sebentar,” kata Maya tiba-tiba, merasa butuh waktu untuk menenangkan diri.
Di dalam toilet, Maya mencoba mengendalikan perasaannya. “Aku harus percaya pada Aldo. Dia sudah bilang tidak ada apa-apa antara mereka. Tapi kenapa ya rasanya susah banget?” pikirnya.
Ketika Maya kembali ke meja, Nia sudah pergi. Aldo menatap Maya dengan cemas. “Kamu baik-baik aja Maya?”
Maya mencoba tersenyum, tapi jelas terlihat dia tidak nyaman. “Iya, aku baik. Cuma butuh waktu sebentar.”
Aldo menggenggam tangan Maya. “Aku tahu kamu merasa cemburu. Tapi aku jamin, nggak ada apa-apa antara aku dan Nia. Dia cuma teman lama. Aku minta maaf kalau ini membuatmu tidak nyaman.”
Maya menarik napas dalam-dalam. “Aku tahu, Aldo. Aku berusaha percaya. Tapi kadang perasaan cemburu itu datang begitu saja.”
“Yuk kita pulang. Kita bisa ngobrol lebih tenang di rumah,” kata Aldo dengan lembut.
Di perjalanan pulang, Maya merasa bersalah karena cemburunya. Namun, dia juga tahu bahwa ini adalah bagian dari proses yang harus dia lalui untuk menjadi lebih percaya diri dalam hubungannya.
Setelah sampai di rumah, Aldo membuatkan teh untuk mereka berdua. Mereka duduk di ruang tamu, mencoba memahami perasaan satu sama lain.
“Maya, aku benar-benar minta maaf kalau kehadiran Nia tadi membuatmu merasa tidak nyaman. Aku tidak ingin ada rahasia atau ketidakjelasan di antara kita,” kata Aldo dengan serius.
“Aku tahu kamu jujur, Aldo. Tapi aku butuh waktu untuk benar-benar bisa percaya tanpa merasa cemburu setiap kali melihat kamu bicara dengan wanita lain,” jawab Maya sambil menatap Aldo.
“Kita akan hadapi ini bareng-bareng. Kalau kamu merasa cemburu atau tidak nyaman, bilang aja. Aku akan selalu ada untuk mendengarkan dan membantu,” kata Aldo.
Maya merasa sedikit lebih tenang. “Terima kasih, Aldo. Aku akan terus berusaha untuk lebih percaya pada kita. Aku tahu ini nggak mudah, tapi aku yakin kita bisa melewatinya.”
Namun, pada hari Senin, saat Maya sedang bekerja di kantornya, rasa cemburu kembali menghantuinya. Pikiran tentang pertemuan Aldo dan Nia terus berputar di kepalanya, membuatnya sulit berkonsentrasi.
“Kenapa ini harus terjadi lagi? Aku sudah berusaha keras untuk percaya pada Aldo,” gumam Maya sambil mengetik email di komputernya.
Sore harinya, saat Maya pulang, Aldo menyadari ada yang salah. “Kamu kelihatan lelah, ada yang mau kamu bicarakan?” tanyanya dengan perhatian.
Maya menarik napas panjang. “Aku masih nggak bisa berhenti mikirin Nia. Aku tahu ini konyol, tapi rasanya sulit banget buat aku ngilangin perasaan ini.”
Aldo mendekat dan menggenggam tangan Maya. “Aku ngerti, Maya. Dan aku di sini buat kamu. Kita akan hadapi ini bersama, dan aku akan selalu ada untuk meyakinkan kamu bahwa kamu adalah satu-satunya untukku.”
Maya menatap Aldo dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih, Aldo. Aku benar-benar ingin kita bisa melewati ini.”
Keesokan harinya, Maya kembali ke rutinitas kantornya dengan perasaan campur aduk. Meski Aldo telah memberikan jaminan, bayangan Nia masih menghantui pikirannya. Setiap kali Maya mencoba fokus pada pekerjaan, wajah Nia muncul dalam pikirannya, membuatnya sulit berkonsentrasi.
Maya duduk di mejanya, menghadap layar komputer yang penuh dengan dokumen. Namun, dia merasa matanya sulit untuk tetap fokus. Setiap notifikasi email atau pesan di ponsel membuatnya semakin cemas.
“Kenapa aku harus merasakan ini lagi?” gumam Maya sambil memijat pelipisnya.
Rekan kerjanya, Sinta, yang duduk di sebelahnya, memperhatikan ekspresi Maya. “Maya, kamu kelihatan tidak enak. Ada masalah?”
Maya memaksakan senyum. “Oh, nggak kok. Cuma sedikit stres.”
“Kalau kamu butuh bantuan atau mau ngomong, aku ada di sini,” kata Sinta dengan penuh perhatian.
Maya mengangguk, tapi pikirannya terus-menerus kembali pada kejadian kemarin. Dia memutuskan untuk menelepon Aldo di tengah hari.
“Aldo, bisa kita bicara sebentar?” tanya Maya saat telepon tersambung.
“Tentu, ada apa?” jawab Aldo.
“Aku masih merasa cemburu dengan Nia. Ini benar-benar mengganggu konsentrasiku,” ujar Maya dengan suara yang sedikit bergetar.
“Aku ngerti, Maya. Aku minta maaf kalau ini bikin kamu merasa nggak nyaman. Aku akan bicara sama Nia lagi, kalau itu bisa membantu,” kata Aldo dengan suara lembut.
“Terima kasih, Aldo. Aku cuma butuh keyakinan lebih,” jawab Maya.
Setelah menelepon Aldo, Maya merasa sedikit lebih baik. Namun, perasaan cemburu masih membayangi hari-harinya. Dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan, tetapi rasa cemburu terus mengganggu pikiran dan produktivitasnya.
Malamnya, Maya dan Aldo bertemu di rumah dengan suasana hati yang sedikit lebih ringan. Aldo menggenggam tangan Maya saat mereka duduk di sofa, dan mereka mulai berbicara tentang perasaan masing-masing.
“Aku tahu, Aldo. Dan aku sangat menghargai itu. Aku hanya perlu waktu untuk mengatasi kecemasanku,” jawab Maya.
Mereka menghabiskan malam dengan berbicara lebih dalam dan saling mendukung. Meskipun perjalanan mereka penuh dengan tantangan, Maya dan Aldo berusaha keras untuk menjaga hubungan mereka tetap kuat dan penuh cinta.
siapa sebenarnya satria ??
siapa pendukung satria??
klo konseling dg psikolog g mempan, coba dekat diri dg Tuhan. setiap kekhawatiran muncul, mendekatlah dg sang pencipta. semoga dg begitu pikiran kalian bisa lebih tenang. terutama tuk Maya. berawal dr Maya & kini menular ke Aldo