Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode dua belas.
Pelayan menata makanan diatas meja, kemudian merekapun pergi setelahnya. Garren bertepuk tangan tiga kali.
Keluarlah tiga orang pemain biola yang sudah disewa oleh Garren melalui manager restoran ini.
Septy merasa tersentuh dengan perlakuan Garren malam ini. Seolah melupakan semua sikap Garren padanya dalam satu minggu ini.
"Aku tidak boleh luluh begitu saja, aku akan kerjain dia. Siapa suruh semena-mena pada istri," gumam Septy.
"Ayo makan!" Garren memotong daging yang ada di piring Septy. Lalu menyerahkan nya kembali kepada Septy.
"Terima kasih," ucapnya lembut. Garren tersenyum, senyuman mahal yang jarang ia pamerkan.
"Bolehkah kita mulai dari awal? Aku minta maaf atas sikapku selama ini padamu."
Septy menatap Garren dalam-dalam, seketika ia tersenyum. Dan senyuman Septy menular ke Garren.
"Maaf Mas, bukankah kita akan bercerai. Lepaskan aku Mas, biarkan aku mencari kebahagiaan ku sendiri."
"Tidak! Aku bisa batalkan perceraian kita." tanpa sadar suara Garren yang tadinya lembut, naik beberapa oktaf karena tidak terima Septy minta di lepaskan.
Septy kembali tersenyum. "Bukannya Mas sudah punya tunangan? Bahkan tunangan Mas dengan terang-terangan membully aku di perusahaan."
"Aku tidak pernah bertunangan, dia yang mengaku-ngaku."
"Berarti Mas kurang tegas, harusnya Mas tegaskan. Jangan hanya sama aku saja Mas tegas."
Garren terdiam, apa yang dikatakan Septy ada benarnya. Dan Garren akan segera mengklarifikasi masalah ini agar tidak semakin memburuk.
Garren pikir, dengan mendiamkan masalah ini tidak akan menjadi seperti ini. Tapi ternyata dugaannya salah.
Semakin dibiarkan, Amara semakin ngelunjak. Dan Garren akan mengambil tindakan tegas.
"Benar Carlos bilang, masalah sekecil apapun jika dibiarkan akan membesar," batin Garren.
Ya, Carlos pernah berpesan, namun Garren yang pada dasarnya keras kepala menganggap masalah kecil tidak akan terjadi apa-apa.
Sekarang ia merasakan efek dari perkataan Carlos itu. Garren pun manggut-manggut mengerti, ternyata kecerdasan dalam menyikapi sesuatu masih dikalahkan oleh seorang anak kecil.
Garren kembali sadar, jika kedewasaan seseorang bukan terletak pada umur saja. Namun cara pikirnya dan pola bicaranya.
"Mas, mengapa melamun? Jika tidak bisa menyelesaikan Amara, biar aku saja dengan caraku sendiri."
"Lakukanlah, kamu itu istriku dan jangan mau ditindas."
Septy tersenyum. "Istri? Kemarin-kemarin kemana saja? Sampai mengajukan perceraian. Padahal baru beberapa jam setelah menikah," batin Septy.
Setelah selesai makan, Septy bangkit lebih dulu dan langsung berjalan hendak turun dari situ.
Namun Garren segera mencegahnya dan menarik tangannya dengan pelan. "Aku ingin bicara."
Septy berbalik, Garren segera memeluknya. Septy terdiam mematung tanpa membalas pelukan dari Garren.
"Mas, lepaskan. Jangan seperti ini."
"Biarkan saja dulu, aku ingin kita ...."
"Kita sudah bercerai Mas, secara hukum negara kita memang suami istri, tapi secara hukum agama kita bukan lagi. Tapi aku akan tetap menghormati mu Mas, tapi jangan begini."
Garren melepaskan pelukannya dan memegang kedua pundak Septy. "Mengapa begitu?"
"Karena Mas sudah mengucapkan kata cerai. Secara tidak langsung Mas sudah menceraikan aku."
Garren tergamam mendengar penuturan Septy. Ia berpikir keras, padahal ia cuma mengajak Septy untuk cerai. Dan semua masih dalam proses.
"Makanya Mas, kata cerai tidak bisa berbuat main-main."
"Jadi?"
"Hanya dua cara, menikah lagi atau lepaskan aku setelah tiba waktu yang ditetapkan."
Garren menggeleng kuat, ia sudah mulai ada rasa dengan Septy. Dan ia akan mempertahankan nya seperti yang dikatakan oleh Gavesha padanya.
Kata-kata Gavesha terngiang-ngiang ditelinga Garren. Jadi Garren akan melanjutkan pernikahan mereka.
"Kita akan menikah lagi," kata Garren.
"Lebih baik pisah saja Mas, aku tidak sanggup menghadapi sikap Mas yang seperti itu. Aku dirumah terasa tinggal di daerah kutub."
Garren terdiam, ia kehabisan kata-kata. Garren tidak menyangka jika istrinya lebih bijak dalam berbicara.
"Aku menyukaimu, percayalah. Dan aku akan memperlakukan mu dengan baik."
"Kita pulang yuk Mas, aku sudah capek."
Septy berjalan lebih dulu, Garren mengejar dan menggandeng tangan Septy. Manager restoran sengaja menunggu mereka di dekat pintu keluar.
Manager restoran memberi hormat kepada Garren dan Septy saat keduanya keluar dari restoran tersebut.
Garren membukakan pintu mobil untuk Septy, Septy mengucapkan terima kasih. Perubahan Garren jauh berbeda dari sebelumnya.
Septy tersenyum melihat perubahan itu. Tapi ini belum cukup, sekarang Septy yang akan bersikap dingin padanya.
Jika Garren benar-benar serius berubah, Septy pasti akan menerima dengan senang hati.
Garren menjalankan mobilnya perlahan keluar dari tempat parkir. Kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Dalam perjalanan, tidak ada satupun yang berbicara. Septy hanya memandang lurus ke depan.
Sementara Garren sesekali menoleh ke Septy yang sepertinya tidak ada reaksi apa-apa. Seperti patung yang kaku dan tidak bisa bergerak sendiri.
"Mengapa dia berubah? Disaat aku sudah mulai menyukainya, giliran dia yang berubah," batin Garren.
Garren menghela nafas, ia sadar jika sikapnya selama ini kurang baik terhadap Septy. Dingin, judes dan sebagainya.
Hanya saja Garren tidak menggunakan kata-kata kasar dan kekerasan dalam rumah tangga.
Tapi sikap dinginnya mampu membekukan hati seorang wanita. Garren akhirnya menyadari itu.
"Apa kamu sekecewa itu padaku, Septy?" batin Garren.
Akhirnya merekapun tiba di rumah. "Besok kita berangkat bareng," kata Garren.
"Tidak perlu Mas, aku tidak ingin mereka menganggap aku mu*ahan."
Garren terdiam, ia hendak membukakan pintu mobil untuk Septy, namun Septy sudah keluar terlebih dahulu.
Septy berjalan cepat menaiki tangga dan langsung masuk kedalam kamarnya. sementara Garren juga langsung kekamarnya.
Tidak berapa lama pintu kamar Septy diketuk, ternyata Garren mengajak Septy untuk sholat berjamaah.
Kali ini Garren yang harus berjuang untuk meluluhkan hati Septy. Karena Garren mulai menyadari perubahan dari Septy.
Setelah beberapa hari tinggal bersama, Garren sedikit sebanyak mengetahui sikap Septy. Dan sekarang perubahan Septy pun jelas terasa baginya.
"Sholat yuk, kita belum sholat isya," ajak Garren dengan nada lembut.
Septy mengangguk sebagai jawaban, kemudian ia mengikuti Garren ke kamar Garren.
Septy tidak bicara sepatah kata pun, ini bukanlah sifat Septy yang sesungguhnya. Namun ia harus bisa demi untuk memberi pelajaran pada Garren.
Setelah selesai sholat, Septy mencium tangan suaminya. Septy terkejut saat Garren mencium keningnya.
Karena itu tidak pernah Garren lakukan selama mereka menikah. Tapi sekarang malah Garren lebih berani.
Septy segera keluar dari kamar Garren. Sementara Garren tersenyum akan tindakan nya ini.
"Aku yang akan meluluhkan hatimu, Septy. Aku akan singkirkan siapapun pria yang mencoba mendekatimu," batin Garren.
Septy kembali kekamarnya dan mengganti pakaian dengan baju tidur tipis. Ada beberapa jenis baju tidur yang ia beli waktu itu di mall.
Jadi Septy harus mencobanya semuanya. Bahan kain tersebut bukan kain sembarangan, itu sebabnya harganya sangat mahal.