Semua yang masih bersama memang pasti seakan tiada artinya. Penyesalan akan terasakan ketika apa yang biasa bersama sudah HILANG.
Andrian menyesali segala perbuatannya yang sudah menyiksa Lasya, istrinya. Sampai akhir dia di sadarkan, jika penyelamat dia saat kecelakaan adalah Lasya bukan Bianka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyoralina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
••
Mama Frida dengan wajah masam mengipas-ngipasi wajahnya sendiri. Perasaannya hari ini sangat kesal. Hari ini dia harus merelakan putra kesayangannya menikah dengan wanita yang sama sekali tidak tau bibit bebet dan bobotnya. Sungguh ini adalah kesalahn terbesar suaminya.
" Sampai jam segini belum datang juga! Niat nikah nggak sih sebenarnya." Omel mama Frida. Sengaja mengatakan ini agar suaminya itu sadar.
" Andrian sudah menelponnya. Sebentar lagi dia pasti juga akan sampai." Balas papa Hendrik. Dia dengan tenang setia duduk di sana menanti kehadiran calon menantunya, sekaligus putri dari sahabatnya.
" Di hari yang penting saja dia telat. Sama sekali tidak ada bagusnya." Oceh Mama Frida dengan memutar memutar bola matanya malas.
" Lebih baik kamu diam. Jangan mengomel terus."
" Papa!" Mama Frida menatap suaminya kesal. Suaranya memekik.
" Pelankan suaramu. Apa kamu mau kehilangan wibawamu? Dasar!" Helaan napas kasar terdengar. Papa Hendrik sepertinya lelah dengan sikap wanita yang menyandang status sebagai istrinya ini.
Kekesalan mama Frida semakin menjadi. Dia menghentakkan kakinya kesal. Bersungut memalingkan wajah dari hadapan suaminya.
Berita kedatangan pengantin wanita akhirnya terdengar. Senyuman di wajah papa Hendrik seketika mereka. Dia menatap arah luar, tersenyum bahagia melihat calon mantunnya yang sangat cantik.
Dengan rasa gugup, Lasya melangkah dengan di temani sang ayah menuju altar. Netranya bergerak, melihat para tamu undangan yang melihat ke arahnya juga.
Dia memberanikan diri melihat lurus. Di saat itulah senyumannya semakin mengembang. Suaminya, berdiri di sana dengan penuh wibawa.
' Dia.. dia bukankah teman sekolah ku dulu?' Di sela jalannya, Lasya masih sempat-sempatnya mengingat.
Berkat ingatannya yang tajam, dia bisa mengingat jika suaminya itu adalah pria yang menjadi idaman para siswi-siswi dulu.
Senyum di wajah Lasya pun mengembang dengan ceria. Keyakinannya akan pilihan papa-nya terbukti sudah.
Namun berbeda dengan ekspresi Lasya. Andrian wajahnya hanya dingin dengan tatapan yang kejam. Siapapun yang melihat bisa tau, jika pernikahan ini sangat di tidak di sukai oleh mempelai pria.
Satu persatu acara berlangsung dengan lancar. Pada pertama kali inilah ciuman pertama Lasya akhirnya berhasil di ambil oleh pria yang mulai pada hari ini menjadi suaminya.
••
Dengan perasaan berdebar, Lasya duduk diam di samping Andrian. Dia terus menunduk dengan bibir yang ia gerak-gerakkan.
Ekor matanya selalu mencuri-curi pandang ke arah Andrian.
' Aku benar-benar tidak menyangka, jika suamiku adalah idol sekolah.' Gumam bahagia Lasya dalam hatinya.
Mobil terus melaju dengan mulus, hingga tanpa terasa mereka sudah sampai di sebuah rumah besar yang dari luar warnanya hampir dominan dark.
Lasya menatap sekilas bangunan di depannya ini. Hingga terdengar suaminya keluar dari mobil.
Semakin berdegub jantung Lasya, dia bersiap-siap mengangkat gaunnya. Menyiapkan senyum termanisnya saat suaminya nanti membukakan pintu untuknya.
Ceklek...
" Teri..." ucapan terimakasih Lasya menggantung. Yang dia kira salah! Yang membukakan pintu ini bukanlah Andrian, Melainkan sang sopir.
Lasya mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Andrian yang sudah tidak terlihat.
" Dimana Andrian?" Tanya Lasya.
" Oh tuan sudah masuk ke dalam." Jawab sopir.
Sungguh di luar ekspetasinya. Jangankan membukakan pintu, ternyata Andrian juga tidak menunggunya sama sekali.
Sungguh mau bagaimana lagi? Lasya memilih menghela napas saja dan melangkah masuk menyusul suaminya.
Di dalam, Suasana sangat sepi. Seolah rumah ini tidak sedang berpenghuni. Lasya celingukan berpikir akan ke arah mana dia berjalan.
Rumah berlantai dua, membuatnya semakin bingung.
' Kemana ya? Apa aku ke atas saja.'
Sesaat dia ragu. Tapi akhirnya dia memberanikan diri melangkah menuju lantai dua.
Tidak dia sangka, ternyata lantai dua ini memiliki beberapa kamar. Membuat Lasya mendesah frustasi.
Lagi-lagi dia harus menjajaki satu persatu. Mencari di mana kamar dia dan Andrian.
' Apa yang ini ya?' Tangannya sebenarnya ragu. Tapi akhirnya dia membuka satu persatu pintunya.
" Argh.. maaf." Dengan cepat Lasya menutup matanya dengan kedua tangannya.
Andrian yang tidak memakai baju memilih acuh. Dengan santainya dia melepaskan berjalan ke sisi kamar mandi dengan keadaan badan yang memperlihatkan bentuk kekarnya.
Lasya sedikit demi sedikit membuka celah diantara jari-jemarinya.
' Dimana dia?'
' Apa dia keluar? Tapi tidak mungkin. Aku masih ada di sini. Kalau dia keluar dia pasti menabrakku. Berarti.... dia ke kamar mandi.'
Lasya akhirnya bernapas lega. Dia tersenyum tipis. Netranya menatap sekelilingnya. Kamar yang tercium maskulin, nuansa abu-abu gelap memenuhi warna di ruangan ini.
Lasya menatapnya sembari mendudukkan diri di ranjang.
' Pilihan warnanya sangat bagus. Sangat cocok dengannya yang maskulin.' Batin Lasya. Tangannya mengusap kasur yang akan menjadi tempat nya dan Andrian.
Suara gemericik air di kamar mandi terdengar sangat jelas. Lasya yang mendengarnya dengan santai berjalan mendekat ke arah pintu.
' Dia sedang mandi ternyata. Sepertinya tidak masalah aku berganti baju! Lagian baju ini sangat tidak nyaman.'
Lasya berjalan menuju walk in closet. Kata papa-nya segala perlengkapannya sudah di bawa kesini.
Dan benar saja, ternyata di dalam nakas ini segala perlengkapannya sudah tertata dengan sangat rapi.
" Papa sangat perhatian denganku." Desisnya lirih sembari menatap dalam nakas.
••
Sudah hampir setengah jam lamanya. Andrian masih saja terus mengguyur tubuhnya. Tak seperti penganti baru biasanya. Andrian malah memilih mengacuhkan istrinya dan berdiam diri di bawah guyuran air dingin.
Matanya terpejam, wajahnya menunduk menikmati suasana dingin yang meredam emosi di hatinya.
Sejak pernikahan di sah-kan. Emosi terus meluap-luap. Tangannya terasa gatala ingin menghajar hingga babak belur seseorang.
Lelah berada di guyuran air. Dia menarik handuk dan melilitkan di pinggangnya. Berjalan keluar dari sana dengan sangat santainya.
Ceklek..
Pintu di buka. Terlihat Lasya yang duduk di kasur dengan pakaian piyama-nya terkejut saat melihat Andrian keluar. Wajahnya tertunduk, namun Andrian tidak perduli. Dia memilih berjalan cepat menuju walk in closet, mengambil pakaiannya dan mendekat ke arah ranjang.
Jantung Lasya berdetak seperti genderang. Dia gugup bukan main saat Andrian berada di sisi ranjang juga.
" Emmm.." Lasya ingin mengatakan sesuatu. Tapi niatannya tertunda saat melihat Andrian mengambil bantal dan selimut.
' Mau kemana dia?' Pikir Lasya.
Setelah di perhatikan, ternyata Andrian tidur di sofa. Sungguh perih hati Lasya. Dia tidak mengira kalau suaminya akan berpisah ranjang dengannya.
' Kenapa dia memilih tidur di sana? Apa dia jijik karena aku belum mandi?'
Lasya menunduk, sedikit mengendus tubuhnya.
' Aku rasa mungkin iya! Lebih baik aku mandi.' Lasya beranjak bangun.
" Emm aku.. aku mandi dulu ya." Lasya mencoba memulai obrolan dengan Andrian. Tapi Andrian sama sekali tidak memberikan jawaban. Dia terlihat dengan santai memejamkan mata seolah-olah menunjukkan jika dia memang sedang tidur.
Lasya menipiskan bibirnya. Dia memilih menuju kamar mandi begitu saja.
Andrian membuka matanya seperginya Lasya. Dia menatap dingin langit-langit kamar. Sama sekali tidak ada ekspresi senang di sana.