Di hancurkan berkeping-keping oleh suaminya dan juga ibu mertuanya, kehidupan Laras sangat hancur. selain harus kehilangan anak keduanya, Laras di serang berbagai ujian kehidupan lainnya. Putranya harus di rawat di rumah sakit besar, suami mendua, bahkan melakukan zina di rumah peninggalan orantuanya.
Uluran tangan pria tulus dengan seribu kebaikannya, membawa Laras bangkit dan menunjukkan bahwa dirinya mampu beejaya tanpa harus mengemis pada siapapun. Akan dia balaskan semua rasa sakitnya, dan akan dia tunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Sehebat apa luka yang Laras terima? apakah dia benar-benar membalaskan rasa sakitnya?
Yuk simak terus ceritanya sampai habis ya 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jual Beli
Di tempat lain. Dokter yang di panggil oleh Mbok Wati sudah sampai di kediaman Laras, saat ini Laras tengah merintih kesakitan sebab luka di punggungnya tengah di olesi obat luka.
"Sshh, pelan-pelan atuh, Dok." Protes Laras.
"Tahan sedikit ya, Bu. Lukanya hampir membiru, jadi wajar saja jika sakitnya agak luar biasa." Ucap Dokter Agnia.
"Pantesan aja perih banget, dasar mak lampir level iblis." Gerutu Laras.
Laras sampai mengeluarkan air matanya tak kuasa menahan perihnya lagi, sepulang dari kediaman Tuti ia masih bisa menahannya, nyaris tidak memperdulikannya. Apalagi Langit yang membuatnya khawatir sampai ia harus mendatangi rumah sakit, saat di perjalanan pulang barulah lukanya berdenyut nyeri.
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" Tanya Kiara yang baru saja menidurkan Langit.
"Tidak ada yang perlu di khawatirkan, Bu. Tadi saya sudah mengoleskan salep, jangan lupa di kompres juga agar memarnya memudar. Saya juga sudah mencatat obat yang harus di minum, nanti Ibu tinggal tebus di apotik ya." Dokter Agnia memberikan selembar kertas pada Kiara, disana tertulis obat-obatan yang harus di tebus.
Kiara menganggukkan kepalanya, Dokter Agnia pun membereskan peralatan medisnya, dia bangkit dan berpamitan pada Kiara dan juga Laras karena tugasnya sudah selesai.
Keesokan harinya.
Jefri melihat rekaman cctv di rumahnya, matanya membulat kala ia melihat darah dagingnya di ikat diatas kursi, tak hanya itu Langit juga beberapa kali di bentak, di cubit dan juga di pukul. Sejahatnya seorang Ayah, ia akan tetap mengakui dan tidak terima jika anaknya di sakiti oleh orang lain, meskipun dia juga terkadang melakukan hal yang sama. Disana juga Jefri melihat Tuti mencambuk Laras menggunakan ikat pinggangnya, anehnya Laras tak gentar atau memberontak malah fokus melepaskan ikatan tali yang melilit tubuh Langit.
"Sialan! Pantesan aja Papa emosi, lagian ngapain juga sih Ibu sama Dania ngelakuin itu semua. Gimana keadaan Langit sekarang ya?" Perasaan Jefri berkecamuk, dia merasa khawatir pada Langit tetapi ia segera menepis perasaan itu semua.
"Mending berangkat kerja aja dulu, biar lebih jelasnya tanya sama Ibu." Gumam Jefri.
Jefri pun bersiap-siap seperti biasanya, dia keliar daei kamarnya dan sarapan terlebih dahulu. Selesai sarapan, Jefri mencari kunci mobil yang jarang di pakai, lebih tepatnya mobil yang ia beli lebih mahal daripada mobil yang sering dia pakai.
"Bi, lihat kunci mobil gak?" Tanya Jefri.
"Kunci mobil yang mana, Den?" Tanya balik Bi Sutinah.
"Kunci mobil yang warna merah," Jawab Jefri.
"Setahu Bibi, kunci mobil yang itu kemarin di beresin sama ibu. Mungkin Ibu yang nyimpen, Den." Ucap Bi Sutinah.
Jefri melihat jam di pergelangan tangannya, waktu semakin cepat berlalu dan sepertinya tidak akan cukup jika dia harus mencari kunci mobil yang ia maksud.
"Haish, menyebalkan." Gerutu Jefri.
Melihat Jefri pergi, Bi Sutinah menghela nafas lega.
"Waktunya laporan." Ucap Bi Sutinah tersenyum.
Bi Sutinah menelpon seseorang di sebrang sana, terdengar jawaban dari sebrang yang mana membuat Bi Sutinah berbinar dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tepat pukul 10 pagi, seseorang datang menuju kediaman Tuti. Bi Sutinah langsung menyambut kedatangannya, dia mengajak seorang pria menuju garasi mobil.
"Ini mobilnya tuan, masih bagus dan jarang di pakai." Ucap Bi Sutinah.
"Surat-suratnya ada kan?" Tanyanya.
"Ada, kalau uangnya sudah ada baru saya kasih surat-suratnya tuan." Jawab Bi Sutinah.
Bi Sutinah bekerja sama dengan Bayu, dia yang akan melakukan transaksi jual beli mobil milik Jefri. Saat pergi ke rumah sakit kemarin, Bayu mengambil kunci mobil yang di bawa oleh Laras. Selebihnya lagi ia akan melancarkan aksinya dengan rapih, bukan hanya Bi Sutinah saja yang ia ajak kerjasama, melainkan pengaja rumah dan juga Pak Rt.
Selesai melihat-lihat kondisi mobil yang memang masih bagus, tidak ada cacat ataupun goresan, mobilnya juga terawat membuat pembeli langsung jatuh hati.
"Ini uangnya, sesuai perjanjian tanpa adanya penawaran lagi." Pembeli itu memberikan sejumlah uang yang nilainya fantastis, dia membungkusnya dengan tas berukuran besar.
"Sebentar ya, saya ambil surat-suratnya dulu." Ucap Bi Sutinah menerima uang yang do berikan oleh pembeli, dia berjalan masuk kedalam rumah sambil menenteng tasnya.
Terlihat Bu Sutinah sedikit berlari, dia kembali menghampiri pembeli dan juga memberikan kunci mobil beserta surat-suratnya. Bi Sutinah berjabat tangan dengan pembeli, dia sangat senang karena nantinya mendapat komisi berkali-kali lipat dari Bayu.
Penjaga rumah membuka pagar dengan lebar saat pembeli membawa mobil Jefri.
*
*
Di Tempat lain. Bayu memberitahukan pada adiknya apa yang di lakukannya, Laras tersenyum lebar karena satu persatu balasan yang harus mantan suaminya terima sudah mulai berjalan. Enak saja dia bisa membeli mobil, barang-barang mahal yang melekat di tubuhnya dan menyengsarakan Laras yang saat itu masih istrinya, mengingatnya saja membuat hati Laras teriris.
"Untuk penjualan rumahnya bagaimana?" Tanya Bayu.
"Aku belum tahu, nanti aku tanya sama Mas Aiman. Papa Daryono juga setuju biar hasilnya dia pegang, suatu hari nanti juga mantan mertuaku satunya lagi pasti datang dan memohon setelah semuanya hilang. Mbak Desi bilang kalau ibunya tidak akan sadar selama ia punya hartanya, jadi biar mbak Desi yang urus kelanjutannya. " Jawab Laras.
"Kalau bisa sih hari ini, sebelum si Jefri pulang dari kerjanya. Kalo dia sadar mobilnya di jual pasti ngamuk, katanya mobil itu mobil impiannya, bisa-bisa pembantunya habis sama dia." Ucap Bayu.
Laras menganggukkan kepalanya, dia menghubungi Aiman dan menanyakan bagaimana hasilnya. Seakan keberuntungan ada pada Laras, orang yang akan membeli rumahnya sudah dapat, mereka pun merencanakan pertemuan setelah Dzuhur nanti.
"Alhamdulillah, Kak. Ada yang mau beli, katanya kalo dia sreg mau bayar saat itu juga." Ucap Laras senang, bagaimana ia tidak senang? Satu persatu rasa sakitnya sudah terbalaskan.
"Alhamdulillah, syukurlah." Ucap Bayu.
"Kalau mau pergi, pergi saja. Biar Langit Kakak yang jaga, lebih cepat lebih baik." Ucap Kiara seraya menggenggam jemari Laras.
Laras menatap Kiara melemparkan senyuman, dia sangat amat bersyukur karena masih ada kakak dan juga iparnya yang sayang padanya.
Rumah itu atas nama Daryono, Laras maupun Bayu sudah membicarakannya dengan Daryono secara langsung pun dengan Desi. Mereka meminta bantuan Laras untuk menjual rumah itu sebagai salah satu cara untuk membuat Tuti jera dengan keserakahannya, untuk mobil pun Laras memiliki hak karena uang hasil yang di beli pun ada hak Langit. Laras tidak akan mengambil sepeserpun uang itu, dia akan menyimpannya untuk keperluan Langut pula.
*
*
Seorang wanita tengah duduk menyilangkan kakinya, mulutnya mengeluarkan asap yang berasal dari benda yang di pegangnya. Satu gelas kecil yang berisi minuman beralkohol habis di tenggaknya.
"Cara apalagi yang harus aku gunakan, padahal aku sudah membunuhnya. orangnya sudah mati, tapi dia masih menjadi penghalang pula." Gumamnya.
Permainannya sangat rapih, tidak ada yang mengetahui perbuatannya, sebab ia selalu memainkan dramanya dengan sempurna.
"Baiklah, kita lihat sejauh mana kau menghindar." Kepulan asap menghalangi wajah cantiknya, dia bangkit dari duduknya mengambil sebuah buku dan juga pena.
Entah apa yang di tulisnya, wajahnya nampak berseri dengan tawa jahatnya yang begitu nyaring.