Berangkat dari cinta manis di SMA, Daris dan Felicia duduk bersanding di pelaminan.
Perkawinan mereka hanya seumur jagung. Felicia merasa tertipu dengan status sosial Daris. Padahal Daris tidak pernah menipunya.
Dapatkah cinta mengalahkan kasta, sementara berbagai peristiwa menggiring mereka untuk menghapus jejak masa lalu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon grandpa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan Seperti Kampung Rambutan
Daris menaruh travel bag dan dus berisi buku di atas bak colt pick up yang parkir di mulut gang.
Pagi ini Daris mau mengantar adiknya praktek di pelosok.
"Periksa lagi. Ada yang ketinggalan tidak? Ngantarnya jauh nanti."
Rania memeriksa tas daypack berisi laptop, modem, flash disk, kamera digital, dan peralatan lainnya.
"Komplit," ujarnya.
"Cosmetic pouch?"
"Itu prioritas bagi cewek."
"Credit card, uang tunai?"
"Yang pertama masuk dompet. Biar aku tidak tahu kartu kredit berguna apa tidak."
"Jauh banget apa dari kota?"
"Bukan pelosok namanya kalau dekat ke kota."
"Nah, yang ini pasti ketinggalan."
"Apaan?"
"Pacar."
"Belum kepikiran!"
Kemudian Rania pamit pada ibunya yang berdiri di depan gang, "Aku pergi dulu ya, Bu."
"Jaga dirimu baik-baik," pesan ibunya. "Cari pondokan di dekat rumah Pak RT. Gampang minta bantuan kalau ada apa-apa."
"Ya, Bu." Rania cium tangan dan cipika cipiki. "Ibu juga jaga kesehatan."
Rania masuk ke mobil dan duduk di samping kakaknya yang mengemudi.
"Aku menginap untuk cari pondokan," kata Daris pada ibunya. "Cukup Alvian yang jualan. Ia sudah tahu semuanya. Ibu di rumah saja."
Alvian lagi libur semester. Jadi Daris leluasa untuk mengurus Rania. Ia belum sempat survei karena pemberitahuan tentang perubahan lokasi praktek sangat mendadak.
"Kamu nggak nanya kenapa ada perubahan lokasi?" tanya Daris sambil menjalankan colt cukup kencang di keramaian lalu lintas.
"Boro-boro," sahut Rania. "Baru buka mulut saja, dokter Hilman sudah memasang muka perang."
"Dokter Hilman?" Alis Daris meninggi sebelah. "Hilman Saputra?"
"Kakak kenal?"
"Yang wajahnya kayak Kim So Hyun?"
"Itu sih istri kakak, mirip banget, kayak sosis dipotong dua."
Daris meralat, "Kim Soo Hyun."
"Tadi ngucapnya gak gitu."
"Keseleo lidah adalah biasa, lidahku bukan lidah Korea."
"Mirip apanya? Jauh banget kali."
"Model rambutnya. Ia disebut cowok RP, rambut preppy, dari kelas satu sampai tiga SMA modelnya tidak berubah."
"Sekarang masih, berarti benar itu, biasa dipanggil dokter RP, aku kira artinya dokter rupiah, matre, ternyata rambut preppy."
"Kenapa dibilang dokter matre?"
"Prinsipnya teguh banget, tidak tergoda tahta dan cinta."
"Apaan prinsipnya?"
"Tidak ada uang anda terbuang. Betul juga sih. Kalau tak ada duit, sepintar apa ditendang dari kampus."
"Jangan-jangan perubahan lokasi koas gara-gara duit. Kamu ngasih kedipan doang."
"Emangnya aku cewek apaan?"
"Cewek seanggun bidadari."
"Itu sih Kak Felicia! Kakak kangen ya sudah tiga hari gak ketemu? Disebut-sebut terus!"
Wajah dan model rambut Rania cenderung feminim, tapi penampilan dan perilaku rada tomboy.
"Kamu tidak merasa wajahmu mirip Nancy Momoland?" toleh Daris sekilas.
"Makasih, kakak ganteng," sahut Rania seraya menjembel pipinya dengan gemas. "Suami siapa sih baik banget?"
Colt masuk jalan tol, dan meluncur dengan kencang.
"Siapa saja yang koas di pelosok?"
"Sendiri."
"Sendiri?" Daris terkejut. "Kok aneh?"
"Yang penting asal jangan praktek di kamar mayat. Mereka bangun gimana? Jadi dokter ngesot deh aku!"
Biasanya koas dilakukan di rumah sakit, jarang sekali di Puskesmas, di pelosok pula.
"Mestinya kamu mengajukan keberatan," kata Daris. "Teman-temanmu pasti tidak ada yang koas di pelosok, mereka pasti mengupayakan di rumah sakit kota. Jadi tidak repot."
"Aku justru senang koas di pelosok, sekalian internship nanti. Menurut kabar, magang di pelosok cepat dapat ijin praktek."
"Kamu tahu sendiri jaman now banyak beredar kabar burung. Nyatanya kamu sudah dapat di rumah sakit dekat rumah, tiba-tiba pindah ke kampung. Mending dokter penanggung jawabnya baik hati dan tidak sombong, juga rajin menabung. Kalau play boy, bagaimana?"
"Kepala Puskesmasnya perempuan."
"Nah, dokter perempuan bisa saja ngiri karena kalah cantik. Terus kamu dikasih pasien botuna."
"Jangan nething deh. Tugasku adalah membantu dokter Puskesmas menangani pasien dengan berbagai karakter."
"Termasuk botuna kan?"
"Maling pun. Jadi stop bahas itu."
"Aku itu kuatir sama kamu."
"Berhenti mengkuatirkan aku. Aku ini sudah gede."
"Karena sudah gede, aku kuatir."
Rania tiba-tiba berseru, "Eh, itu kayak mobil Kak Felicia!"
Tampak sebuah sedan mewah parkir di bahu jalan. Sopir membuka kap kabin dan memeriksa mesin.
"Salah lihat kamu," kata Daris.
"Salah lihat apa?" bantah Rania. "Nah, itu Kak Felicia turun! Berhenti, Kak! Kayaknya mobil Kak Felicia mogok!"
Daris terpaksa melambatkan laju pick up dan berhenti di depan sedan mewah itu. Sesaat ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.
"Kok bengong?" tegur Rania heran. "Cepetan bantu sana!"
Malas-malasan Daris turun. Sebuah perasaan yang tak pernah ada sebelumnya. Biasanya ia semangat bertemu dengan Felicia.
Salah satu alasan ia suka drama While You Were Sleeping karena melihat bayangan dalam diri Kim So Hyun.
Tapi kini Felicia adalah satu-satunya perempuan yang ingin dihindari! Semakin banyak bertemu semakin banyak masalah!
Saat itu Felicia lagi marah-marah pada sopirnya:
"Kok bisa mogok? Jarang service ya? Gara-gara kemalasanmu, aku bisa telat ke bandara! Tahu begini aku bareng Bunda sama Daddy!"
"Tuan sama Nyonya kan menyusul," jawab sopir sabar. "Mereka ada perlu. Jadi tuan puteri bisa menunggu di dalam."
"Kalau tidak beres lima menit, kau panggil derek!"
"Siap."
"Makanya jangan lupa jadwal service! Kamu digaji untuk merawat mobilku!"
"Jadwal service besok."
"Sudah tahu besok, kenapa kamu bawa mobil ini?"
"Mana tahu saya kalau sekarang mau mogok."
Sopir memeriksa komponen mesin satu per satu, terlihat lelet di mata Felicia.
"Kamu bisa tidak?" bentaknya habis sabar. "Kok lama banget?"
"Lagi dicari."
Daris muncul. Wajah Felicia langsung dilipat seperti baju habis disetrika.
"Kenapa, Pak?" tanya Daris.
"Eh, Tuan," sambut sopir tersenyum.
"Tuan...," gerutu Felicia sinis. "Ketinggian! Abang soto mie!"
"Saya tidak tahu apa yang bermasalah," kata sopir. "Tiba-tiba saja mesin mati."
"Jadi kamu tidak tahu masalahnya apa?" belalak Felicia jengkel. "Kamu cuma berlagak tahu supaya tidak kena damprat?"
"Dari tadi sudah kena damprat," keluh sopir pelan.
Daris memeriksa sirkuit mesin. Ada kabel kendor. Dikencangkan sebagaimana mestinya.
"Kabel perapian kendor," kata Daris. "Coba sekarang hidupkan mesin."
Sopir menekan tombol start. Mesin nyala. Daris menutup kap kabin.
"Terima kasih, Tuan," ujar sopir.
"Memangnya ia siapa kamu?" sergah Felicia geram. "Jangan panggil tuan! Panggil abang soto mie! Atau kamu mau dipecat?"
Sopir langsung diam. Daris berjalan meninggalkan mereka.
"Tunggu sebentar," kata Felicia. "Aku mau bicara."
Daris berhenti melangkah.
"Jadi kau sudah punya istri saat menikah denganku?" pandang Felicia nanar.
Daris kaget mendengar pertanyaan itu. Tapi ia merasa tidak perlu mengklarifikasi.
"Bajingan kamu!" maki Felicia berapi-api. "Aku benci kamu!"
"Jangan marah-marah di pinggir jalan," sahut Daris dingin. "Ada netizen lihat viral kamu."
Daris pergi ke mobilnya. Rania yang menunggu di dalam pick up langsung menyambut dengan pertanyaan:
"Bagaimana? Beres?"
"Apa sih yang tidak beres sama kakakmu?" balik Daris sambil menjalankan kembali mobilnya.
"Kak Felicia kok kayak marah-marah, kayak kakak sudah melakukan kesalahan apa gitu?"
"Seperti apa yang kau bilang pada kakakmu ... jangan nething."
"Aku lihat dari ekspresi wajahnya."
"Apa yang kau lihat?"
"Kayak benci banget sama kakak."
"Sebenci apa? Apa sebenci Goo Eun Jae melihat suaminya, Jung Kyo Bin, selingkuh dengan Shin Ae Ri? Kebanyakan nonton drakor, kamu jadi nething."
"Hubungan kalian lagi tidak baik-baik saja ya?"
"Kalau lagi tidak baik-baik saja, masa aku membetulkan mobilnya?" Daris mengucek rambut panjang terurai itu. "Pikirkan saja dirimu. Sebentar lagi kamu akan tinggal di sebuah kampung ditemani kodok dan jangkrik. Kamu mau minta tolong sama siapa kalau malam-malam ular apel ke pondokmu?"
"Kok kakak jadi nakut-nakutin sih?"
"Bukan nakut-nakutin, seperti itulah gambaran kampung di pelosok, bukan seperti Kampung Rambutan."