Lahir, dan besar, di negara yang terkenal karena budaya tolong menolong terhadap sesama, tanpa sengaja Reina menolong seseorang yang sedang terluka, tepat ketika salju tengah turun, saat dirinya berkunjung ke negara asal ayah kandungnya.
Perbuatan baik, yang nantinya mungkin akan Reina sesali, atau mungkin justru disyukuri.
Karyaku yang kesekian kalinya, Jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membuka Lembaran Baru
Reina bernafas lega, dia baru saja, menyulap kamar kos miliknya, agar lebih nyaman, untuk ditempatinya beberapa waktu ke depannya.
Hanya seminggu, dia diperbolehkan oleh pemilik baru rumah warisan mendiang Papanya, untuk menempatinya. Selama itu pula, dia mencari pekerjaan, untuknya menyambung hidup, walau sebenarnya saldo tabungannya, bisa untuk menghidupinya beberapa bulan ke depan, karena sebelum kembali, Reino mengiriminya uang cukup banyak.
Tapi tidak mungkin dia mengandalkan itu, dia harus berhemat, untuk masa depannya kelak. Keinginannya tentu kembali memiliki rumah sendiri, agar tak membayar sewa.
Berkat informasi, dari salah satu teman SMA-nya, dia mendapatkan pekerjaan, sebagai bagian administrasi di perusahaan jasa angkutan. Sebenarnya dia ingin kerja di pabrik saja, sesuai pengalaman kerja sebelumnya, tapi tak masalah dengan pekerjaan barunya, walau dari segi gaji jauh lebih kecil, tak apa, dari pada menganggur.
Selain mendapatkan pekerjaan baru, Reina juga tinggal di tempat baru, yang cukup jauh, dengan rumah lamanya.
Kamar kos berukuran lima kali lima meter, dengan kamar mandi didalamnya, dia sudah bayar uang sewanya di muka, selama tiga bulan ke depan, Reina menggunakan uang pemberian Rita, katanya itu jatah bagiannya.
Rasanya dia ingin marah, karena rumah itu bahkan atas namanya, tapi dengan mudahnya Rita menjualnya, tanpa berdiskusi dengannya. Tapi mengingat surga di bawah telapak kaki ibu, Reina berusaha menerima, dan memaafkan tindakan, wanita yang menghadirkannya ke dunia.
Kini Reina mencoba membuka lembaran baru hidupnya, sendiri, benar-benar hanya sendiri. Dia menguatkan dirinya, jika dirinya bisa melalui semua ini, dan melupakan hal tidak menyenangkan di negara asal Papa kandungnya.
***
Sudah sebulan berlalu, Reina hanya menjalani aktivitas rutin, bekerja di kantor, dan pulang ke kosan. Hanya dua tempat itu yang dia datangi, plus warung nasi yang tak terlalu jauh dari kamar kosnya.
Pun jarak kosan, dan kantor, hanya berjalan kaki, tidak sampai sepuluh menit, cukup dekat, dan tak perlu mengeluarkan biaya untuk transportasi.
Mengenai pekerjaan, sampingannya sebagai penulis, tetap Reina lakukan, ketika malam tiba, maka dia akan berkutat dengan laptopnya, menyalurkan imajinasinya, lumayan untuk menambah pendapatannya.
Di kantor tempatnya bekerja saat ini, para pekerja mendapatkan jatah katering makan siang, yang ditempatkan di dalam kotak bekal, dan sudah tertera nama masing-masing.
Siang itu salah satu rekan kerja Reina, makan terlebih dahulu, wanita bernama Dwi, yang merupakan senior di kantor itu, duduk tepat di depan meja kerja Reina.
"Wih Rendang," kata Dwi antusias, saat membuka tutup bekal.
Reina yang sedang memeriksa surat jalan untuk pengantaran dalam kota, dia menghentikan aktivitasnya, saat hidungnya menghirup daging berbumbu itu, mendadak perutnya merasa enek, rasanya ingin muntah, alhasil dia menghentikan kegiatannya, bangkit dari duduknya, lalu berlari ke arah toilet yang letaknya, tak jauh dari mejanya.
Reina mengeluarkan seluruh isi perutnya, dan setelahnya dia merasa lemas, juga pusing, seolah energinya terserap habis.
Dia berdiam sejenak di toilet, guna memulihkan tenaganya. Beberapa saat kemudian, Reina keluar dari sana, namun sebelum kembali ke meja, dia bercermin terlebih dahulu, alangkah terkejutnya dia, mendapati wajahnya yang pucat.
"Kenapa Lo, Rei?" tanya Dwi, yang baru saja menutup kotak bekalnya, wanita beranak satu itu, sudah selesai dengan makan siangnya, "Muka Lo, pucat."
Nur yang duduk di samping meja kerja Reina, mengiyakan ucapan Dwi, "Masuk angin Lo!" tebaknya.
Reina mengoleskan minyak kayu putih, yang selalu dia bawa di tasnya, di area perut, dan dia hirup aromanya, "Kayaknya sih, gara-gara semalam tidur telat, terus pagi nggak sempat sarapan," sahutnya.
"Mau gue kerokin?" tawar Dwi.
Reina menggeleng, "Nggak usah mbak, terima kasih,"
"Mending, Lo istirahat dulu, makan sekalian," tambah Lidia, salah satu staf yang langsung berhadapan dengan para pelanggan, pengguna jasa pengiriman.
"Nggak apa-apa emang, Mpok?" tanya Reina tak enak, sebagai staf baru, dia merasa sungkan, harus berisitirahat terlebih dahulu, dibanding para seniornya.
"Udah sana, supir juga udah pada berangkat semua kan?" kata Dwi menambahkan.
"Mau gue bikinin teh anget, Rei?" tawar Nur.
"Nggak usah, Mbak, kayaknya gue lagi pengen es jeruk deh," kata Reina, sembari mengambil dompetnya.
"Lo nggak makan nasi katering?" tanya Nur heran.
Reina menggeleng, "Males ah, kasih aja ke yang lain," tolaknya secara halus, setelah mengatakannya, dia keluar dari ruangan, setelah sebelumnya berpamitan pada keempat rekan kerjanya.
Dia melangkah menuju tempat makan, yang letaknya di belakang gedung seberang kantor. Di sana, tempat berkumpulnya para pedagang makanan.
Reina memesan minuman segar, berwarna kuning, juga potongan buah segar, yang diberi sambal berwarna cokelat pekat, dia menempati salah satu kursi kayu, yang memang disediakan untuk para pengunjung.
Satu per satu potongan buah itu, dia cocol dengan sambal, lalu Reina masukan ke dalam mulutnya, dia sampai memejamkan mata, menikmati rasa, segar, manis, dan pedas, yang bercampur jadi satu, ini yang diinginkannya.
Rasa enek di perutnya hilang seketika, tak mau berlama-lama, Reina menghabiskan seluruh potongan buah itu, dan juga minuman pesanannya, dia merasa tak enak meninggalkan kantor terlalu lama. Tak lupa membeli camilan, yang tiba-tiba terlintas, dalam pikirannya.
Menjelang pulang bekerja, tiba-tiba dia menginginkan makanan berkuah, dengan mi berwarna putih, dengan toping aneka makanan laut.
Demi memenuhi rasa keinginannya, yang tak terbendung, Reina mengajak salah satu rekannya yang belum menikah, menuju salah satu mall, tak jauh dari kantor.
Dan sesampainya di sana, rekannya dibuat heran, karena Reina memesan sampai dua porsi untuk dirinya sendiri.
"Emang tadi siang Lo nggak makan, Rei?" tanya Nidia, "Tumbenan porsi Lo banyak, Lo makan kan cuma dikit,"
Reina menyeruput kuah kaldu yang tersaji di hadapannya, dia sampai memejamkan mata, benar-benar sesuai ekspektasinya.
"Enak tau Nid," sahutnya dengan senyum merekah, "Lo kalau mau nambah, gue traktir," sambungnya.
"Bukannya gajian baru besok ya?" tanya Nidia lagi, "Lagian ini tuh mahal tau, mending beli mi Asun deh, sayang banget ini,"
"Udah nggak usah dipikirin, nikmatin aja, besok pas gajian, lain lagi," kata wanita yang mengenakan sweater cokelat muda itu.
Nidia menunjukan kedua jempolnya, lalu dia jadi teringat sesuatu, "Rei, jangan bilang Lo abis dapat reward kontrak, dari novel yang Lo tulis?"
Reina menggeleng, dia memang sedikit terbuka dengan rekan barunya, mengingat hanya Nidia yang masih belum menikah, "Gue cuman lagi kepengen doang, Nid."
"Sering-seringlah kepengen, jadi biar gue bisa sering-sering makan enak," ujar Nidia, seraya menunjukan gigi-giginya.
Setelahnya, hanya obrolan ringan soal pekerjaan, atau gosip yang tengah dibicarakan para staf kantor, dan gudang.
kak knp bukam Ryu aja yg ngidam biar tau rasa...
tp yaa sdhlah, Next kak💪🏻💪🏻🥰🥰