Karena jebakan dari sahabatnya membuat Naya dituduh telah tidur dengan Arsen, seorang bad boy dan ketua geng motor. Karena hal itu Naya yang merupakan anak dari walikota harus mendapat hukuman, begitu juga dengan Arsen yang merupakan anak konglomerat.
Kedua orang tua mereka memutuskan untuk menikahkan mereka dan diusir dari rumah. Akhirnya mereka hidup berdua di sebuah rumah sederhana. Mereka yang masih SMA kelas dua belas semester dua harus bisa bertahan hidup dengan usaha mereka sendiri.
Mereka yang sangat berbeda karakter, Naya seorang murid teladan dan pintar harus hidup bersama dengan Arsen seorang bad boy. Setiap hari mereka selalu bertengkar. Mereka juga mati-matian menyembunyikan status mereka dari semua orang.
Apakah akhirnya mereka bisa jatuh cinta dan Naya bisa mengubah hidup Arsen menjadi pribadi yang baik atau justru hidup mereka akan hancur karena kerasnya kehidupan rumah tangga di usia dini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Sejak bangun pagi sampai berangkat sekolah, mereka berdua masih saja saling melempar senyum. Benar-benar seperti pasangan yang sedang kasmaran.
Arsen kini menghentikan motornya di tempat parkir sekolah. Setelah mereka turun dari motor, mereka berdua berjalan menuju kelas.
"Nay, ntar malam." bisik Arsen.
Satu cubitan mendarat di pinggang Arsen. "Udah ah, jangan bilang itu lagi. Malu."
Arsen hanya tersenyum sambil menggandeng lengan Naya. Tapi tiba-tiba langkah Arsen berhenti dan melepas tangannya.
"Nay, kamu ke kelas dulu ya. Aku mau ke toilet." kata Arsen.
"Iya, untung kamu ke toilet. Biar gak gelayutan terus di lengan aku." Naya melangkahkan kakinya jenjang menuju kelas.
Sedangkan Arsen kini mengikuti langkah Rangga.
"Rangga!" panggil Arsen yang membuat langkah Rangga berhenti.
Rangga hanya menatap Arsen tanpa berkata apapun.
"Ikut gue!" Arsen menarik tangan Rangga agar mengikutinya. Dia mencari tempat yang aman untuk berbicara.
"Apa? Gue udah gak gangguin Naya lagi. Bagi gue pengakuan perasaan Naya sama lo itu udah cukup!" Rangga menepis tangan Arsen.
"Bukan soal itu. Kemarin Naya cerita sama gue, dia dengerin obrolan lo sama anak buah lo."
"Terus, lo bilang sama Naya tentang gue?"
Arsen menggelengkan kepalanya. "Itu privasi lo. Gue gak mungkin bilang sama Naya siapa lo sebenarnya. Tapi apa benar bokap lo akan menggagalkan pencalonan bokap Naya?"
Rangga hanya tersenyum miring lalu membalikkan badannya.
"Gue tahu siapa lo. Lo dan keluarga lo itu berbahaya. Siapapun yang membuat masalah dengan keluarga Rahardi pasti akan mendapatkan balasan." kata Arsen.
"Itu sebabnya kenapa gue lebih memilih hidup menjadi Rangga yang sekarang, karena gue ingin keluar dari lingkup itu." Kemudian Rangga pergi meninggalkan Arsen.
Arsen hanya mengepalkan tangannya.
Gue memang gak punya kekuasaan seperti lo, tapi gue gak akan biarin lo ataupun keluarga lo mengusik kehidupan Naya.
Setelah itu Arsen berjalan menuju kelas.
...***...
Entah kenapa seharian itu tubuh Naya merasa pegal sekali. Tapi dia tetap memaksakan diri untuk bekerja. Bahkan kini kepalanya juga terasa pusing.
"Nay, kenapa? Kamu pucat?" tanya Rangga yang melihat wajah pucat Naya, bahkan makan malam Naya juga tidak habis. Seharian itu nafsu makan Naya juga berkurang.
"Aku gak enak badan, kayaknya mau flu." jawab Naya.
"Ya udah kamu pulang duluan aja."
Naya menggelengkan kepalanya. "Nggak, cuma kurang satu jam. Nanggung banget. Biar aku beresin piring-piring kotor dulu." Naya mencuci piring-piring kotor itu sampai selesai.
Saat tangannya terkena air, rasa dingin dan menggigil itu semakin menjalar ke seluruh tubuhnya.
Setelah pekerjaannya selesai dan saatnya pulang, Naya kini memakai jaketnya dan membawa tasnya lalu keluar dari tempat kerjanya. Dia melihat Arsen sudah menunggunya dan tersenyum ke arahnya.
Arsen memberikan helm untuk Naya. Setelah Naya memakai helm dan naik ke boncengan Arsen, Arsen mulai melajukan motornya.
Rasa dingin semakin terasa di tubuh Naya. Dia semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Arsen.
"Nay, gak ada PR kan buat besok. Jadi ya? Aku udah beli pengamannya." kata Arsen sambil mengusap tangan Naya yang ada di perutnya.
"Hem." Hanya itu yang dijawab Naya karena dia ingin cepat-cepat sampai di rumah. Rasa dingin itu semakin tidak tertahankan.
Setelah sampai di rumah Naya mengunci pintu lalu masuk ke dalam dan masuk ke dalam kamarnya.
"Nay, aku mandi dulu, gerah banget tadi banyak kerjaan." kata Arsen dari luar kamar yang langsung menuju kamar mandi.
Sedangkan Naya tanpa melepas jaketnya, dia merebahkan dirinya dan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
"Kenapa dingin banget gini?"
Beberapa saat kemudian, Arsen masuk ke dalam kamar dan melihat Naya yang sedang meringkuk di atas tempat tidur dengan selimut yang menggulung tubuh Naya.
"Nay, kamu kenapa?" Arsen duduk di tepi ranjang sambil menyentuh kening Naya. "Badan kamu panas banget, kamu sakit?"
"Iya kayaknya. Tapi rasanya badan aku dingin banget. Aku udah janji sama kamu buat ngasih malam ini, gak papa kalau kamu mau."
"Ssttt, kamu ngomong apa? Aku masih bisa nunggu sampai kamu sembuh." Arsen membenarkan tidur Naya agar lebih nyaman lalu dia tarik selimut Naya sampai menutupi dada Naya. "Kamu sudah minum obat?"
Naya menggelengkan kepalanya.
"Ada obat paracetamol, kamu minum dulu. Besok pagi kalau demamnya belum turun, aku antar kamu berobat."
Arsen keluar dari kamar dan mengambil air putih beserta obat. Kemudian dia membantu Naya meminum obat itu.
"Udah, kamu sekarang tidur."
Naya menganggukkan kepalanya. "Peluk."
Arsen tersenyum lalu meletakkan gelas kosong itu di atas nakas. Dia kini naik ke atas ranjang dan memeluk tubuh Naya. "Badan kamu panas banget."
"Tapi rasanya dingin banget."
"Ya udah sekarang kamu cepat tidur." Arsen mengusap rambut Naya agar dia segera terlelap. "Nay, aku tahu kamu kecapekan kerja. Setelah ini kamu jangan kerja ya. Aku gak mau kamu sakit gini."
"Udah waktunya sakit, Ar. Gak papa. Besok pasti juga sudah sembuh."
"Ya udah, pokoknya kamu harus bener-bener sembuh baru boleh kerja."
Naya menganggukkan kepalanya. Dia kini memejamkan matanya di pelukan Arsen.
Arsen terus mengusap rambut Naya tapi semakin malam suhu tubuh Naya semakin panas bahkan Naya terus mengigau.
"Nay?" Arsen menepuk pipi Naya saat Naya mengigau tapi tidak ada respon. "Nay?"
💕💕💕
.
Like dan komen ya...
🥰😘