Kisah Aghnia Azizah, putri seorang ustadz yang merasa tertekan dengan aturan abahnya. Ia memilih berpacaran secara backstreet.
Akibat pergaulannya, Aghnia hampir kehilangan kehormatannya, membuat ia menganggap semua lelaki itu bejat hingga bertemu dosen killer yang mengubah perspektif hatinya.
Sanggup kah ia menaklukkan hati dosen itu? Ikuti kisah Nia mempelajari jati diri dan meraih cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Pingsan
Monica menepuk pundak Aghnia yang malah mengusap-usap pipinya sendiri.
"Apa sih Mon? Ditanya malah balik nanya", ketus Aghnia karena Monica nampaknya juga tak tahu siapa pria yang tengah membaca mushaf tadi.
"aku tahu siapa dia, tapi", ucap Monica terhenti, membuat Aghnia penasaran.
"Tapi apa Mon?", sungguh Nia, seraya mendorong ringan pundak Monica.
"Tapi aku naksir sama dia Nia", ucap Monica, membuat Nia patah hati. Tapi, bukan Aghnia namanya kalau tidak bisa move on bahkan dari cowo yang belum ia kenal.
"Oh, ya sudah. Cepet gebet gih. Entar kalau mau nikah, jangan lupakan aku", sahut Nia, nampak santai saja.
"Eh, aku, juga belum dekat sama Malik", ucap Monica, keceplosan menyebut nama pria itu.
"Em, gini aja. Ayo kita kenalan sama-sama. Kita bersaing secara sehat. Siapa yang disuka Malik, kita harus rela", lanjut Monica. Nampak Aghnia masih enggan menjawab. Pacar dan sahabat adalah dua sisi yang dibutuhkan, bukan saling meniadakan baginya.
"Engga ah Mon, ambil aja. Aku ngga mau saingan denganmu. Nanti, iya kalau kamu yang dipilih, aku bisa enjoy aja. Kalau aku yang dipilih, aku ngga yakin kamu bisa move on darinya", ungkap Nia.
"Iya juga sih. Tapi, kan Tuhan yang atur jodoh Ni. Meski dipaksakan, ngga akan kesampaian kalau bukan jodoh", tutur Monica masuk akal.
"Oke deh kalau begitu. Nanti sore kita coba lagi ke masjid, kita ajak dia kenalan", ide Nia. Monica hanya mengangguk setuju.
"Yuk makan siomay!", ajak Monica ke kantin fakultas.
"Ayo!", sahut Nia. Mereka melangkah dengan riang berdua. Namun, mereka tak sadar ada seorang pria yang terus mengawasi gerak gerik mereka, khususnya Aghnia. Seakan dia sedang mencari peluang untuk melakukan aksinya.
Di dekat parkiran mahasiswa, Nia dan Monica baru saja keluar dari kantin, membawa satu plastik kecil siomay sembari berbincang ringan. Tiba-tiba, pria yang sedari tadi mengawasi, merampas totebag Nia dan bergegas berlari cepat melewati rute yang sepi.
"Tasku" reflek Nia berlari mengejar pria yang mengambil totebagnya, diikuti Monica dibelakangnya.
Ia berhasil menarik kerah belakang kaos pria itu. Tapi sial, pria itu memlintir tangan Nia lalu membanting wanita cantik itu.
Nia segera bangkit melupakan rasa nyeri di punggungnya, ia memasukkan sisa krudung pashmina yang menjuntai ke dalam kerah blousenya, ia memukul leher samping lawan dengan bagian samping telapak tangannya.
Pria berkulit sawo matang yang terlihat seperti preman mencekal pergelangan tangan Nia memutarnya kebelakang menempelkan punggung Nia ke dadanya.
"Argh, sial! Apa maumu?" Nafas Nia memburu, ia tidak akan menyerah, gadis itu membenturkan kepala belakangnya ke kening lawan dengan sangat keras, berhasil lepas dari cekalan.
Monic baru sampai, ia memanfaatkan kesempatan mengambil tas nia lalu berlari mencari tempat persembunyian dengan nafas tersengah engah, ia melihat Nia yang terlihat kepayahan melawan pria itu, Monic tahu diri ia tak mahir dalam bela diri, daripada menjadi beban lebih baik ia bersembunyi.
"Ya Tuhan, bantulah Nia" doa Monic, ia menoleh ke kanan dan ke kiri berharap ada mahasiswa yang lewat dan mampu menolong mereka. Monic menggigit ujung jari telunjuknya karena gugup, ia bahkan melupakan siomay yang ia bawa sedari tadi.
"Bajingan! Kalo aku mati, kamu juga akan kubawa mati bersamaku" geram Nia, ia mengarahkan kepalan tangannya, menambah kekuatan dan dorongan ke ketiak lawan hingga membuat lelaki itu mundur beberapa langkah.
Pria itu tersenyum mengejek, kembali menyerang Nia dengan waspada dan lebih cepat, ia mengabaikan seruan Bimo agar tidak terlalu menyakiti gadis yang diincar oleh tuannya, nyatanya tenaga Nia lumayan kuat, ia tidak ingin nyawanya melayang di tangan seorang wanita.
Pria itu melesat dengan cepat menghantam pusar Nia dengan keras, rasa nyeri,panas dan mual bercampur menjadi satu, badan Nia sedikit limbung namun gadis itu berusaha memposisikan dirinya agar tetap berdiri.
Seorang pria memukulkan tas ranselnya pada kepala preman dari arah belakang, sontak membuat preman itu terkejut dan menoleh ke belakang.
"Hanya seorang banci yang berani melawan prempuan" ujar pria pemilik tas ransel itu.
Seperti api yang membakar kayu, emosi preman itu meledak, ia menyerang Malik dengan brutal, Malik berhasil menangkis setiap pukulan yang diarahkan padanya.
Ia mengayunkan pukulan dengan cepat menyasar hidung preman itu, terdengar suara tulang retak yang mampu membuat preman itu memekik kesakitan.
Malik mengerahkan seluruh tenaganya, mengayunkan kakinya ke arah telinga kiri. Preman itu roboh dengan darah yang mengalir dari hidung dan telinganya.
"Siapa yang mengutusmu?" Tanya Malik, ia menginjak paha preman itu tanpa ampun.
Dengan sisa tenaga yang dipunya, preman itu mendorong kaki Malik, bergegas bangun dan lari tunggang langgang.
Malik tak begitu memperdulikan preman itu, ia lantas menghampiri Nia yang terlihat akan segera tumbang.
"Trima.. kasih.." nafas Nia memburu, gadis itu mengupayakan senyum termanisnya disela merasakan seluruh badannya remuk.
Malik mengangguk pelan, meraih tangan kanan Nia dan meletakkan pada pundaknya, sebelah tangannya ia gunakan untuk menopang pinggang Nia.
"Aghnia, maafin aku nggak bisa bantu kamu" ujar Monica yang baru sampai dan berdiri di samping Malik memeluk totebag temannya itu.
Nia menghemat tenaganya, ia hanya mengangguk dan menunjukkan ibu jari tangan kirinya.
"Bisa jalankan?" Tanya Malik dengan ragu, dijawab anggukan oleh Aghnia.
Mereka bertiga berjalan beriringan, langkah mereka bagaikan kucing bunting yang akan segera melahirkan, sangat pelan. Beberapa saat kemudian Nia kehilangan kontrol tubuhnya, gadis itu limbung.
"Nia!" Pekik Monic kaget.
Malik yang melihat tanda tanda pingsan Nia berhasil menopang gadis itu agar tidak sampai jatuh. Ia membopong gadis itu dan berjalan dengan cepat menuju ruang kesehatan kampus.
Setelah sampai, tubuh Nia direbahkan di ranjang ruang kesehatan, disampingnya dokter yang berjaga melihat dengan prihatin wanita yang dibawa Malik.
Setelah dokter memeriksa, Malik menjelaskan inti kejadian yang dialami Nia. Dokter menyarankan agar Nia dirujuk ke rumah sakit karena dugaan luka akibat pukulan yang keras.
Namun Malik bimbang, ia meminta dokter untuk memberikan obat sementara, menunggu Nia sadar dan meminta persetujuannya.
"Malik, trimakasih ya" ucap Monica yang berdiri disampingnya.
"Hm? Buat apa?" Heran Malik, ia merasa tidak membantu Monica sama sekali
"Sudah membantu Aghnia" tutur monica, gadis itu tersenyum mengerling, memutar tubuhnya menghadap ke arah Malik
"Malik, boleh aku minta nomor ponselmu?" Tanya Monic lagi. Monic tidak akan membuang kesempatan emas ini.
Malik mengernyit, ia menggelengkan kepalanya, pria itu menangkap sinyal lawan jenis yang sedang menyukainya, bukan bermaksud PD hanya saja tingkah Monica terlihat sangat jelas.
"Aku pergi dulu" pamit Malik.
"Eh... Kamu nggak nunggu Nia bangun?" Tanya Monica,
namun lelaki itu tidak menggubrisnya dan tetap melangkahkan kakinya kluar dari ruang kesehatan. Monica hanya menatap punggung Malik yang semakin menjauh.
"Indahnya hamba tuhan yang satu itu" gumam Monica enggan melepas pandangannya dari Malik.
Kutunggu karyamu slanjutnya,ndak pake lama yaa thoorr🤩🤩🤸🤸