"Pergilah sejauh mungkin dan lupakan bahwa kau pernah melahirkan anak untuk suamiku!"
Arumi tidak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya sendiri tega menjebaknya. Dia dipaksa menggantikan Yuna di malam pertama pernikahan dan menjalani perannya selama satu tahun demi memberi pewaris untuk keluarga Alvaro.
Malang, setelah melahirkan seorang pewaris, dia malah diusir dan diasingkan begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membuatnya Semakin Membenci Arumi
Flashback
Tokyo, Jepang
1 Minggu lalu
"Siapa kau sebenarnya?" bentakan Rafli menggema malam itu.
Yuna yang masih terbaring di ranjang terlonjak seketika.
"Apa maksudmu? Aku Yuna, istrimu."
"Jangan coba membohongiku karena kau bukan Yuna!" Tanpa peduli wanita di hadapannya masih dalam pengaruh kantuk, Rafli melangkah maju dan menariknya turun dari tempat tidur, lalu mendorongnya dengan kasar hingga terjerembab ke lantai. "Kau pikir aku tidak bisa mengenali istriku sendiri?"
"Tapi aku memang istrimu!"
Rafli menggeleng cepat. Sejak pulang tadi, ia memang merasakan sosok yang menyambutnya sangat asing. Bukan Yuna yang selama ini berada di sisinya.
"Kau boleh saja memiliki wajah yang mirip dengan istriku, tapi kau tidak akan bisa menipuku. Kalau kau memang Yuna, ke mana tanda lahir di paha kananmu? Satu lagi, kenapa di perutmu ada bekas operasi?"
Yuna kalang kabut. Secepat embusan angin, ia berlutut di hadapan Rafli.
"Maafkan aku. Aku memang Yuna istrimu. Tapi yang kemarin bersamamu itu memang bukan aku," ucapnya memelas dengan derai air mata yang mulai mengalir di pipi.
Mendengar pengakuan itu, Rafli merasakan seluruh bagian tubuhnya bagai dilahap api. Selama beberapa saat ia terdiam di tempat demi mengurai amarah yang terasa menembus ubun-ubun.
"Dia adalah Arumi, saudara kembarku. Dia merasa iri padaku karena menikah denganmu, karena itu lah dia memberiku ancaman agar aku mau bertukar tempat dengannya sejak malam pertama kita menikah. Dia menyekapku di sebuah ruangan dan meninggalkanku di sana. Dia juga memaksaku menjadi pendonor untuk ibu kami."
Yuna mengusap air mata, lalu beranjak menuju lemari dan mengeluarkan secarik kertas. Ia berikan kepada Rafli.
"Ini surat perjanjian yang dia buat saat itu. Aku tidak mau tanda tangan karena tidak setuju. Hanya dia yang tanda tangan di sini."
Rafli meraih surat perjanjian yang ditandatangani oleh Arumi dan Yuna. Darah dalam tubuhnya seperti mendidih membaca barisan kata yang tertulis di sana. Akal sehatnya nyaris menghilang membayangkan satu tahun hidup dalam tipuan.
"Berani sekali kalian membohongiku selama ini." Rafli meremas kertas tersebut hingga kusut, lalu ia hempas ke sembarang arah.
"Aku mohon percaya padaku. Aku tidak pernah mau membohongimu. Siang tadi Arumi baru meminta bertukar tempat kembali setelah berhasil membawa pergi sejumlah uang."
Rafli terdiam. Selama ini ia memang tidak pernah memeriksa laporan keuangan pribadinya, juga tidak pernah memeriksa transaksi yang dilakukan oleh Yuna. Dan malam itu, ia harus terkejut setelah mendapati Arumi yang selama ini dipikir istrinya sudah pergi dengan melarikan uang dalam jumah yang sangat besar.
Bukan lah uang itu yang dipikirkan Rafli. Ia menyesal mengapa harus dengan mudahnya dibohongi oleh seorang wanita asing selama satu tahun.
Flashback Off
Lamunan Rafli membuyar oleh kehadiran suara yang baru saja menyapa. Yuna baru saja memasuki ruangan.
"Ada apa?" tanyanya dengan nada datar.
"Aku ingin bicara denganmu sebentar saja. Apa boleh?"
"Saat ini aku tidak ingin membicarakan apapun denganmu."
Rafli membaringkan Aika yang sudah terlelap di tempat tidur. Kemudian beranjak keluar dari ruangan itu. Sementara Yuna terdiam di tempat. Sejak kejadian malam itu, sikap Rafli menjadi sangat dingin dan terkesan ingin menghindar darinya. Bahkan Rafli menolak untuk sekamar dengannya, padahal sebenarnya mereka adalah pasangan suami-istri sah.
"Aku harus bisa merebut simpati Rafli dan membuatnya semakin membenci Arumi."
*
*
*
Keesokan harinya
Arumi berjalan pelan melewati taman. Siang ini ia nekat diam-diam masuk melalui pintu belakang dan menyelinap ke kamar Aika. Hati kecilnya merasa putrinya sedang membutuhkannya saat ini. Terlebih setelah semalam mendengar tangisan Aika. Tak peduli jika nanti Rafli akan semakin membencinya. Arumi hanya ingin melepaskan kerinduan terhadap putrinya.
Firasat Arumi ternyata benar, dari balkon kamar ia dapat mendengar suara tangisan Aika. Ia mengintip ke dalam, tampak Ibu Riana sedang kesulitan menenangkan putrinya. Sementara Yuna tidak terlihat di sana.
Tak tahan mendengar tangisan itu, Arumi melangkah masuk.
"Arumi?" Ibu Riana tampak cukup terkejut melihat kedatangan Arumi yang tiba-tiba.
"Ibu, tolong jangan salah paham dulu padaku. Aku ke sini hanya untuk melihat Aika. Tolong izinkan aku. Aku janji akan pergi setelahnya."
Wanita paruh baya itu menatap Arumi iba. Kemudian melirik cucunya yang sedari tadi menangis.
"Baiklah, tapi jangan sampai Rafli tahu, karena dia pasti akan sangat marah."
Arumi mengangguk cepat, lalu meraih tubuh mungil Aika dan memeluknya. Ia kecup wajahnya berulang-ulang. Detik itu juga tangisan Aika perlahan reda.
"Anakku, maafkan mommy karena harus membuatmu berada dalam posisi sulit seperti ini."
Lenguhan kecil yang berasal dari bibir mungilnya membuat Arumi segera menyusui putri kecilnya itu.
"Terima kasih sudah mengizinkanku melihat Aika, Bu," ucap Arumi.
Wanita paruh baya itu hanya mengangguk sambil sesekali ia melirik ke arah pintu demi memastikan semuanya aman.
Beberapa menit dihabiskan Arumi di kamar itu. Setidaknya kerinduan terhadap putrinya sedikit terobati.
Tak lama berselang pintu terbuka, disusul oleh kemunculan seseorang dari balik pintu. Arumi yang masih memeluk Aika tersentak. Pelukannya pada tubuh kecil itu semakin erat.
...*****...